Pesawat N219 Tembus Pasar Afrika, Produk Lain Perlu Mengikuti
Pesawat terbang buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) berhasil menembus pasar Afrika. Pada acara gelaran Indonesia-Africa Forum 2024, sebanyak lima unit pesawat N219 buatan PT DI dibeli oleh Setdco Group milik budayawan dan pengusaha Setiawan Djody. Untuk selanjutnya pesawat tersebut dengan skema pembiayaan tertentu akan diserahkan atau dibeli oleh Pemerintah Demokratik Republik Kongo.
Penandatanganan dokumen kontrak jual beli antara PTDI dan Setdco Group yang disaksikan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa diharapkan tidak mengalami kegagalan, mengingat selama ini beberapa pihak yang bermaksud membeli pesawat N219, ternyata hingga kini tidak ada kelanjutannya.
Afrika memiliki potensi besar untuk pertumbuhan pasar aviasi, dengan kebutuhan signifikan terhadap pesawat-pesawat regional yang mampu beroperasi di bandara-bandara dengan infrastruktur yang belum optimal atau biasa disebut bandara perintis.
Terobosan N219 ke pasar Afrika mestinya diikuti oleh produk atau komoditas lainnya. Mengingat volume ekspor Indonesia ke Afrika masih sedikit. Padahal Indonesia telah memiliki hubungan diplomatik dengan 54 negara Afrika.
Hubungan baik Indonesia dengan negara-negara Afrika tercatat telah terjalin sejak tahun 1946, ditandai dengan sikap politik Mesir sebagai negara Arab-Afrika pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Kedekatan hubungan Indonesia dengan negara-negara Afrika semakin erat melalui penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) dan peran penting Indonesia dalam Gerakan Non Blok (GNB).
Sayangnya, hingga kini kerja sama ekonomi dengan negara-negara Afrika masih belum dilakukan secara optimal, salah satunya ditunjukkan oleh masih kecilnya nilai perdagangan Indonesia dengan negara-negara Afrika. Pada 2022, akumulasi nilai perdagangan bilateral Indonesia dengan 54 negara mitra di kawasan Afrika mencapai 17,4 miliar Dolar Amerika Serikat/AS (ekspor senilai 7,2 miliar Dolar AS dan impor senilai 10,2 miliar Dolar AS).
Sebagai perbandingan, pada tahun yang sama, nilai perdagangan bilateral antara Indonesia dan Republik Korea mencapai 24,5 miliar Dolar AS, dengan Singapura 33,8 miliar Dolar AS, dan dengan Jepang 42 miliar Dolar AS.
Belum optimalnya potensi kerjasama dimaksud salah satunya dipengaruhi jumlah Kantor Perwakilan RI di kawasan Afrika yang belum merepresentasikan besarnya kepentingan Indonesia di kawasan tersebut. Dari total 54 negara mitra di kawasan Afrika, kantor perwakilan RI baru hadir di 16 negara, serta hanya didukung satu Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Cape Town, Afrika Selatan. Keberadaan kantor perwakilan RI di Afrika seyogyanya merupakan bagian penting dari desain kebijakan luar negeri Indonesia untuk kawasan Afrika. Sebagai perbandingan, AS memiliki 54 misi diplomatik di Afrika, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) 53 misi diplomatik, dan India 47 misi diplomatik.
Eksistensi birokrasi dan lembaga yang seharusnya mewujudkan peningkatan volume ekspor dan memperluas pangsa pasar, ternyata kinerjanya belum memuaskan. Keberadaan badan seperti Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (DJPEN) dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) patut dipertanyakan kinerjanya. Apalagi keberadaan ITPC selama ini telah tersebar di berbagai negara dan menyedot dana yang besar. Namun hasil kerjanya hingga kini tidak memuaskan.