Â
Jangkar Keamanan Laut Indonesia :
Penguatan Externe Souvereiniteit dalam konflik Laut Cina Selatan
Â
Upaya menjaga kedaulatan dan menjaga stabilitas negara merupakan tantangan bagi semua bangsa, termasuk Indonesia. Stabilitas bangsa mensyaratkan sistem keamanan yang kuat, termasuk di laut. Dinamika ekonomi, politik dan teknologi membawa pengaruh sangat besar terhadap dinamika keamanan laut. Berbagai tantangan keamanan laut saat ini tidak lagi terbatas pada tantangan tradisional, namun juga meluas kepada tantangan non-tradisional. Memahami bentuk dan sumber ancaman keamanan laut serta tingkat kewaspadaan dan kemampuan sistem keamanan laut nasional saat ini menjadi penting untuk menyusun rencana penguatan sistem keamanan laut nasional sehingga mampu mengantisipasi ancaman serta mengawal target-target pembangunan, khususnya dalam sektor kelautan.
Nilai StrategisÂ
Penguasaan ruang secara de facto dan de jure merupakan legitimasi dari kekuasaan politik. Bertambahnya ruang negara atau berkurangnya ruang negara oleh berbagai jenis sebab, selalu dikaitkan dengan kehormatan dan kedaulatan suatu negara. Rivalitas strategis dan dinamika geopolitik merupakan dua hal yang menonjol dalam adanya sengketa wilayah internasional, seperti yang terjadi dalam konflik Laut Cina Selatan. Eskalasi konflik dipengaruhi oleh kepentingan politik, strategis, dan ekonomi.
Konflik Laut Cina Selatan menjadi lebih kompleks ketika dikaitkan dengan status perairan yang menjadi bagian dari SLOC internasional. Laut Cina Selatan berada di tengah jalur SLOC yang memanjang antara Timur Tengah-Asia Timur, di mana Timur Tengah merupakan pusat energi dunia dan Asia Timur adalah penggerak roda ekonomi dunia. Dalam era globalisasi, lebih dari 90 persen perdagangan dunia dilakukan lewat laut, sehingga Laut Cina Selatan mempunyai nilai strategis bagi semua negara yang berkepentingan, baik yang merupakan pihak dalam sengketa maupun negara-negara yang tidak terlibat dalam sengketa. Selain dari aspek ekonomi, Laut Cina Selatan juga memiliki nilai strategis dari aspek politik dan keamanan
Stabilitas kawasan menjadi penting karena kawasan LCS mempunyai nilai ekonomis, politis, dan strategis sebagai Sea Lanes of Trade (SLOT) dan Sea Lanes of Communication (SLOC) yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Jika dielaborasi lebih jauh, SLOC merupakan rute maritim antar pelabuhan-pelabuhan yang digunakan untuk kegiatan pelayaran internasional yang meliputi perdagangan, pengiriman logistik, dan angkatan laut. Sebagai jalur pelayaran internasional, kawasan LCS merupakan rute utama bagi sepertiga perdagangan maritim dunia. Selain itu, jalur ini juga memfasilitasi volume lalu lintas transportasi pengiriman perdagangan maritim seperti minyak mentah dengan volume pelayaran mencapai 1.000 unit kapal per hari.
Kepentingan Nasional Indonesia dan Prinsip Externe Souvereiniteit
Berbicara mengenai kepentingan nasional Indonesia, maka perlu dilihat dari dua hal yang saling berkaitan, yakni dinamika yang terjadi dalam sengketa LCS dan persinggungan di Laut Natuna Utara. Walaupun Indonesia tidak termasuk ke dalam claimant states, namun nine dash line yang diklaim oleh Tiongkok telah bersinggungan dengan kepentingan nasional Indonesia di Laut Natuna Utara.
Hal yang paling penting dalam isu konflik di kepulauan Natuna ini adalah potensi ancaman bagi pemerintah Indonesia atas klaim pemilikan Cina terhadap kepulauan Natuna tersebut, karena isu tersebut menyangkut kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Klaim tumpang tindih di perairan LCS ini kerap menimbulkan ketegangan dan berpotensi menyebabkan instabilitas keamanan di kawasan. Eskalasi konflik yang dapat berujung pada timbulnya serangan di wilayah NKRI, tentunya harus dapat Indonesia antisipasi sebagai bentuk dari menjaga kedaulatan wilayah.
Apabila dilihat dari dasar hukum, maka dapat ditelaah bahwa kedaulatan Indonesia menjadi hal yang sangat krusial karena didasarkan pada prinsip konstitusi tujuan negara, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah. Â Kalimat "bagi segenap bangsa" dapat ditafsirkan bermakna kedaulatan teritori. Konstitusi memberikan dua instrumen terkait cara menjaga kedaulatan, yakni instrument pertahanan dan instrumen keamanan. Kedua instrumen ini, perlu dilaksanakan dalam rangka menjaga kedaulatan.
Apabila sebuah negara membiarkan pelanggaran wilayah teritorial dan tidak mampu mengatasi ancaman konflik yang mengganggu stabilitas keamanan negaranya, maka negara tersebut dapat dikatakan tidak memiliki kedaulatan. Sangat disayangkan bahwa negara tersebut tidak dapat berfungsi dalam menjalankan amanah konstitusional. Hal ini berdampak memunculkan berbagai sentiment negatif pada reputasi negara tersebut dalam kancah internasional, serta ada kemungkinan munculnya berbagai instabilitas dalam negeri. Oleh karena itu, menjaga kedaulatan wilayah merupakan elemen penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Untuk mempertahankan kedaulatan negara (Souvereignity) dan hak-hak berdaulat (Souvereign Rights) antar negara serta menyelesaikan semua persoalan yang berkaitan dengan hubungan internasional, negara perlu menetapkan perbatasan wilayah baik dimensi perbatasan darat maupun perbatasan laut dan udara. Penetapan perbatasan wilayah (Border Zone) tersebut dapat dilakukan sesuai ketentuan hukum internasional agar dapat memberikan kepastian hukum, kemanfaatan hukum dan keadilan bagi masyarakat yang mendiami wilayah perbatasan. Kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi negara dibatasi oleh wilayah negara itu, sehingga negara memiliki kekuasaan tertinggi dalam batas-batas wilayahnya.
Kedaulatan sendiri dibagi berdasarkan jenis dan sifatnya, yaitu:
- Kedaulatan ke dalam (Interne souvereiniteit), ialah bahwa kekuasaan negara itu ditaati dan dapat memaksakan untuk ditaati oleh rakyatnya.
- Kedaulatan ke luar (Externe souvereiniteit), ialah bahwa kekuasaan negara itu mampu mempertahankan diri terhadap serangan yang datang dari luar dan sanggup mengadakan hubungan dengan luar negeri. Kedaulatan ke luar ini biasanya dinamakan "kemerdekaan" (independence).
Dalam kaitannya dengan konflik Laut Cina Selatan, maka menjadi penting bagi Indonesia agar memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk menjaga kedaulatan, memiliki pertahanan kuat untuk menangkal berbagai ancaman dari luar, sekaligus memiliki kemampuan untuk melakukan diplomasi dengan negara lain.
Prinsip Externe Souvereiniteit dalam konflik Laut Cina Selatan, mengisyaratkan bahwa Indonesia sebagai negara berdaulat, harus dapat memiliki beberapa kemampuan, yaitu :
1) ability to detect - kemampuan mendeteksi aktivitas di laut yang cepat dan akurat dengan teknologi pemantauan multi-sumber data dan informasi yang terintegrasi antarkementerian dan lembaga.
2) ability to respond - kemampuan merespons dan/atau menindak tegas pelanggaran yang terjadi
3) ability to punish - kemampuan menjatuhi sanksi dan/atau hukuman yang memberikan efek jera terhadap pelaku ancaman keamanan laut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional; dan
4) ability to cooperate with international community - kemampuan untuk mengatasi ancaman keamanan laut dengan mengadakan kerja sama internasional
Apabila kemampuan-kemampuan ini dimiliki secara optimal oleh Indonesia, niscaya hal ini akan mampu menjadi "jangkar" untuk menguatkan posisi strategis Indonesia di wilayah konflik Laut Cina Selatan. Tidak hanya itu, apabila indilator kemampuan yang telah disebutkan di atas, dikolaborasikan dengan strategi pertahanan yang mengedepankan critical capabilities Indonesia sebagai negara kepulauan dengan konsep pertahanan berlapis yang diimbangi dengan pembangunan kekuatan Tri Matra Terpadu yang seimbang, inter-operable, dan sinergis, maka kedaulatan Indonesia akan sangat mampu terjaga dengan baik.
Sudah saatnya Indonesia memiliki kepemimpinan yang kuat, khususnya menyangkut keamanan laut. Kebijakan mengenai laut yang diambil oleh Indonesia akan memberikan pengaruh secara global. Bila dikaji lebih jauh dari sisi regulasi, PP 13 tahun 2022 dan Perpres 59 Tahun 2023 telah memberikan arah yang baru yaitu sistem keamanan laut dengan " synergized patrol & multi-door approach" yang seharusnya dapat diaplikasikan.
Penilaian risiko dan dampak (regulatory impact assessment) dan ruang partisipasi masyarakat yang hakiki (genuine public participation), menjadi penting apabila pemerintah ingin menciptakan sebuah kebijakan solutif. Kita semua berharap bahwa setiap kerjasama multilateral yang dilaksanakan pemerintah dapat  menghasilkan dokumen yang efektif, substantif, dan actionable untuk menghindari eskalasi dan sekaligus meningkatkan mutual trust dan mutual confidence di antara negara-negara yang berkepentingan di Laut Cina Selatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H