Mohon tunggu...
dabPigol
dabPigol Mohon Tunggu... Wiraswasta - Nama Panggilan

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wage, Desa Pinggiran Surabaya yang Berkembang Pesat Pasca Bencana Lumpur Lapindo (1)

29 Januari 2019   08:36 Diperbarui: 29 Januari 2019   08:43 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makam Ratu Ayu, pepundhen Desa Wage. Dokumen : Wage Bersatu.

Makam Ratu Ayu, pepundhen Desa Wage. Dokumen : Wage Bersatu.
Makam Ratu Ayu, pepundhen Desa Wage. Dokumen : Wage Bersatu.
Dinamika masyarakat Desa Wage mulai terasa dan mengemuka ketika menyelenggarakan pemilihan kades pasca reformasi. Dari Kades Umar, digantikan oleh Syamsul Huda, yang terhitung keponakan mantan Kades Umar. Di era kepemimpinannya, desa Wage nampak biasa pergerakan dan perkembangan masyarakatnya. Meskipun telah ada beberapa lingkungan perumahan semisal asrama Polri dan lainnya di sisi Timur jalan tol Surabaya - Malang/ Gempol. 

Wilayah yang acapkali disebut Wage Kulon ini mulai menggeliat. Sementara itu, Wage Lor yang berbatasan dengan Pepe Legi, dinamikanya lebih terasa dengan hadirnya kompleks perumahan. Kondisi yang agak berbeda ada di Pedukuhan Singopadu atau Wage Kidul. Pergerakan yang cukup dinamis ada pada Wage Wetan mengikuti irama aktivitas Pasar Wage yang cenderung paling cepat. 

Secara sosiologis, masyarakat Desa Wage masih dapat dikategorikan sebagai desa berkembang (rural developed village). Berada diantara desa swadaya dan swasembada. Sifat khas masyarakat desa yang masih terpelihara adalah tradisi bersih desa yang biasanya dipusatkan di sekitar pemakaman Ratu Ayu. Tradisi gotong royong juga masih cukup kental pada peristiwa kematian, mulai dari nylawat (takziah), penguburan jenazah sampai prosesi kirim doa yang lebih popular dengan sebutan tahlilan. 

Pada saat takziah, para perempuan menyumbang bahan makanan pokok terutama beras, gula pasir dan minyak goreng. Sumbangan itu dibawa dengan wadah seperti baskom atau panci. Mereka datang berkelompok, ada yang berlima atau lebih. Tapi ada juga yang datang sendiri atau dalam kelompok kecil kurang dari lima orang. 

Sementara itu, para lelaki menyiapkan perlengkapan dan prosesi pemakaman sampai acara kirim doa yang berlangsung selama tujuh hari penuh. Bahkan ada hal yang menarik yaitu jika meninggalnya sebelum jam 10 malam, jenazah harus dimakamkan malam itu juga.  Meskipun kondisi hujan cukup deras. 

(Bersambung) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun