Diaspora memiliki peranan penting dalam mempromosikan Indonesia di negara-negara lain. Diaspora Tiongkok mampu berkontribusi bagi negaranya sekitar 780 miliar dollar AS setiap tahunnya. Sedangkan diaspora India berkontribusi bagi negaranya sekitar 180 miliar dollar AS. Sementara diaspora Indonesia pada 2016 baru bisa mendatangkan devisa sekitar 9 miliar dollar AS.
Agenda Kemenlu di bawah pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto sebaiknya memfokuskan SDM untuk optimasi diaspora dan membentuk diplomat di setiap kedutaan besar RI di luar negeri untuk menggali potensi perdagangan, investasi dan potensi diaspora. Terkait dengan peran diaspora, Indonesia perlu belajar dari negara-negara di Asia Selatan yang sangat agresif membina diasporanya yang tersebar di seluruh dunia.
Ada delapan negara yang terletak di Asia bagian selatan yaitu India, Pakistan,Bangladesh, Afganistan, Bhutan, Maladewa, Nepal dan Srilanka. India adalah negara terbesar di kawasan ini dengan wilayah terluas dan jumlah penduduk terbanyak.
Kemitraan Indonesia dengan negara Asia Selatan seperti India cukup signifikan. Indonesia perlu saling mempelajari terkait pembangunan manusia, terutama pengembangan human capital di India. Serta cara India membangun intelektual bangsanya dan menyiapkan angkatan kerja berdaya saing global. Begitu juga sistem pendidikan India yang sangat adaptif dengan tuntutan zaman.
Saat ini tren dunia menunjukkan bahwa pengelolaan SDM bangsa telah bertransformasi dari human resources menjadi human capital. Dimana manusia tidak lagi menjadi pekerja pasif, tetapi secara aktif mengembangkan diri mencari sesuatu, berkreasi dan berinovasi untuk terus bersaing.
Perlu belajar dari India untuk mencetak angkatan kerja yang berkualitas dunia dan banyak diminati oleh perusahaan multinasional. Hingga kini tenaga kerja dari India paling banyak diminati dan dicari oleh perusahaan-perusahaan multinasional.
Seperti Microsoft yang memiliki lebih dari 2000 karyawan yang berasal dari India. Begitu juga Intel Corp yang memiliki 1200 karyawan berasal dari lulusan perguruan tinggi di India. Tenaga kerja ahli dari India juga banyak mengisi tempat di perusahaan-perusahaan teknologi di Korea Selatan ataupun Taiwan. Sekedar catatan India merupakan negara yang menghasilkan jumlah insinyur paling banyak di dunia melampaui Tiongkok.
Dilain pihak, kondisi pengembangan SDM di Indonesia tergambar dalam perluasan lapangan kerja merupakan jenis profesi yang rentan dan kurang memiliki prospek dan daya saing global. Selama ini pemerintah pusat dan daerah kurang mampu merencanakan portofolio profesi yang harus dikembangkan. Dimana ada jenis profesi kerja yang sudah usang dan jenuh terus diperhatikan. Sementara jenis-jenis profesi yang menjadi kebutuhan dunia di masa depan belum dipersiapkan secara baik.
Perlu belajar dari India terkait persaingan merebut potensi outsourcing global. Keniscayaan, arah ketenagakerjaan di Indonesia harus terkait proses bisnis di dunia sekarang ini yang telah mencapai tingkat efektifitas yang luar biasa. Dan tingkatan itu bisa diraih salah satunya karena faktor outsourcing. Tak pelak lagi outsourcing lintas negara pada saat ini bisa dianalogikan sebagai potensi ekonomi globalisasi yang sangat besar dan sedang diperebutkan oleh berbagai negara yang memiliki SDM yang tangguh.
India adalah contoh negara yang mampu merebut potensi global tersebut. Karena SDM disana dipersiapkan dengan baik. Utamanya dengan cara spesialisasi ketenagakerjaan dan penguasaan bahasa asing.Untuk mengejar potensi globalisasi itu Indonesia sebaiknya memiliki sistem dan regulasi yang baik disertai dengan pengembangan SDM sejak dini.Â
Khususnya sejak di bangku sekolah menengah diperkenalkan dengan bidang-bidang andalan outsourcing global. Para mahasiswa di perguruan tinggi juga harus dipersiapkan agar lebih adaptif dan menguasai potensi outsourcing yang dibutuhkan oleh perusahaan multinasional.