Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pesawat N219 Tembus Pasar Afrika, Produk Lain Perlu Mengikuti

5 September 2024   19:41 Diperbarui: 5 September 2024   19:41 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pesawat N219 Tembus Pasar Afrika, Produk Lain Perlu Mengikuti

Pesawat terbang buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) berhasil menembus pasar Afrika. Pada acara gelaran Indonesia-Africa Forum 2024, sebanyak lima unit pesawat N219 buatan PT DI dibeli oleh Setdco Group milik budayawan dan pengusaha Setiawan Djody. Untuk selanjutnya pesawat tersebut dengan skema pembiayaan tertentu akan diserahkan atau dibeli oleh Pemerintah Demokratik Republik Kongo.

Penandatanganan dokumen kontrak jual beli antara PTDI dan Setdco Group yang disaksikan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa diharapkan tidak mengalami kegagalan, mengingat selama ini beberapa pihak yang bermaksud membeli pesawat N219, ternyata hingga kini tidak ada kelanjutannya.

Afrika memiliki potensi besar untuk pertumbuhan pasar aviasi, dengan kebutuhan signifikan terhadap pesawat-pesawat regional yang mampu beroperasi di bandara-bandara dengan infrastruktur yang belum optimal atau biasa disebut bandara perintis.

Terobosan N219 ke pasar Afrika mestinya diikuti oleh produk atau komoditas lainnya. Mengingat volume ekspor Indonesia ke Afrika masih sedikit. Padahal Indonesia telah memiliki hubungan diplomatik dengan 54 negara Afrika.

Hubungan baik Indonesia dengan negara-negara Afrika tercatat telah terjalin sejak tahun 1946, ditandai dengan sikap politik Mesir sebagai negara Arab-Afrika pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Kedekatan hubungan Indonesia dengan negara-negara Afrika semakin erat melalui penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) dan peran penting Indonesia dalam Gerakan Non Blok (GNB).

Sayangnya, hingga kini kerja sama ekonomi dengan negara-negara Afrika masih belum dilakukan secara optimal, salah satunya ditunjukkan oleh masih kecilnya nilai perdagangan Indonesia dengan negara-negara Afrika. Pada 2022, akumulasi nilai perdagangan bilateral Indonesia dengan 54 negara mitra di kawasan Afrika mencapai 17,4 miliar Dolar Amerika Serikat/AS (ekspor senilai 7,2 miliar Dolar AS dan impor senilai 10,2 miliar Dolar AS).

Sebagai perbandingan, pada tahun yang sama, nilai perdagangan bilateral antara Indonesia dan Republik Korea mencapai 24,5 miliar Dolar AS, dengan Singapura 33,8 miliar Dolar AS, dan dengan Jepang 42 miliar Dolar AS.

Belum optimalnya potensi kerjasama dimaksud salah satunya dipengaruhi jumlah Kantor Perwakilan RI di kawasan Afrika yang belum merepresentasikan besarnya kepentingan Indonesia di kawasan tersebut. Dari total 54 negara mitra di kawasan Afrika, kantor perwakilan RI baru hadir di 16 negara, serta hanya didukung satu Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Cape Town, Afrika Selatan. Keberadaan kantor perwakilan RI di Afrika seyogyanya merupakan bagian penting dari desain kebijakan luar negeri Indonesia untuk kawasan Afrika. Sebagai perbandingan, AS memiliki 54 misi diplomatik di Afrika, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) 53 misi diplomatik, dan India 47 misi diplomatik.

Eksistensi birokrasi dan lembaga yang seharusnya mewujudkan peningkatan volume ekspor dan memperluas pangsa pasar, ternyata kinerjanya belum memuaskan. Keberadaan badan seperti Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (DJPEN) dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) patut dipertanyakan kinerjanya. Apalagi keberadaan ITPC selama ini telah tersebar di berbagai negara dan menyedot dana yang besar. Namun hasil kerjanya hingga kini tidak memuaskan.

Selama ini Indonesia mengabaikan pangsa pasar non-tradisional. Padahal pasar ekspor tradisional sudah jenuh, mestinya segera melebarkan sayap untuk menciptakan pasar baru. Seperti di Asia Selatan, Timur Tengah dan Afrika. Negara-negara di dunia telah menyusun agenda perdagangan dan investasi lebih agresif. Serta didukung oleh SDM investasi dan perdagangan yang memiliki pengalaman dan keahlian global.

Hal diatas sebetulnya sudah menjadi rekomendasi oleh G20 yang mendorong anggotanya melakukan penguatan kerjasama, terutama dengan negara-negara di Afrika melalui program Compact with Africa. Program tersebut bertujuan meningkatkan perdagangan dan investasi dari swasta.

Sayangnya Indonesia kurang merespon secara cepat dan tepat program tersebut. Indonesia perlu membentuk skunk works perdagangan dan investasi yang mampu melakukan terobosan ekspor. Termasuk menerobos ke negara-negara Afrika yang notabene adalah pasar baru atau non tradisional.

Perlu mencermati lagi hasil pembahasan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G20 di kota Baden, Jerman. Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani pernah menyatakan dukungan Indonesia untuk terlaksananya program Compact with Africa. Dan mendorong keterlibatan lebih besar sektor swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia untuk memanfaatkan program ini sebagai kesempatan memperluas investasi dan perdagangan ke benua Afrika.

Aspek perdagangan dan investasi ke Afrika bisa diperankan dengan baik oleh diaspora. Apalagi diaspora dari negara Afrika di Indonesia cukup banyak. Begitu pula sebaliknya. Dalam era globalisasi eksistensi diaspora sangat penting karena menjadi katalisator ekonomi dunia.

Selama ini kerja sama, perdagangan dan investasi dari luar negeri kerap mengalami hambatan koordinasi, birokrasi, dan masalah inovasi. Untuk melakukan ekspor atau mendatangkan investor tidak cukup hanya dengan mengatasi hambatan birokrasi dan perizinan. Perlu pendekatan nilai dan laporan hasil riset yang menekankan kepada keunggulan komoditas ekspor nasional untuk menerobos pasar baru.

Dibutuhkan sejumlah Skunk Work yang memiliki kemampuan untuk menciptakan pasar ekspor baru dan memahami konsep value investment diberbagai negara. Pakar investasi gobal Benjamin Graham yang juga dijuluki sebagai bapak value investing menyatakan bahwa investasi membutuhkan analisis yang komprehensif terkait dengan rasio investasi, metodologi valuasi serta mencari nilai untuk menjustifikasi spekulasi. Para Skunk Works harus mampu mengeksplorasi beragam jenis metode valuasi investasi untuk menangkap peluang ekspor dan investasi.

Sebagai tim,para Skunk Works juga harus mampu melakukan diplomasi ekonomi dan perlu koordinasi antar institusi terkait dan identifikasi perluasan pasar ke wilayah non-tradisional atau pasar baru.

Skunk works sebaiknya juga direkrut dari para diaspora Indonesia yang tersebar di berbagai belahan bumi. Diaspora Indonesia adalah para pecinta keindonesiaan di negara manapun. Diaspora tidak hanya dari WNI, tetapi juga bisa berasal dari orang-orang yang pernah tinggal di Indonesia, baik diplomat atau para mahasiswa atau pekerja yang pernah bekerja di Indonesia. Termasuk juga para peneliti atau ilmuwan yang tetap ada di negara mereka, tapi punya hubungan baik dengan KBRI setempat. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun