Mohon tunggu...
Tri Penti
Tri Penti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis, Penyair

Penulis novel, cerpen, kadang suka buat puisi dadakan kayak tahu bulat, hihi. Salam Literasi dan Salam Kenal

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Kamu Kesepian dan Aku Datang

10 November 2023   17:30 Diperbarui: 10 November 2023   17:35 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Katanya, sendiri itu tenang. Kita bebas mengekspresikan apapun. Termasuk, rasa. Kita tidak perlu takut akan komentar orang lain, penilaian, juga sudut pandang mereka. Namun, sendiri juga bisa menyebabkan kesepian bukan?

Seperti sendal yang sudah seharusnya berpasangan. Tidak akan bisa dipakai jika tersisa satu. Sejatinya, manusia juga diciptakan berpasang-pasangan.

Sayangnya, aku salah.

Kamu kesepian dan aku datang memberi keramaian. Harusnya, aku tidak perlu menerobos terlalu jauh hingga menyakiti diri sendiri. Sebab, menjalin hubungan dengan seseorang yang belum selesai dengan masa lalunya itu sangatlah menyakitkan.

"Aku dikecewakan begitu dalam, sulit untuk menerima orang baru, lagi," katanya menatapku begitu lekat.

Bukannya mengelak, aku justru tersenyum, "biar aku kenalkan, bahwa tidak semua perempuan memberikan luka. Akan aku tunjukkan bagaimana hebatnya dicintai dengan tulus."

Sial. Kenapa aku puitis sekali waktu itu? Jika saja bisa memutar waktu, lebih baik aku mundur.

Semua berjalan semestinya. Aku yang mengira kamu sudah lupa dan mulai merasakan kebahagiaan pun salah besar. Aku tertipu, tertutup oleh mata sendiri akan cinta yang buta.

Dari semua rasa sakit yang ada, kenapa kamu menyakiti seseorang yang mendengar keluh kesahmu?

"Kayaknya, bahagia aku benar-benar sama dia, bukan kamu," akunya tanpa rasa bersalah.

Bodoh, batinku. Aku terpaku sejenak.

"Lalu, sekarang giliran aku yang kesepian, giliran aku yang ditinggal sendiri?" tanyaku penuh tuntutan. Bukannya apa, yang benar saja, aku yang membuatnya untuk bangkit. Kembali membuka lembar baru tanpa adanya luka. Sekarang?

Mencintai dengan tulus tetap saja kalah dengan masa lalu yang belum usai, ya?

"Maaf, tetap dia orangnya."

Jika begitu, aku harus apa lagi? Aku tak bisa sepenuhnya menyalahkan dia yang kembali lagi. Dengan begitu, aku mengerti. Semua usaha yang aku lakukan berujung sia-sia. Nyatanya tidak ada cinta yang benar-benar cinta. Sebab, cinta sebelum ijab kabul hanyalah nafsu belaka. Dan, aku menyadarinya.

"Terima kasih telah menemani hari-hariku yang sepi. Sekarang, tokoh utamanya sudah kembali, dan kami akan kembali melanjutkan kisah yang tertunda."

Rasanya, ingin sekali aku melempar sepatu yang sedang kukenakan. Tetapi bodohnya air mata ini mengalir tanpa izin. Padahal, aku sudah berjanji. November hujannya turun ke bumi, bukan ke pipi.

Selamat, berkatmu aku kembali mengerti bahwa, mencintai seseorang dengan tulus itu belum tentu cukup. Perlu logika, juga batas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun