Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menteri Bahlil Hapus Konsultan Minerba, Ada Apa ?

24 September 2024   12:54 Diperbarui: 24 September 2024   12:58 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menteri Bahlil Hapus Konsultan Minerba, Ada Apa ?

 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia meminta Tri Winarno, yang baru saja dilantik menjadi Direktur Jenderal Mineral dan Batubara atau Dirjen Minerba, untuk meniadakan alias menghapus seluruh konsultan di direktoratnya.

Menurut Menteri Bahlil, konsultan tersebut menjadi akar permasalahan terkait perkara-perkara hukum di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. Sektor pertambangan di Indonesia telah menjadi salah satu sektor unggulan dengan potensi ekonomi yang cukup besar. Namun perkembangannya diiringi dengan kompleksitas hukum dan regulasi yang melingkupinya, terutama sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

Hal diatas mengundang konsultan hukum khususnya bidang hukum pertambangan.Untuk mengatasi persoalan-persoalan klien di sektor pertambangan diperlukan pemahaman yang mendalam baik secara teori maupun praktik di lapangan. Kurangnya pemahaman hukum terkait pertambangan dapat menjadi hambatan dalam memberikan layanan hukum yang komprehensif dan tepat sasaran bagi klien di sektor pertambangan.

Selama ini konsultan hukum pertambangan lebih banyak berkutat masalah pengusahaan pertambangan, perizinan dan pembinaan pertambangan, kajian lingkungan dalam wilayah pertambangan, legal due diligence serta teknik dalam upaya hukum litigasi dan nonlitigasi.

Kegalauan dan keraguan pemerintah menyebabkan kondisi ketidakpastian bagi investor yang telah dan akan menanamkan modalnya untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter. Pemerintah mendatang yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto hendaknya tidak mengkhianati kepentingan generasi yang akan datang. Sebaiknya pemerintah tidak obral murah IUPK. Ketentuan untuk IUPK harus ditambah dengan transparansi usaha pertambangan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) serta pengembangan teknologi dan proses inovasi.

Hilirisasi pertambangan minerba perlu mencontoh negara-negara yang mengandalkan sumber daya alam, seperti United Arab Emirates (UAE) dan Australia, dalam melakukan rencana strategis jangka panjang yang selalu mengutamakan manfaat keseluruhan terhadap ekonomi domestik. Eksploitasi sumber daya alam harus diikuti dengan pembangunan rantai nilai yang lain, seperti smelter dan sektor hilir atau penunjang lainnya, sehingga dapat memaksimalkan manfaat ekonomi secara jangka panjang. Mereka sadar bahwa sumber daya alam tersebut tidak bisa selamanya memberikan manfaat ekonomi.

Pembangunan dan pengembangan smelter di Indonesia mengalami berbagai kendala teknis dan non-teknis. Namun begitu pemerintah dituntut memiliki akal panjang agar pembangunan berbagai jenis smelter bisa bertambah lagi secara signifikan. Mengingat aneka macam mineral di negeri ini masih belum didayagunakan.

Salah satu masalah yang cukup rumit adalah pembangunan smelter bijih besi. Hingga kini daya serap perusahaan nasional terhadap produk bijih besi (iron ore) masih kecil, sehingga produsen cenderung mengekspor.

Perusahaan nasional penyerap bijih besi terbesar adalah PT Meratus Jaya Iron and Steel, perusahaan patungan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) dengan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Meratus Jaya merupakan pabrik pengolahan bijih besi menjadi besi setengah jadi (sponge iron) berkapasitas produksi hingga 400 ribu ton per tahun.

Selama ini ekspor bijih besi volumenya tetap tinggi karena grade bijih besi dari bumi Indonesia tidak semua cocok dengan tungku atau kebutuhan industri hulu baja, sehingga harus dilakukan blending atas bijih besi. Inilah yang membuat Krakatau Steel mengimpor seluruh kebutuhan bahan baku iron ore pellet.

Dalam kasus tersebut kebutuhan bahan baku iron ore pellet Krakatau Steel seluruhnya masih diimpor. Namun, jika pabrik baja sistem tanur tinggi (blast furnace) sudah terbangun, maka bijih besi lokal bisa digunakan.

Sekedar catatan, untuk memenuhi kekurangan produksi baja, pabrik baja baru dengan kapasitas 6- 8 juta ton sebaiknya segera dibangun. Dengan demikian pengolahan bijih besi dalam negeri menjadi produk besi spons diharapkan dapat mensubstitusi besi tua sebagai bahan baku pembuatan baja dengan teknologi berbasis EAF.

Saat ini impor besi tua sering bermasalah dengan instansi bea cukai karena dicurigai mengandung bahan B3. Bijih besi Indonesia dikelompokkan menjadi tiga yaitu bijih besi primer (hematit dan magnetit), bijih besi laterit dan pasir besi. Saatnya kegiatan eksplorasi harus digencarkan untuk menjadikan potensi sumber daya (resources) menjadi cadangan (reserves). Karena cadangan bijih besi Indonesia didominasi oleh bijih besi laterit maka teknologi dan jalur proses yang sesuai untuk mengolah bijih besi laterit ini sebaiknya dikaji lebih dalam untuk mendapatkan proses yang optimum dan efisien. Sehingga produk baja yang dihasilkan berkualitas dan mempunyai nilai jual tinggi.

Masalah laten dalam usaha pertambangan di Indonesia adalah belum adanya transparansi usaha dan asas keadilan yang sering dicederai.

Ada beberapa kelemahan yang terkandung dalam UU Minerba yang harus diantisipasi sehingga tidak menjadi persoalan krusial. Dalam penetapan wilayah usaha pertambangan (WUP), kewenangan menetapkan hanya sampai pada level pemerintahan provinsi, sementara pemerintah kabupaten/kota tidak dilibatkan. Hal ini bisa menimbulkan ketegangan di lapangan terkait dengan operasional tambang.

Selain itu pengaturan besarnya luas izin usaha pertambangan (IUP) dengan penetapan minimal 5.000 hektar akan bertentangan dengan kebijakan daerah yang memiliki lahan terbatas. Kewenangan melakukan riset bidang pertambangan juga timpang, karena hanya sampai pada level provinsi. 

Padahal wilayah usaha pertambangan dan bahan tambang ada pada wilayah kabupaten/kota. Selain itu dengan adanya pengaturan bahwa pemegang IUP dan ijin usaha pertambangan khusus (IUPK) dapat memanfaatkan infrastruktur publik di daerah, seperti jalan, jembatan dan lain-lain untuk keperluan usaha pertambangan. 

Pasal diatas sangat merugikan masyarakat, sebab dengan dibebaskannya perusahaan tambang dalam mendompleng infrastruktur publik, maka akan memperpendek umur infrastruktur tersebut. Apalagi aktivitas usaha pertambangan menggunakan alat-alat berat. Ironisnya untuk mengatasi kerusakan infrastruktur publik oleh usaha pertambangan biayanya acap kali ditanggung dengan APBD.

Perlu kalkulasi yang tepat terkait ekonomi SDA sebelum dilakukan eksploitasi tambang. Penghitungan itu sebaiknya dilakukan oleh pihak yang independen dan melibatkan pemerintah daerah. Pendekatan valuasi ekonomi total (total economic valuations) dapat dipakai untuk menghitung manfaat ekonomi sumberdaya sebelum adanya kegiatan eksploitasi tambang sebagai basis untuk menentukan peningkatan kesejahteraan masyarakat terkait usaha pertambangan di sekitarnya.

Peta-peta kondisi fisik sumberdaya dan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar diperlukan sebagai instrumen penghitungan valuasi ekonomi. Penghitungan valuasi ekonomi harus didasarkan atas kondisi sumberdaya alam pada saat awal atau peta kondisi SDA awal. Teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis, dapat membantu mempercepat proses inventarisasi dan monitoring keberadaan sumberdaya. Perekaman kondisi SDA yang disajikan dalam bentuk peta SDA digital akan memudahkan penyajian perubahan kondisi SDA dari waktu ke waktu. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun