Mohon tunggu...
dabPigol
dabPigol Mohon Tunggu... Wiraswasta - Nama Panggilan

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mimpi yang Berulang

22 September 2018   21:24 Diperbarui: 22 September 2018   21:55 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Asmara tak seindah kata dalam puisi. Dan cinlok bisa terjadi di manapun, termasuk di lokasi bencana. Cinta yang kadangkala bertepuk sebelah tangan. Karena tangan lain ternyata menggapai yang berharga lainnya. 

Itulah yang terjadi pada diri Suci, sebut saja begitu. Mahasiswi cantik yang dikirim almamaternya membantu Posko Operasi Tanggap Darurat di Markas PMI Bantul. Dia komunikatif dan kemampuan berbahasa Inggrisnya cukup lancar. Seringkali mendampingi tamu atau delegasi mancanegara. 

Di tenda relawan laki-laki ada seorang pemuda ganteng yang mengaku bernama Rendra, berasal dari Jakarta. Kulit bersih dan tubuh atletis. Tak jelas waktu kedatangannya, dari  cerita para relawan lokal yang saya kenal, Rendra dan Suci ditengarai tengah menjalin asmara. Cerita biasa, pikir saya.

Minggu pertama kami disibukkan dengan urusan korban dan bantuan yang terus mengalir dari berbagai arah. Waktu dan frekuensi kedatangan sulit diprediksi. 

Mulai hari ketiga saya ditugaskan mengelola gudang di gedung Pramuka yang masih utuh dan cukup luas. Di situ hanya untuk bahan makanan dan obat-obatan. Pagi hari dikelola 4 atau lima orang. Di bagian obat, sesuai jurusannya, Suci ditempatkan. Kamipun sering ngobrol dan bercanda untuk mengisi waktu di kala senggang. 

Menjelang tengah malam, pada malam kelima, datang dua kontainer bantuan dari distributor besar produk-produk makanan. Di gudang hanya bertiga, saya dan dua relawan perempuan. Ada perintah dari Markas untuk segera memindahkan bantuan itu ke gudang. Saya menyuruh salah satu relawan mencari tambahan tenaga bongkar muat dan Suci di tenda relawan.

" Pak... mbak Suci nggak ada. Katanya sedang ke Jogja sama Rendra", Asih yang jadi asisten administrasi gudang memberi tahu.

" Siapa si Rendra itu Sih? Pacar atau saudaranya?", penasaran juga dengan nama yang sedang tren dua hari terakhir. 

" Itu lho pak, pemuda ganteng yang sering di dapur umum", Jawab Asih bersemangat.

" Katanya pernah ngobrol pak..".

Saya coba mengingatnya. 

" Ya . Kamu bisa menggantikan sampai Suci pulang....Sih. Tugasmu biar digantikan relawan lain", kataku.

***

Di pojok gudang, di antara tumpukan kardus mie instan yang menggunung, saya coba rebahan. Beralaskan kantong tidur yang selalu ada dalam ransel khusus, akhirnya terlelap juga. 

Siang itu cukup panas, tapi penat sehabis bongkar muat bantuan tak bisa dihambat. Suara dengkuran kian mengeras dan mengisi ruang yang tak seberapa luas gudang itu. 

Di tengah hari, sekitar tiga jam berlalu, mimpi perempuan yang kehilangan jari manisnya berulang. Kali ini tanpa igauan. Dorongan benda cair dalam tubuh terlalu kuat sampai membangunkan. Dan pasti tergopoh-gopoh ke kamar mandi. Hampir menabrak tumpukan barang dan orang yang lalu lalang. Hajat kecil yang tak mau ditunda-tunda.

***

Seharian kami menyisir setiap sudut angkruk. Mungkin ada sesuatu yang bisa membawa pemecah misteri dalam diri perempuan malang korban gempa yang beberapa hari ini hadir dalam mimpiku. Isyaratnya cukup jelas, tapi kepastiannya harus dicari. Saat itu belum ada Tim DVI (Disaster Victim Identification/ Identifikasi Korban Bencana). Yang ada baru bagian kedokteran forensik. Jumlahnya belum banyak dan masih terkonsentrasi di kota-kota besar.

Ibarat mencari jarum di tumpukan jerami, saya dan dua teman yang membantu mulai menyisir setiap sudut dan meraba-raba sela-sela bambu yang disusun sebagai alas duduk angkruk. 

Satu jam pertama hasilnya nihil. Begitu juga dua jam berikufnya. Tidak nampak tanda yang bisa jadi pedoman. Akhirnya diputuskan rehat sejenak untuk menjalankan kewajiban sholat dan makan siang. Dengan asa segera menemukan potongan jari perempuan korban gempa yang beberapa hari terakhir menghias mimpiku.

 Selesai makan siang saya memang ingin sekali rebahan di angkruk itu B untuk kedua kalinya. Belum juga menyentuh susunan bambunya, kulihat kilat cahaya sekilas. Tampak ada benda kecil terjepit diantara bambu. 

Dengan sangat hati-hati, kuambil pakai pinset yang selalu ada di kotak Pertolongan Pertama pribadi. Agak susah awalnya, sambil mengungkit salah satu bambu, benda kecil yang ternyata sebuah cincin kawin. Ada nama seseorang: Keti. 

***

Sepertinya persinggahan hati Suci tak lagi nyaman karena perbuatan ...

Sang Arjuna Kena Batunya 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun