Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sesar Gasela Menggeliat, Siapkan Mitigasi Gempa Dangkal

19 September 2024   21:22 Diperbarui: 19 September 2024   21:26 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perlu sinergi lembaga terkait dengan integrasi sistem mitigasi dan command center. Salah satu lembaga yang sesuai adalah Perusahaan Listrik Negara ( PLN ), karena BUMN ini memiliki jaringan infrastruktur hingga pelosok daerah. Selain itu penggunaan daya listrik merupakan keniscayaan bagi usaha mitigasi bencana maupun penanggulangan bencana saat tanggap darurat maupun tahap rekonstruksi bangunan pasca bencana. PLN juga memiliki platform digital pelanggan listrik yang berbasis data kependudukan dan dan data spasial.

Selain itu PT PLN mampu memasifkan edukasi kepada masyarakat terkait Standard Operational Procedure (SOP) jika terjadi bencana. Hal itu penting bagi masyarakat untuk mengetahui bagaimana penanganan kelistrikan harus dilakukan jika terjadi bencana.

Sistem mitigasi cerdas bertujuan memutakhirkan data sumber daya, kesiapan dan kelayakan sarana dan prasarana, serta menjadi sumber informasi tunggal, juga media edukasi bagi masyarakat dengan sistem early warning system yang dapat menjangkau semua lapisan masyarakat dalam wilayah terkait.

Dalam UU No 23 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, salah satu langkah yang perlu dilakukan untuk pengurangan risiko bencana adalah melalui mitigasi bencana. Diterangkan bahwa mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Salah satu bentuk kegiatan mitigasi bencana menurut pasal 47 ayat 2 (c) adalah melalui pendidikan, penyuluhan dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern. Bahwa untuk mengintegrasikan karakter masyarakat kawasan rawan bencana dengan regulasi pemerintah dalam penanganan bencana, bisa tercapai dengan baik jika kedua belah pihak mampu menciptakan komunikasi kohesif yang menghasilkan pemahaman bersama.

Perlu mengembangkan teknologi kebencanaan dan sistem komunikasi yang membumi sehingga sesuai dengan standar Internasional Surface Artificial Intelligence Communicator (ISACO). Dalam kondisi darurat bencana, komunikasi amat dibutuhkan sebagai fungsi manajemen dan koordinasi antara pemerintah, korban, masyarakat, relawan dan media massa. Manajemen komunikasi krisis yang baik akan membuat fungsi koordinasi dan pengambilan keputusan pemerintah berjalan efektif. Pada sisi korban bencana, penderitaan bisa dikurangi karena bantuan lebih cepat dan mudah diberikan dengan modal informasi yang memadai.

Pemerintah daerah masih lemah dalam penerapan kebijakan standar bangunan tahan gempa. Perubahan mendasar dalam standar baru bangunan tahan gempa pada prinsipnya ada di tingkat kinerja runtuhnya struktur. Kesiapan para praktisi dan pemerintah daerah untuk menghadapi perubahan itu, terutama pada implikasi anggaran pelaksanaan proyek, dan mekanisme pengadaan barang dan jasa belum mampu beradaptasi. Diperparah lagi dengan rendahnya kualitas pendidikan praktisi dan pejabat pemerintah daerah.

Akibatnya, pelaksanaan standar baru terasa lambat diterapkan dan bermasalah bagi keberlanjutan konstruksi gedung.Salah satu contoh, publik melihat bangunan publik seperti sekolah, rumah sakit dan pasar mengalami rusak berat akibat gempa. Idealnya, suatu struktur bangunan publik pasca gempa diharapkan mampu untuk tetap berdiri dan secara fungsional masih bisa digunakan.

Gempa yang terjadi berulang kali, khususnya di Tatar Sunda mestinya menyadarkan perlunya penerapan struktur bangunan publik dan rumah penduduk yang akrab dengan gempa karena mampu mereduksi efeknya. Fakta telah menyebutkan bahwa sebagian besar korban gempa akibat tertimpa material bangunan. Dengan fakta tersebut mau tidak mau kita harus memikirkan solusi teknik bangunan serta mengevaluasi dan memasyarakatkan aspek struktur bangunan di daerah rawan gempa.

Selain itu dibutuhkan teknologi tepat guna yang murah dengan bahan baku lokal yang melimpah guna meminimalkan dampak gempa. Sebenarnya leluhur orang Sunda telah mewariskan kearifan lokal berupa arsitektur bangunan rumah berbahan baku lokal yang bisa mereduksi efek gempa. Kekayaan budaya tersebut perlu diterapkan sesuai dengan perkembangan teknologi. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun