Spirit Transformasi Iptek
Dalam era saat ini pertempuran Lengkong Serpong merupakan spirit transformasi Iptek bangsa untuk mendukung Asta Cita Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto. Tajuk prioritas pembangunan presiden terpilih Prabowo Subianto diberi judul Asta Cita menjadi grand design pembangunan nasional yang sesuai dengan semangat zaman. Faktor penting untuk mewujudkan pemerintahan yang efektif dan berdaya saing tinggi adalah mencetak SDM bangsa khususnya di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM).
Presiden Prabowo sering mengutip sajak atau puisi yang ditemukan di kantong baju perwira muda Subianto yang gugur dalam pertempuran Lengkong .Itu merupakan penggalan puisi karya Henriette Roland Holst yang tertulis dalam Bahasa Belanda.
Margono Djojohadikusumo, yang juga kakek Presiden Prabowo, meminta Rosihan Anwar untuk menggubahnya dalam Bahasa Indonesia. Bunyi syair itu menjadi: "Kami bukan pembina candi/ kami hanya pengangkut batu/ kamilah angkatan yang pasti musnah/agar menjelma angkatan baru..." Untuk mengenang dua adiknya, Sumitro Joyohadikusumo kemudian memberikan dua nama itu kepada anaknya yakni Prabowo Subianto dan Hashim Soejono.
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan RI, Subianto semakin rajin menyambangi Wakil Presiden Moh Hatta, hingga dirinya gugur dalam peristiwa Lengkong, Januari 1946. Salah seorang sahabat Soebianto di STI, A. Karim Halim mengenang, dibawah kepemimpinan Soebianto, PP STI berkembang menjadi organisasi pemuda perjuangan. Tanpa kenal lelah, Soebianto kerap mengumpulkan para mahasiswa STI untuk menggembleng mereka dengan niaii-nilai kebangsaan dan kemerdekaan. Soebianto juga menitipkan berapa semboyan perjuangan kepada Karim Halim dengan pesan agar semboyan-semboyan. Itu ditulis dan dilukis di tembok-tembok kota, di trem, gerbong kereta api, dan di badan-badan oto mobil.
Dengan spirit perjuangan patriot bangsa Subianto Djojohadikusumo, Pemerintahan Prabowo perlu menempuh kebijakan nasional untuk menyelamatkan perguruan tinggi. Pembinaan atau bantuan yang diperuntukkan bagi PTS kurang dari enam persen dari total anggaran. Sementara PTN menerima kurang lebih 94 persen dari total anggaran. Dikotomi ini seharusnya tidak terjadi mengingat PTN dan PTS memiliki tanggungjawab yang sama dalam meningkatkan partisipasi pendidikan tinggi.
Fakta menunjukkan bahwa intake atau daya serap jumlah mahasiswa PTS sangat massif setiap tahun akademis.Sekedar gambaran Universitas Pamulang yang merupakan universitas besar di Indonesia intake nya sekitar 25 ribu mahasiswa baru. Selain itu Universitas BINUS intake nya sekitar 24 ribu dari seluruh program atau prodi, dari jumlah tersebut 16 ribu mahasiswa mengikuti prodi sistem informasi dan ilmu komputer. Sementara itu PTN seperti misalnya ITB prodi informatika hanya meluluskan 250 orang per tahun, yang terdiri dari 2 sub prodi yakni SI dan informatika.
Data menunjukkan bahwa saat ini PTS mendidik sebanyak 72 persen mahasiswa, sehingga perhatian pada kualitas perlu ditingkatkan. Tantangan yang harus dihadapi PTS adalah proses pendidikan terjamin dengan manajemen mutu yang baik.
Seperti halnya tren di negara maju sedang populer istilah micro credential atau pengayaan kompetensi secara spesifik. ITI juga mesti mengadakan pengayaan ini yang mesti diberikan untuk mahasiswa dengan latar belakang atau fondasi keilmuan yang cukup kuat sehingga dapat lebih sesuai dengan kebutuhan yang sangat dinamis saat ini.
Micro Credential tersebut sangat dibutuhkan oleh dunia industri, terutama pada dunia industri digital saat ini yang berubah secara cepat. Kebutuhan kompetensi pada lima sampai 10 tahun ke depan akan berbeda dengan kompetensi yang ada sekarang. Hal tersebut didorong oleh kemajuan teknologi yang sangat pesat dan banyaknya disrupsi yang terjadi.
Keniscayaan, transformasi perguruan tinggi adalah dengan membuka Program Micro Credential plus Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) untuk beberapa prodi. Agar program tersebut efektif perlu melibatkan kementerian dalam Kabinet Merah Putih yang dipimpin oleh Presiden Prabowo.