Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Peran Badan Bank Tanah Mengatasi Gentrifikasi Menuju Keadilan Agraria

6 Januari 2025   23:43 Diperbarui: 6 Januari 2025   23:43 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bank tanah dan keadilan agraria (Kompas.id /DIDIE SW )

Peran Badan Bank Tanah Mengatasi Gentrifikasi Menuju Keadilan Agraria

Eksistensi Badan Bank Tanah di mata publik wajahnya belum menampakkan keadilan sosial. Publik belum memahami visi dan misi Badan Bank Tanah yang sejati. Masih banyak yang menganggap bank tanah didirikan hanya untuk kepentingan investor dan proyek-proyek pembangunan yang diberi label proyek strategis. Perlu sosialisasi agar wajah keadilan sosial dari Badan Bank Tanah tampak jelas. 

Keniscayaan, Badan Bank Tanah menempuh jalan keadilan sosial dengan mensinkronkan gerak langkahnya terhadap Asta Cita yang merupakan arah pembangunan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Delapan unsur Asta Cita mesti diakselerasi oleh Badan Bank Tanah demi terwujudnya Indonesia Emas. Menurut Louis Kelso dalam konsep menuju keadilan ekonomi terdapat tiga prinsip esensial yang bersifat interdependen, yaitu partisipasi, distribusi, dan harmoni. Ketiganya membentuk konstruksi keadilan ekonomi dalam masyarakat. Jika satu di antaranya hilang, niscaya konstruksi keadilan sosial menjadi runtuh.

Negara tidak boleh lelah mengelola harapan rakyat terkait dengan keadilan agraria. Sebagai negara sedang berkembang dengan jumlah penduduk lima besar dunia, Indonesia sejatinya masih sarat dengan berbagai ketimpangan penguasaan tanah yang mayoritas dikuasai oleh beberapa gelintir orang.

Sesuai dengan misinya sebagai badan yang terpercaya dibidang pengelolaan tanah yang berkesinambungan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan ekonomi berkeadilan.Untuk mencapai visi tersebut dijalankan melalui misi sebagai berikut:

Pertama, menjalankan berbagai upaya yang terkait dengan operasional badan untuk kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan dan Reforma Agraria. Kedua, menjamin ketersediaan tanah untuk pembangunan nasional. Ketiga, meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja.

Sampai saat ini, Badan Bank Tanah memiliki aset persediaan tanah seluas 27.169,54 Ha yang tersebar di 40 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Aset persediaan tanah yang dikelola Badan Bank Tanah diperoleh melalui tanah hasil penetapan pemerintah dan/atau tanah dari pihak lain.

Reforma Agraria merupakan salah satu tugas dan fungsi Badan Bank Tanah yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2021. Badan Bank Tanah wajib menyediakan paling sedikit 30 persen dari HPL Badan Bank Tanah untuk Reforma Agraria.

Masyarakat yang menjadi subjek Reforma Agraria akan mendapatkan Hak Pakai di atas HPL Badan Bank Tanah selama 10 tahun dan akan diberikan Sertifikat Hak Milik (SHM) apabila telah dimanfaatkan dengan baik. Bank Tanah menyiapkan lahannya, verifikasi subjek dilakukan oleh Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang diketuai oleh Bupati/Wali Kota.

 

Ilustrasi bank tanah dan fenomena gentrifikasi (sumber Radar Yogya )
Ilustrasi bank tanah dan fenomena gentrifikasi (sumber Radar Yogya )

Mengatasi Gentrifikasi

Aset persediaan tanah Badan Bank Tanah mestinya mampu mengatasi masalah aktual gentrifikasi. Fenomena gentrifikasi memiliki sisi positif dan negatif terhadap masyarakat akibat pembangunan wilayah dan kota. Dari aspek agraria atau penguasaan tanah, gentrifikasi banyak menimbulkan konflik sosial. Bahkan ada anggapan publik bahwa konflik pertanahan merupakan bentuk penjajahan baru akibat datangnya modal kapital yang menggusur kampung-kampung lama. Salah satu konflik yang masih hangat adalah kasus Proyek Rempang Eco City.

Fenomena gentrifikasi bisa terbebas dari konflik hebat jika masalah status pertanahan sudah disosialisasikan dan ditata dengan baik tanpa adanya intimidasi. Hak-hak penduduk lokal harus dilindungi. Negara mesti hadir untuk melindungi kampung lama, bukan malah membela investor asing dengan cara menggusur secara sewenang-wenang lalu melakukan relokasi terhadap penduduk lama ke tempat yang kurang layak.

Masalah pertanahan sejak Indonesia merdeka hingga kini masih krusial.Pemerintah perlu reinventing atau menggali kembali nilai dan esensi UUPA 1960. Pada tanggal 24 September 1960 Presiden Soekarno menetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan UUPA 1960.

Tanah air milik masyarakat lokal bukan lantas diubah penguasaannya seenaknya, lalu dikapling-kapling untuk investor dengan dalih proyek strategis. Pemerintah harus menghayati cita-cita yang melandasi ditetapkannya UUPA adalah untuk menciptakan pemerataan struktur penguasaan tanah demi mengangkat martabat dan kesejahteraan kaum tani. Program landreform atau pembaruan agraria yang menjadi substansi utama dalam UUPA 1960, oleh Presiden Soekarno disebut sebagai satu bagian mutlak dari jalannya revolusi Indonesia.

Tanah dan petani adalah satu kesatuan dan satu jiwa. Selain mewujudkan pembaruan agraria yang berdasarkan semangat UUPA 1960, pemerintah juga berkewajiban menyediakan infrastruktur yang andal untuk bertani, seperti prasarana irigasi, mekanisasi, bibit, dan pupuk.

Konflik agraria masih sering terjadi hingga kini, baik di pedesaan maupun perkotaan.

Pemerintah perlu memiliki strategi komunikasi massa untuk mereduksi konflik tersebut. Pada prinsipnya gentrifikasi memiliki pengertian perubahan karakteristik penghuni suatu kawasan, dari kelas menengah ke bawah menjadi kelas menengah ke atas, acap kali dipandang merampas hak-hak kehidupan masyarakat yang terdampak. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa fenomena gentrifikasi yang biasanya sejalan dengan pembangunan wilayah dan kota juga memberikan manfaat yang cukup besar.

Fenomena gentrifikasi juga berarti proses perubahan sosial dan ekonomi di suatu wilayah yang umumnya ditandai dengan kedatangan penduduk dengan tingkat ekonomi lebih tinggi ke wilayah yang sebelumnya dihuni oleh penduduk dengan tingkat ekonomi lebih rendah. Proyek Rempang Eco City yang akan menjadi kawasan ekonomi khusus dan permukiman super elit serta untuk destinasi pariwisata, mestinya melibatkan partisipasi masyarakat pemilik tanah Kampung Tua secara langsung dalam proyek pengembangan wilayah tersebut. Bukan dengan cara merelokasi. Posisi mereka berbeda dengan masyarakat Pulau Rempang yang melakukan pendudukan atas bekas perkebunan HGU, yang memang perlu pendekatan khusus.

Bibit konflik di Rempang sebenarnya mulai muncul sejak dahulu, ketika Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 41 Tahun 1973 memberikan Hak Pengelolaan kepada Otorita Batam. Ketentuan Pasal 6 Ayat 2 Huruf a keppres tersebut menyatakan, seluruh areal yang terletak di Pulau Batam diserahkan dengan status hak pengelolaan (HPL) kepada Otorita Batam.

Operasional bank tanah membutuhkan data spasial yang berbentuk bermacam peta tematik dengan skala yang memadai. Perkembangan teknologi big data sangat membantu mewujudkan digitalisasi peta tematik terkait dengan pengelolaan sumber daya alam, sistem pajak bumi dan bangunan (PBB) hingga sistem informasi pertanahan.

 

Peta terbaru Indonesia yang diluncurkan oleh Badan Informasi Geospasial.(foto: BIG via Kompas.com)
Peta terbaru Indonesia yang diluncurkan oleh Badan Informasi Geospasial.(foto: BIG via Kompas.com)

Sinergi dengan BIG

Badan Bank Tanah perlu bersinergi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG). Badan ini bertugas mewujudkan tujuan UU tentang informasi geospasial untuk menjamin ketersediaan akses terhadap informasi geospasial yang dapat dipertanggungjawabkan. BIG juga mendorong penggunaan informasi geospasial dalam penyelenggaraan pemerintahan dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Mengelola wilayah secara efektif perlu Program Satu Peta yang terintegrasi secara nasional dan terkelola dengan teknologi spasial terkini. Selain mengatasi tumpang tindih pemanfaatan tanah, Program Satu Peta juga membuat perencanaan pembangunan lebih akurat lagi karena bukan hanya berdasarkan data, tapi juga berdasarkan peta yang detail. Agar semua aspek pertanahan bisa dikelola dengan baik. Dalam era globalisasi, sistem informasi pertanahan juga sangat berguna untuk menentukan pola spasial pusat ekonomi. Pola spasial itu berbasis Geographical Information System (GIS) dengan faktor interoperabilitas yang baik. Sehingga publik mudah mengaksesnya lewat internet.

Beberapa kali pemerintah merevisi peraturan tentang pengadaan tanah untuk pembangunan. Setelah revisi terhadap Perpres No.65/2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum. Masalah tersebut diatasi lewat UU Cipta Kerja.

Salah satu kendala yang signifikan adalah masalah rendahnya kredibilitas sistem informasi pertanahan di daerah. Sistem selama ini masih dibuat asal-asalan. Pada prinsipnya sistem informasi pertanahan atau Land Information System (LIS) adalah sistem database terintegrasi yang mengelola data-data tanah yang bisa diakses publik secara praktis. Antara lain meliputi koordinat batas-batasnya, penggunaan lahannya beserta sejarah kepemilikannya. Mestinya LIS terintegrasi dengan suatu jaringan infrastruktur data spasial nasional dan daerah. Sehingga, secara mudah bisa diakses bersama-sama oleh pihak yang berkepentingan. (TS) ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun