Desa Wage di Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur boleh jadi kurang dikenal sebelum terjadinya bencana lumpur panas Lapindo 2006. Sebagian diantara korban bencana yang belum selesai penanganannya meski telah dioperasionalkan sebuah badan khusus (BPLS) memilih hijrah ke arah Barat Daya di sekitar Kecamatan Taman dan Sukodono.Â
Suatu wilayah  tak jauh dari Kota Surabaya, sekira lima kilometer dari batas Selatan, Embong Bunder. Dan Desa Wage adalah satu diantaranya menjadi pilihan atau tujuan kepindahan warga Kecamatan Porong, Desa Renokenongo dan sekitarnya. Wilayah terparah dari bencana semburan lumpur terbesar sepanjang sejarah republik ini.Â
Menurut cerita seorang kasepuhan desa dan pensiunan guru SDN Wage 1, Bapak Alim Sudjono almarhum, pada dasawarsa 1960-an, Desa Wage adalah wilayah perlintasan yang tergolong sepi. Sebagai ilustrasi, wilayah di sisi Barat yang berbatasan dengan Desa Kedungturi atau Selatan yang bersebelahan dengan Bohar masih banyak lahan tidur berupa padang ilalang (ara-ara) yang disebut grumbul atau deretan rumpun bambu.
Sementara di sisi Timur yang berbatasan dengan Desa Bangah mulai ramai dengan hunian para pendatang baik dari wilayah sekitar maupun luar kota atau lain provinsi. Kondisi yang tidak begitu berbeda ada di sisi Utara yang berbatasan dengan Desa Pepe Legi.Â
Nama desa ini selalu dikaitkan dengan tokoh utama, pepunden atau pundhen, Ratu Ayu yang  membuka lahan atau babat alas. Kemudian sang Ratu  diabadikan menjadi satu nama jalan utama dan sebuah makam keramat.Â
Dari pundhen inilah muncul nama desa yang mengambil satu hari pasaran dalam kalender Jawa. Yakni Paing, Pon, Wage, Legi dan Kliwon. Pemilihan nama desa Wage konon berhubungan dengan legenda penetapan batas desa yang dilakukan pundhen di hari pasaran itu. Jadilah satu wilayah yang kini bernama Desa Wage.
Faktor lain adalah pembangunan Terminal Bus Purabaya yang lebih dikenal dengan nama Terminal Bus Bungurasih di Kecamatan Waru. Pengembangan Bandara Internasional Juanda di Kecamatan Sedati  juga berkontribusi besar dalam meningkatkan daya dukung pengembangan daerah-daerah penyangga ibukota Provinsi Jawa Timur itu mengarah ke Selatan.Â
***
Pada pertengahan tahun dua ribu, suasana jalan utama Desa Wage dari arah Sawotratap yang juga dikenal dengan sebutan putaran Aloha atau Maspion I ke arah Desa Kedungturi dan Geluran di Kecamatan Taman. Atau ke arah Desa Suko di Kecamatan Sukodono masih nampak normal.Â
Ruas jalan yang menyambung dari Sawotratap dan Pangeran Aryo Bebangah adalah Jalan Taruna. Kini, jalan yang berbatas jembatan layang di atas jalan tol Surabaya - Malang / Gempol itu sangat padat menyerupai kepadatan jalan-jalan utama di Ibukota Jakarta.Â
Wilayah yang acapkali disebut Wage Kulon ini mulai menggeliat. Sementara itu, Wage Lor yang berbatasan dengan Pepe Legi, dinamikanya lebih terasa dengan hadirnya kompleks perumahan. Kondisi yang agak berbeda ada di Pedukuhan Singopadu atau Wage Kidul. Pergerakan yang cukup dinamis ada pada Wage Wetan mengikuti irama aktivitas Pasar Wage yang cenderung paling cepat.Â
Secara sosiologis, masyarakat Desa Wage masih dapat dikategorikan sebagai desa berkembang (rural developed village). Berada diantara desa swadaya dan swasembada. Sifat khas masyarakat desa yang masih terpelihara adalah tradisi bersih desa yang biasanya dipusatkan di sekitar pemakaman Ratu Ayu. Tradisi gotong royong juga masih cukup kental pada peristiwa kematian, mulai dari nylawat (takziah), penguburan jenazah sampai prosesi kirim doa yang lebih popular dengan sebutan tahlilan.Â
Pada saat takziah, para perempuan menyumbang bahan makanan pokok terutama beras, gula pasir dan minyak goreng. Sumbangan itu dibawa dengan wadah seperti baskom atau panci. Mereka datang berkelompok, ada yang berlima atau lebih. Tapi ada juga yang datang sendiri atau dalam kelompok kecil kurang dari lima orang.Â
Sementara itu, para lelaki menyiapkan perlengkapan dan prosesi pemakaman sampai acara kirim doa yang berlangsung selama tujuh hari penuh. Bahkan ada hal yang menarik yaitu jika meninggalnya sebelum jam 10 malam, jenazah harus dimakamkan malam itu juga. Â Meskipun kondisi hujan cukup deras.Â
(Bersambung)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H