Mohon tunggu...
Travine Otniel
Travine Otniel Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

senang nonton

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Arti Penting Literasi Digital dalam Membaca Informasi di Media Sosial

11 November 2024   22:31 Diperbarui: 11 November 2024   22:34 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Di era digital, media sosial menjadi sumber utama informasi bagi banyak orang. Sayangnya, tak semua informasi yang beredar di media sosial dapat dipercaya atau benar adanya. Oleh karena itu, literasi digital memiliki peran yang sangat penting dalam membantu masyarakat menyaring, memahami, dan menilai informasi yang mereka temui. Literasi digital adalah kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara efektif melalui perangkat digital. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk mengenali berita palsu (hoaks), memahami konteks informasi, dan berpikir kritis terhadap konten yang tersebar di media sosial. Artikel ini akan membahas arti penting literasi digital dalam membaca informasi di media sosial, serta tantangan dan langkah yang perlu diambil untuk meningkatkan literasi digital di kalangan masyarakat.

1. Media Sosial dan Tantangan Informasi

Media sosial seperti Instagram, Facebook, dan Twitter memungkinkan penyebaran informasi secara cepat dan luas. Sayangnya, ini juga berarti informasi yang belum diverifikasi, bahkan hoaks, mudah tersebar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wardle dan Derakhshan (2017), media sosial sangat rentan terhadap fenomena disinformasi dan misinformasi. Disinformasi adalah penyebaran informasi yang salah dengan niat untuk menyesatkan, sedangkan misinformasi adalah penyebaran informasi yang salah tanpa niat jahat. Kedua hal ini dapat memperburuk kualitas informasi yang dikonsumsi masyarakat dan bahkan bisa memicu keresahan atau konflik.

Sebagai contoh, dalam penelitian yang dilakukan oleh Tandoc, Lim, dan Ling (2018), ditemukan bahwa banyak pengguna media sosial kesulitan membedakan antara berita nyata dan berita palsu karena format penyajian informasi di media sosial yang sering kali tidak berbeda antara konten yang benar dan konten yang menyesatkan. Hal ini disebabkan oleh minimnya tanda-tanda keaslian dalam format penyajian media sosial, seperti ketidakhadiran editor yang dapat memverifikasi konten sebelum dipublikasikan. Oleh karena itu, kemampuan literasi digital menjadi semakin mendesak untuk memastikan bahwa masyarakat dapat membedakan informasi yang dapat dipercaya dari yang tidak.

2. Peran Literasi Digital dalam Menyaring Informasi

Literasi digital bukan sekadar kemampuan teknis menggunakan media digital, melainkan juga kemampuan berpikir kritis dan evaluatif terhadap informasi yang diterima. Sebagai contoh, literasi digital yang baik memungkinkan seseorang untuk melihat sumber informasi, mengecek kredibilitas penulis atau situs web, serta mempertimbangkan apakah informasi tersebut telah diverifikasi oleh sumber terpercaya. Menurut Buckingham (2015), literasi digital berperan dalam mengajarkan individu untuk tidak langsung menerima informasi begitu saja, melainkan untuk mempertanyakan keabsahan, tujuan, dan dampak dari informasi tersebut.

Di media sosial, literasi digital membantu pengguna untuk lebih waspada terhadap pola penyebaran berita palsu. Misalnya, berita palsu cenderung menggunakan judul yang sensasional atau provokatif untuk menarik perhatian, serta disebarkan oleh akun-akun anonim atau tidak terpercaya. Dengan literasi digital, pengguna dapat mengenali karakteristik ini dan menolak untuk menyebarkan informasi yang belum diverifikasi. Buckingham (2015) juga menyebutkan bahwa literasi digital perlu diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan untuk membentuk generasi yang kritis dan mampu berpikir logis sejak dini.

3. Meningkatkan Literasi Digital: Tanggung Jawab Bersama

Untuk meningkatkan literasi digital di masyarakat, dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan platform media sosial itu sendiri. Pemerintah dapat memberikan pelatihan dan kampanye untuk meningkatkan literasi digital di kalangan masyarakat. Di sisi lain, lembaga pendidikan dapat memasukkan kurikulum literasi digital dalam pelajaran agar siswa dapat belajar cara membaca informasi secara kritis sejak dini.

Platform media sosial juga memiliki peran penting dalam mendukung literasi digital, misalnya dengan memberikan fitur pelaporan atau peringatan terhadap konten yang menyesatkan. Berdasarkan penelitian oleh Farkas dan Schou (2019), platform seperti Facebook dan Twitter mulai mengembangkan fitur untuk menandai berita palsu dan memberikan peringatan kepada pengguna ketika mereka akan berbagi informasi yang telah terbukti tidak benar. Langkah ini dapat membantu pengguna menjadi lebih kritis dan waspada saat menyebarkan informasi.

Kesimpulan

Literasi digital sangat penting dalam era media sosial yang penuh dengan informasi yang belum tentu benar. Dengan literasi digital, masyarakat bisa lebih kritis, tidak mudah terpengaruh oleh berita palsu, dan mampu menyaring informasi yang mereka terima di media sosial. Langkah-langkah untuk meningkatkan literasi digital di masyarakat membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan platform media sosial. Dengan literasi digital yang baik, masyarakat akan lebih siap menghadapi tantangan informasi di era digital yang semakin kompleks ini.

Referensi

  1. Wardle, C., & Derakhshan, H. (2017). Information disorder: Toward an interdisciplinary framework for research and policymaking. Strasbourg: Council of Europe.
  2. Tandoc, E. C., Lim, Z. W., & Ling, R. (2018). Defining "fake news": A typology of scholarly definitions. Digital Journalism, 6(2), 137-153. https://doi.org/10.1080/21670811.2017.1360143
  3. Buckingham, D. (2015). Defining digital literacy--What do young people need to know about digital media?. Nordic Journal of Digital Literacy, 10(Jubileumsnummer), 21-34.
  4. Farkas, J., & Schou, J. (2019). Post-truth, fake news, and democracy: Mapping the politics of falsehood. Nordicom Review, 40(1), 3-21.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun