Teknologi aeroponik merupakan kunci menuju keberhasilan negeri ini memproduksi benih kentang berkualitas tinggi. Dengan teknologi tersebut yang diaplikasikan ke daerah-daerah yang memiliki kondisi alam yang cocok untuk usaha pertanian kentang.
Pahlawan Pemulia Benih Lokal
Peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-79 merupakan momentum untuk merenungkan kembali eksistensi perbenihan untuk pertanian di negeri ini. Apakah rakyat tani pada saat ini sudah menikmati kemerdekaan untuk memuliakan dan mengembangkan benih lokal? Sementara pemerintah lebih menganak emaskan benih impor yang analoginya seperti terminator bisnis yang dikendalikan oleh asing.
Ekosistem industri perbenihan Indonesia dalam kondisi tertekan akibat pemberlakuan Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang kini menjadi Perppu. Pro dan kontra yang timbul terkait sektor perbenihan akibat UU Cipta Kerja perlu dicarikan solusi jalan tengah.Â
Seruan Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI) perlu diperhatikan. Organisasi ini merasa keberatan dan menilai pasal-pasal di dalam UU Cipta Kerja menyimpan banyak masalah. Pasal terkait perbenihan bisa menyebabkan terinjaknya varietas benih lokal oleh oligarki bisnis yang dikendalikan oleh asing.
Masih hangat dalam ingatan publik janji-janji Nawacita terkait dengan Kedaulatan Pangan, adalah program 1.000 desa daulat benih, dan 1000 desa organik yang menjadi prioritas dalam membangun Kedaulatan Pangan di negeri ini, ironisnya malah menggunakan benih-benih yang dihasilkan oleh perusahaan benih raksasa multinasional.
Nasib petani lokal pemulia benih hingga kini masih terjajah, padahal mereka ini adalah pahlawan lokal (local heroes). Beberapa kasus kriminalisasi petani pernah terjadi, seperti kasus penangkapan 14 petani pemulia benih di Kediri. Dan penangkapan Munirwan, petani kecil pemulia benih padi sekaligus Kepala Desa (Gampong) Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Aceh Utara. Adalah contoh nyata lemahnya kedaulatan benih petani lokal. Kebijakan pemerintah dalam perlindungan dan pemberdayaan petani kecil pemulia benih masih kurang.
Menurut Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kedaulatan Benih Petani, bahwa saat ini sebagian besar petani dan pertanian kita tergantung terhadap benih-benih dari luar.
Tidak banyak petani yang masih melakukan pemuliaan dan menyimpan benih-benih mereka, untuk mereka pergunakan dalam kegiatan pertanian. Sistem pertanian yang tergantung terhadap input luar yang besar, di mana petani harus selalu membeli benih setiap hendak menanam, menyebabkan kegiatan pertanian berbiaya tinggi, sementara hasilnya juga belum memenuhi kebutuhan pangan yang dijanjikan.
Koalisi mengungkapkan sangat tingginya belanja benih setiap tahunnya. Berdasarkan luas tanaman pangan yang ditanam oleh padi sawah dan ladang, seluas 15.494.512 hektar, maka total kebutuhan benihnya sebesar 464.835 ton per tahun. Atau total belanja petani terhadap benih padi mencapai 6.97 triliun per tahun, untuk benih jagung Rp 9.4 triliun per tahun, kedelai Rp 306.17 miliar per tahun, bawang merah Rp 13.29 triliun per tahun, cabe rawit merah Rp 42.19 miliar per tahun.
Ini menunjukkan, petani hanya dimanfaatkan sebagai objek dalam perdagangan benih. Petani dikondisikan agar tidak bisa menyediakan benih secara mandiri, mesti bergantung asing dan tidak lagi berdaulat atas benih mereka. (TS)