Amat menggeleng lemah. "Ga jadi Tarawih, kan..."
Imat tambah penasaran, "Lah, di kontrakan ga salat Tarawih?"
Amat pun terpaksa menjelaskan, "Di kontrakan, sehabis salat Isya, ane cari-cari tutorial salat Tarawih. Nah, waktu buka-buka yutup, ane kedistrek sama yang lain-lain... sampai akhirnya ane ketiduran. Bangun-bangun udah hampir Subuh. Tadi cuma sempat sahur pake air putih segelas."
Imat cuma bisa nyengir mendengar kisah Amat. Mau ketawa takut dosa...
-0-
Seorang teman curhat. Sambil berulang kali beristighfar, dia menceritakan kesedihannya karena tidak bisa salat Tarawih di masjid, pada malam pertama Ramadhan. Kabarnya, masjid yang ditujunya sudah penuh dengan jamaah, bahkan meluber sampai ke jalanan di luar masjid. Teman saya itu langsung balik kanan. Pulang ke rumah. Gagallah Tarawih pertamanya di masjid. Begitu kisah ringkasnya.
Saya berusaha menyemangati. Saya katakan, dia sebenarnya dapat pahala dobel.
Pertama pahala karena sudah meniatkan untuk salat Tarawih di masjid. Ini niat yang baik, jadi pasti sudah dicatat oleh Malaikat. Allah juga pasti membalasnya dengan pahala yang besar. Haditsnya ada. Lumayan panjang. Potongan hadits tersebut yang cocok dengan kasus ini ada terjemahnya begini: "Barangsiapa berniat melakukan kebaikan namun dia tidak (jadi) melakukannya, Allah tetap menuliskannya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya." (Hadits Riwayat Al Bukhari dan Imam Muslim)
Kedua, dia melakukan salat sunnah di rumahnya. Salat sunnah di rumah ada banyak keutamaan dan pahalanya. Dikabarkan bahwa ada hadits dari Nabi Muhammad SAW yang artinya : “Salatlah kalian, wahai manusia, di rumah-rumah kalian, karena sebaik-baiknya salat adalah salat seseorang di rumahnya, kecuali salat wajib.” (Muttafaqun ‘alaih)
Jadi, seharusnya teman saya ini bersyukur karena dapat pahala dobel.
Tetapi, eh, tetapi.... Saya belum cek. Dia jadi salat di rumahnya atau ketiduran seperti si Amat?