Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Bunga Api Menari di Los Angeles, Urgensi Gerakan Bersama untuk Atasi Karhutla

12 Januari 2025   10:44 Diperbarui: 12 Januari 2025   11:17 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bunga api menari-nari ditiup angin kencang di wilayah Los Angeles. Tarian bunga api berasal dari karhutla lalu merembet ke permukiman dan infrastruktur kota. Bumi hangus di LA berpotensi terjadi di manapun di muka bumi. Termasuk di Indonesia yang sebenarnya terdapat banyak sekali titik rawan kebakaran hutan dan lahan. Apalagi mentalitas warga yang ceroboh dan mengabaikan keselamatan lingkungan semakin rawan terjadi bencana kebakaran yang hebat.

Kebakaran hebat di LA akibat kebakaran hutan yang meluas hingga ke kawasan permukiman. Menyebabkan 10 korban jiwa dan memaksa sekitar 70.000 penduduk untuk mengungsi. Keadaan semakin memburuk karena adanya angin kencang Santa Ana dan vegetasi yang sangat kering. Akibatnya tarian api semakin besar dan merambat sangat cepat. Penjalaran api yang sangat cepat tidak bisa diatasi dengan teknologi pemadam kebakaran yang canggih sekalipun.

Pelajaran penting dari kebakaran LA terkait dengan penyebaran api dengan sangat cepat perlu dipikirkan oleh bangsa Indonesia yang merupakan negeri sarat bencana. Apalagi di Bumi Nusantara, Ibu Pertiwi sering kesakitan akibat hutan, gunung, ladang dan rawa banyak yang terbakar.

Kebakaran tidak hanya di luar Pulau Jawa, bahkan kota-kota di Pulau Jawa yang letaknya berada di lereng gunung melihat perbukitan gunung yang membara dilalap api. 

Ironisnya belum timbul gerakan dan kesadaran bersama untuk mengatasi bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) secara totalitas. Masyarakat masih banyak yang acuh tak acuh menghadapi bumi Pertiwi yang sedang terpanggang bara api. Padahal jika terjadi angin kencang, bunga api bisa menari nari di angkasa lalu terbawa angin hingga mencapai jarak yang jauh.

Kepedulian publik untuk mengatasi karhutla perlu segera ditumbuhkan. Budaya peduli dan tanggap untuk mencegah kebakaran perlu dibangkitkan. Perlu program padat karya untuk mengatasi karhutla. Program padat karya juga untuk mengatasi penduduk pedesaan yang sedang dilanda paceklik akibat kekeringan. Masalah kekeringan sudah pasti menimbulkan rawan daya beli di pedesaan karena mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

Ada masalah laten yang selama ini belum terpecahkan di negeri ini. Yakni pemerintah daerah tidak banyak yang menyadari kalau kotak Pandora telah terbuka. Dalam ekosistem ada istilah wetland (lahan basah) dan peatland (lahan gambut) keduanya lahan basah, untuk dijadikan perkebunan, maka debit air dikeluarkan dengan membangun kanal kanal pematus air.

Celakanya untuk land clearing dilakukan pembakaran. Maka lahan gambut yang rongga-rongganya telah kehilangan air mudah terbakar. Kalau sudah begini, hanya hujan deras dan terus menerus yang bisa memadamkan kebakaran. 

Mengatasi kebakaran di saat kemarau hampir-hampir tidak ada gunanya. Justru di musim hujan harus dilakukan perencanaan water management agar lahan basah tetap basah di saat kemarau. Mengeringkan lahan basah sama saja membuka kotak pandora mengundang bencana besar bagi seluruh makhluk yang hidup di sana dan daerah sekitarnya.

Indonesia memiliki lahan gambut sekitar 20,6 juta hektar yang merupakan setengah dari luas lahan gambut di daerah tropika. Sayangnya belum ada kesungguhan dan program yang tepat untuk mengelola dan melestarikan gambut secara tepat dan bijaksana. Program restorasi dan rehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi selama ini masih ala kadarnya.

Tahun 2023, 2024 dan bisa jadi 2025 mendatang merupakan tahun terpanas dalam sejarah umat manusia. Suhu global selama musim panas di belahan Bumi Utara tercatat merupakan yang terpanas dalam sejarah Bumi sejauh ini. Bahkan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa 9PBB0, Antonio Guterres, menyatakan bahwa saat ini kita semua sudah tidak lagi berada di era pemanasan global, melainkan telah memasuki era pendidihan global. Peningkatan temperatur global menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup umat manusia.

Langkah mitigasi karhutla oleh pemerintah daerah menjadi sangat urgen. Karhutla kini semakin meluas. Ironisnya belum ada kesungguhan dan program yang tepat untuk mengelola dan melestarikan gambut secara tepat dan bijaksana. 

Program restorasi dan rehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi selama ini masih ala kadarnya. Hal itu terlihat dengan banyaknya drainase yang dibuat oleh pengusaha yang kurang memperhatikan prinsip ekologis. Adanya drainase tersebut melancarkan kasus pembalakan liar dan menyebabkan lahan gambut mudah terbakar.

Kini terjadi kerusakan parah kawasan gambut tropika sehingga kemampuan kawasan sebagai penyimpan dan cadangan air berubah menjadi lahan yang kering kerontang dan menjelma menjadi bara api yang memproduksi asap yang menyebar kemana-mana. Itulah kutukan gambut ketika arah pembangunan begitu serakah merubah hutan gambut menjadi hutan industri.

Selama lima tahun terakhir kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tidak mampu diatasi oleh pemerintah daerah. Karena belum ada sistem mitigasi karhutla yang efektif untuk mengatasi. Akibatnya bencana terus berulang setiap musim kemarau. Mitigasi yang hanya mengerahkan personel dengan cara konvensional yakni melakukan keroyokan untuk memadamkan api hasilnya kurang optimal karena luasnya wilayah yang terbakar dalam waktu yang hampir bersamaan.

Solusi mengatasi karhutla secara dadakan dengan mendatangkan personel untuk memadamkan api secara keroyokan dengan menyemprotkan air dari pipa portabel kurang efektif untuk mengatasi bencana. Perlu inovasi teknologi untuk menyempurnakan mitigasi karhutla. Pemerintah harus segera menemukan solusi untuk mengatasi bencana asap. Solusi itu mencakup sistem jaringan pengairan dan sistem pemantauan dini terjadinya karhutla. Solusi diatas tentunya tidak bisa memakai metode asal-asalan.

Inovasi teknologi pengairan tersebut pada prinsipnya berperan ganda. Yakni mampu mengairi atau membasahi secara efisien lahan gambut yang kritis dan berpotensi terbakar.

 Selain itu jaringan pipa irigasi tersebut juga bisa berfungsi mengalirkan debit air yang tersimpan di hutan gambut yang masih lestari untuk keperluan usaha pertanian dan kebutuhan sanitasi masyarakat.

Teknologi pengairan dan mitigasi bencana di lahan gambut bisa mencontoh negara lain seperti Amerika Serikat, Spanyol, Australia, hingga Israel. Selama ini negara tersebut mengalami frekuensi kekeringan yang sangat tinggi, namun berkat inovasi teknologi pengairan dan sistem monitoring kekeringan yang baik, maka bencana karhutla bisa diatasi.

Inovasi untuk mitigasi karhutla membutuhkan banyak sensor pintar. Contoh sensor pintar itu adalah buatan Libelium perusahaan asal Spanyol. Perusahaan ini ahli dalam pembuatan sensor pintar yang terhubung dengan perangkat lunak untuk memudahkan pengawasan.Inovasi teknologi tersebut sangat efektif untuk pendeteksi dini kebakaran hutan di Spanyol. 

Sebagai contoh, sensor tersebut bisa diatur untuk mendeteksi kelembaban, suhu, dan perubahan tingkat CO2 dalam rentang waktu yang singkat. Sistem akan mengirimkan sinyal jika ada perubahan yang signifikan.

Teknologi dapat mendeteksi perubahan kecil dan menunjukkan sumber kebakaran dengan sangat akurat. Kekurangan dari teknologi ini adalah setiap sensor harus ditempatkan satu persatu secara manual. 

Selain sensor pintar juga dibutuhkan drone buatan bangsa sendiri untuk mitigasi karhutla. Perlu desain nasional drone dengan spesifikasi yang andal. Sangat luasnya wilayah yang berpotensi terjadinya karhutla membutuhkan unit drone dalam jumlah yang banyak.

Fungsi drone untuk pencitraan sangat membantu memantau wilayah dengan peningkatan suhu panas yang tak lazim.Kelebihan drone adalah bisa segera terbang untuk mengumpulkan data. Kekurangannya adalah cakupan wilayahnya yang terbatas, karena drone biasanya mengikuti jalur penerbangan yang sudah diprogram sebelumnya. Selain itu, daya tahan baterainya terbatas.

Untuk memperbaiki sistem mitigasi karhutla juga dibutuhkan sistem pencitraan satelit yang murah. Perlu membuat jenis satelit mikro untuk meningkatnya ketersediaan data satelit beresolusi tinggi. 

Satelit mikro yang ukurannya sebesar kotak sepatu diorbitkan ke luar angkasa dalam jumlah yang banyak. Satelit itu dapat menyampaikan pencitraan keseluruhan planet dengan frekuensi yang lebih sering dan biaya yang lebih murah dibandingkan satelit konvensional. Pencitraan satelit dapat membantu menganalisa perubahan pada penggunaan lahan dan ruang lingkup hutan, memetakan tingkat kebakaran, atau mencari sumber kebakaran. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun