Menjelang waktu Ashar, mata tak lagi mampu menahan rasa kantuk. Di angkruk (tempat kongkow, semacam pos ronda) saya tertidur pulas. Tanpa beban pikiran apapun. Apalagi soal orang-orang yang dievakuasi semalam sampai siang tadi. Semua adalah hal biasa dalam melakukan tugas kemanusiaan. Di tengah bencana besar, apalagi.
" Pak...pak. Bangun pak...!", entah berapa kali suara itu diucapkan. Yang jelas membuyarkan mimpiku.
Ternyata ada beberapa orang yang ada di sekitar angkruk.Â
" Pak. Tadi mengigau keras sampai terdengar oleh teman-teman yang sedang ngobrol di tenda sana". Orang itu menunjuk satu tenda yang jaraknya sekitar sepuluh meter.Â
"Pak Itong kaya manggil nama perempuan yang tadi siang meninggal di tempat ini. Pasien yang kehilangan satu jari manisnya", kata mBah Hadi menjelaskan.Â
" Oh.. pantas . Perempuan itu menangis keras dan meronta sambil menunjukkan tapak tangan kirinya. Begitu to... ceritanya", kataku.
Sayapun beranjak ke kamar mandi darurat yang lokasinya tak jauh dari tempat kami berkumpul tadi.Â
***
Setelah mandi dan sholat Ashar, sambil menunggu waktu Maghrib, sengaja berlama-lama di dalam Masjid Agung itu. Saya berbaur dengan para jama'ah yang sebagian besar pengungsi atau penunggu pasien rumah sakit lapangan yang baru difungsikan semalam untuk menampung korban gempa bumi yang meluluhlantakkan banyak hunian di sekitar kota Bantul.
(Bersambung dengan Mimpi Yang Berulang).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI