Terpuruknya prestasi olahraga nasional merupakan indikasi ada persoalan serius terkait etos kerja dan kualitas SDM bangsa ini. Idealnya olahraga berfungsi untuk transformasi mental bangsa yang bisa membuahkan daya saing dan budaya unggul.
Untuk itulah perlu langkah debirokratisasi olahraga Indonesia agar tidak mengalami kelangkaan prestasi terus menerus.Â
Debirokratisasi pada prinsipnya membebaskan atlet cabang olahraga dari belitan birokrasi dan politisasi. Dan selanjutnya mengembangkan profesionalitas atlet dan pengurus cabang olahraga sesuai dengan tren global.
Saatnya pemerintah pusat dan daerah menata event olahraga menjadi daya ungkit ekonomi untuk mensejahterakan rakyat. Olahraga sudah menjadi entitas ekonomi dan industri yang melibatkan partisipasi masyarakat luas dengan effort dan dana yang luar biasa.
Olahraga menjadi sarana padat karya produktif. Intensitas padat karya produktif itu akan semakin membesar searah dengan bergulirnya bermacam kompetisi atau liga. P
adat karya produktif terkait dengan industri peralatan olahraga, atribut, kaos, souvenir, hingga media iklan dan promosi pertandingan. Selain itu pembangunan stadion baru atau perawatan stadion lama hingga di tingkat desa bisa menyerap tenaga kerja yang cukup banyak.
Kini birokrasi olahraga terlalu gemuk kepengurusan cabor yang membentang luas dari KONI Pusat hingga daerah. Cabor selama ini banyak dijabat para politisi dan pengusaha yang kurang makan asam garamnya olahraga. Menurut logika dan prospek kedepan mestinya pejabat olahraga beserta jajaran penting lainnya dijabat oleh mantan atlet yang pernah mengukir prestasi olahraga dunia serta menjadi maestro yang menyimpan segudang prestasi yang membanggakan.
Keterpurukan prestasi olahraga nasional juga karena masih lemahnya sistem kompetisi olahraga karena masih langkanya SDM yang berkualitas yang mampu mengelola jalannya kompetisi. Adanya kompetisi olahraga juga bisa meningkatkan angka GDP suatu negara yang menjadi tuan rumah.
Meskipun banyak dana yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan, namun dari hasil penjualan tiket dan jumlah wisatawan olahraga yang membelanjakan uangnya maka keuntungan ekonomi bisa diraih. Hal ini terbukti ketika Afrika Selatan menjadi tuan rumah Piala Dunia, GDP negara tersebut meningkat 1,5 persen.
Selain untuk membangun karakter bangsa olahraga sudah menjadi entitas industri yang memiliki nilai tambah yang signifikan. Meskipun prestasi olahraga secara nasional belum menggembirakan, namun negeri ini harus bisa mengembangkan riset dan industri peralatan olahraga.Â
Apalagi dengan diberlakukannya pasar bebas maka industri peralatan olahraga dalam negeri utamanya yang tergolong usaha kecil telah terancam serbuan produk dari negara ASEAN dan Tiongkok.