Mohon tunggu...
Tradisinesia
Tradisinesia Mohon Tunggu... Seniman - Aktivis Budaya Lokal

akun yang menyajikan sekilas tentang budaya, khususnya budaya daerah yang memiliki nilai-nilai keluhuran terhadap alam, lingkungan dan hubungan antar masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Upacara Adat Mapag Tamba

2 Oktober 2023   09:22 Diperbarui: 2 Oktober 2023   13:18 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover video Mapag Tamba (tradisinesia)

Adanya perbedaan lingkungan, tempat tinggal, pola hidup, keyakinan atau pemahaman yang dipegang teguh di dalam suatu kelompok atau faktor lainnya memengaruhi adanya perbedaan baik secara bentuk, tata cara, maupun kisah yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat sebelumnya di tiap-tiap daerah atau desa-desa tertentu.

Namun demikian perbedaan tersebut bukan menjadi sesuatu penilaian mana yang benar dan mana yang salah. Justru dari perbedaan itu menjadi bukti adanya dinamika dan proses alamiah yang melahirkan keberagaman suatu kebudayaan di nusantara. Seperti halnya bentuk, tata cara, dan kisah yang melatarbelakangi upacara adat "Mapag Tamba".

Pada kesempatan ini saya merujuk versi dari Desa Tugu Kecamatan Sliyeg Kabupaten Indramayu tentang Mapag Tamba.

Dituturkan secara turun-temurun bahwa kelahiran Mapag Tamba terkait dengan kisah Raden Sutajaya atau tersebut Arya Kebon di kemudian hari. Dimana dalam kisahnya Raden Sutajaya telah berhasil menunaikan tugasnya atas perintah Raja Agung Cirebon untuk menjaga Gedong Pusaka Si Rara Denok.

Namun sepulangnya ia di Desa Pekandangan, tanpa disadarinya pusaka yang dijadikan pegangannya mendadak raib, hal ini membuat ayahnya, yaitu Ki Jebug Angrum murka sebab pusaka tersebut adalah milik Ki Geden Alas Penjalin. Menyikapi hal itu kemudian Ki Jebug Angrum memerintahkan Sutajaya untuk mencarinya hingga pusaka tersebut ditemukan. Dan sebagai bekal Ki Jebug Angrum memberikan bibit-bibit palawija kepada Sutajaya.

Didalam pencariannya dari desa ke desa lainnya Sutajaya memanfaatkan waktunya juga untuk berkebun dengan menanam bibit palawija pemberian ayahnya. Dari situlah kemudian Sutajaya dikenal sebagai Raden Arya Kebon. Juga di sela waktunya ia pun kerap berkunjung ke kerajaan Cirebon. Hingga suatu hari sepulangnya dari Pendapa Agung Cirebon ia membawa air pemberian Sultan sebagai syarat untuk pengobatan sawah orang Indramayu dan juga pada saat pusaka itu ditemukan, sebagai ucapan terima kasih Sinuhun Cirebon memberikan hadiah kepada Sutajaya berupa Kendi Toya. Dari kisah inilah kemudian warga Desa Tugu meyakini bahwa pencetus Mapag Tamba adalah Raden Arya Kebon.

Sebagai upacara adat, Mapag Tamba berkaitan erat dengan pola kehidupan agraris yang berlangsung secara turun-temurun. Apabila merujuk kisah yang di atas berarti Mapag Tamba sudah berlangsung sejak abad ke-15 dan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada tahun 2016 serta diselenggarakan dengan tujuan menolak bala atau menangkal agar terhindar dari serangan hama pertanian.

Mapag Tamba, secara harfiah berasal dari kata mapag yang berarti 'menjemput' dan tamba berarti 'obat'. Jadi Mapag Tamba dapat diartikan sebagai upacara menjemput obat yang berupa air dari sembilan sumber mata air untuk dikucurkan ke sawah. Adapun Kesembilan sumber mata air tersebut yaitu air dari Mertasinga, air laut, air papagan (air muara), air sumur warak yang berada di Desa Sukaurip Kecamatan Balongan, air sumur jaba (sumur luar) yang berada di Situs Keramat Buyut Penjalin di Desa Tugu, air jambangan, air pande, air leri (air cucian beras), dan air bengawan sungai Cimanuk.

foto: Agus Purnomo
foto: Agus Purnomo

Prosesi mapag tamba terdiri atas tiga tahapan yang berbeda waktunya. Tahap pertama menjemput tamba dilakukan pada kamis pagi hingga siang hari. Tahap kedua menyatukan tamba dilakukan pada kamis malam. Dan tahap ketiga mengucurkan tamba ke sawah dilakukan pada hari jumat. Adapun kapan mapag tamba itu dilaksanakan? Yaitu pada saat usia padi menginjak 40 hingga 50 hari setelah usia penanaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun