Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 287
(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umumya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bawa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.
Pasal 292
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Saya terhenyak menyadari bahwa besarnya masa hukuman antara UU dan KUHP yang terkait pencabulan terhadap anak berbeda satu sama lain. Saya tidak tahu dasar hukum mana yang dapat digunakan di persidangan untuk menghukum pelaku kejahatan seksual terhadap anak seberat-beratnya. Tidak sinkronnya kedua dasar hukum tersebut dapat menjadi celah pelaku kejahatan seksual tidak mendapatkan hukuman maksimal.
Hukuman penjara bagi pedofil di Indonesia yang kasusnya cukup menggemparkan adalah mantan diplomat Australia, William Stuart Brown atau Tony, mendapat hukuman 13 tahun penjara dan denda sebesar Rp150 juta. Namun sebelum menyelesaikan masa tahanannya, yang bersangkutan bunuh diri dalam penjara pada bulan Mei 2004. Ada pula pelaku yang mendapat hukuman ringan yaitu Jan Jacobus Vogel, tahun 2013 lalu divonis hukuman penjara 4 tahun dan denda sebesar Rp150 juta. Selain kedua orang tersebut, pedofil lainnya di Indonesia hanya mendapat hukuman di bawah 10 tahun bahkan ada yang hanya hitungan bulan. Sungguh menyedihkan wajah hukum di Indonesia terhadap anak.
Lantas hukuman apa yang pantas diberikan kepada pelaku?
Hukuman yang patut diberikan kepada pelaku adalah hukuman yang dapat membuat jera dan juga menjauhkan pelaku dari lingkungan anak-anak. Sebaiknya pelaku juga mendapatkan rehabilitasi terhadap kelainan seksualnya. Karena jika tidak, ada kemungkinan pelaku akan melakukan kembali aksinya setelah bebas dari masa hukuman. Selain itu pemerintah sebaiknya mengumumkan pada masyarakat saat pelaku akan dibebaskan dari tahanan dan menyebarkan informasi mengenai keberadaan pelaku. Hal ini dimaksudkan sebagai sangsi sosial dan juga agar masyarakat dapat waspada di kemudian hari.
Terkait dengan lamanya masa tahanan, minimal 3 tahun (UU No.23 tahun 2003) atau maksimal 5 tahun (KUHP pasal 292) adalah masa yang teramat singkat. Karena dampak dari perbuatan pelaku terhadap anak akan membekas dan membayangi seumur hidupnya. Tidak hanya luka secara fisik namun juga luka batin.