Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Daerah Perbatasan sebagai Beranda Rumah Bangsa, Cegah Ketimpangan dan Bangunkan Potensinya!

3 Juli 2024   11:19 Diperbarui: 7 Juli 2024   05:48 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patok batas baru negara Indonesia-Malaysia di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara. (Sumber : KOMPAS.com/WASTI SAMARIA SIMANGUNSONG) 

Daerah Perbatasan sebagai Beranda Rumah Bangsa, Cegah Ketimpangan dan Bangunkan Potensinya !

Kebijakan nasional untuk mengelola perbatasan negara belum optimal. Kinerja Badan Nasional Pengelola Perbatasan( BNPP) perlu ditingkatkan untuk mengelola batas wilayah negara. Potensi kawasan perbatasan dan aspek pengembangan infrastruktur kawasan perbatasan masih terjadi salah urus sumber daya yang bisa merugikan kepentingan nasional. 

Sudah lama doktrin dan konsep Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dimasukkan dalam pikiran warga negara lewat pendidikan maupun kursus reguler. Salah satu yang masih tersisa di benak kita adalah filosofi daerah perbatasan sebagai beranda negara RI. Sebagai beranda rumah tentu saja kondisinya harus menarik, aman dan potensinya didayagunakan dengan baik. Namun hal diatas barulah sebatas angan-angan, bahkan di beranda rumah bangsa kondisinya masih rawan karena banyaknya jalan tikus yang menjadi akses kejahatan.

Jaksa Agung ST Burhanudin menegaskan bahwa modus kejahatan di perbatasan negara masih terjadi lewat lubang tikus. Jagung menyoroti kejahatan lintas negara, mulai narkoba hingga perdagangan orang, di daerah perbatasan negara. Burhanuddin meminta agar tuntutan kasus tersebut dijadikan evaluasi untuk mencegah kejahatan serupa berulang.

Hal itu dikatakan Burhanuddin saat berkunjung ke Kejaksaan Negeri Batam. Burhanuddin mengatakan daerah Kepri, yang berbatasan dengan berbagai negara, memiliki banyak lubang tikus. Ia meminta adanya antisipasi kejahatan-kejahatan yang bersifat lintas negara, seperti narkotika, penyelundupan, illegal fishing, human trafficking, dan kejahatan terhadap buruh migran.

Eksistensi BNPP dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2010 yang notabene merupakan amanat dari Pasal 14 UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Perlu mewujudkan sistem perbatasan negara yang efektif, sehingga mampu melakukan aktivitas monitoring, control, and surveillance (MCS) bagi sumber daya perbatasan secara baik.

Sistem diatas terpadu dengan Integrated Border Management Strategy baik secara nasional maupun regional. Keterpaduan itu penting karena bisa mendukung fungsi yang lain, contohnya Sistem Informasi Visa dan prosedur pelintas batas. Selain itu sistem tersebut sangat penting untuk menyelaraskan undang-undang yang beragam, pendekatan operasional dan kemampuan teknis.

Untuk mengatasi salah urus sumber daya perbatasan dibutuhkan platform digital kawasan perbatasan yang bersifat Integrated Security and Surveillance Systems. Yang mampu melakukan pemantauan secara efektif dan bisa dijadikan landasan penting pengambilan keputusan dan tindakan terhadap berbagai masalah.

Platform juga merupakan sistem informasi online yang bisa diakses secara mudah terkait dengan pengembangan ekonomi dan infrastruktur.Juga bisa menjadi penunjang kebijakan ketenagakerjaan dan transmigrasi.

Platform berbasis geographic information system (GIS) serta berkemampuan Business Intelligence sehingga sangat berguna untuk pengambilan keputusan lintas sektoral.

Pada prinsipnya platform memiliki aplikasi dan layanan yang terkait dengan berbagai aspek. Yaitu aspek pertahanan keamanan, imigrasi, kehutanan, kelautan, bea cukai, transmigrasi, ketenagakerjaan, perdagangan, dan industri.

Patok batas baru negara Indonesia-Malaysia di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara. (Sumber : KOMPAS.com/WASTI SAMARIA SIMANGUNSONG) 
Patok batas baru negara Indonesia-Malaysia di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara. (Sumber : KOMPAS.com/WASTI SAMARIA SIMANGUNSONG) 
Secara garis besar terdapat tiga isu utama terkait dengan pengelolaan kawasan perbatasan antarnegara, yaitu penetapan garis batas baik darat maupun laut, pengamanan kawasan perbatasan, dan pengembangan kawasan perbatasan. Ada tiga negara yang berbatasan darat dengan NKRI yaitu Malaysia, PNG dan Timor Leste. Serta 10 negara yang berbatasan laut dengan NKRI yaitu Malaysia, Singapura, Thailand, India, Singapura, PNG, Australia, Vietnam, Filipina dan Palos.

Ancaman dan tantangan yang mendasar karena sebagian besar negara-negara tersebut berada di sebelah utara NKRI yang relatif penduduknya lebih padat daripada penduduk pulau-pulau Indonesia yang berbatasan dengan negara-negara tersebut yaitu Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Papua.

Masalah sosial dan ekonomi merupakan masalah krusial perbatasan pada saat ini. Peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan dengan pengembangan potensi sumberdaya alam harus segera terwujud. Kondisi jumlah penduduk di daerah perbatasan relatif kecil, atau kurang sebanding dengan luas wilayahnya.

Kondisi masyarakatnya masih banyak yang tergolong masyarakat miskin dan terbelakang. Percepatan pembangunan wilayah perbatasan harus mampu mendorong empat faktor penting, yakni kontribusi wilayah perbatasan terhadap pembangunan nasional, mengingat fakta menunjukkan bahwa kontribusi nilai tambah satu kabupaten perbatasan secara nasional tidak sebanding dengan luas daerah dan proporsi penduduk di wilayah tersebut.

Sementara arus uang yang keluar dari wilayah perbatasan Indonesia ke negara tetangga biasanya lebih besar. Fakta ini banyak terjadi di daerah-daerah perbatasan darat, seperti yang terjadi di beberapa kabupaten di Pulau Kalimantan.

Selama ini keberadaan Joint Border Committee (JBC) atau Komite Bersama Perbatasan belum efektif dan sering mengalami jalan buntu. Padahal komite itu merupakan forum antar pemerintah.

Tidak efektifnya JBC juga terlihat dengan tidak pernah tuntasnya pembuatan Kerangka Referensi Bersama Batas Negara (Common Border Reference Frame, disingkat CBRF). Yakni merupakan sistem referensi koordinat atau datum bersama (common datum).

Secara praktis CBRF direpresentasikan di lapangan dengan tanda (tugu, monumen, pilar) yang koordinatnya dibuat dengan tingkat ketelitian tinggi dalam datum bersama yang disepakati oleh negara-negara yang berbatasan.

Dengan adanya data dan informasi spasial batas yang mengacu pada suatu datum bersama yang terdefinisi secara baik dan akurat, maka konflik perbatasan dapat diminimalkan.

Pengelolaan perbatasan merupakan bagian integral dari manajemen negara, yang secara operasional merupakan kegiatan penanganan atau mengelola batas wilayah dan kawasan perbatasan.

Sejalan dengan reorientasi kebijakan pembangunan di kawasan perbatasan, melalui Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang memberikan mandat kepada Pemerintah untuk membentuk Badan Pengelola Perbatasan di tingkat pusat dan daerah dalam rangka mengelola kawasan perbatasan.

Berdasarkan amanat UU tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 membentuk Badan Nasional Pengelola perbatasan (BNPP).

Dalam konteks pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan, BNPP mengedepankan sinergi kebijakan dan program, sehingga kelemahan dan keterbatasan yang ada selama ini, yakni penanganan perbatasan negara secara ad-hoc dan parsial serta ego sektoral, yang telah mengakibatkan overlapping dan redundansi serta salah sasaran dan inefisiensi dalam pengelolaan perbatasan, diharapkan dapat diperbaiki.

Keanggotaan BNPP terdiri dari 18 Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian serta 13 Gubernur di Kawasan Perbatasan. Dengan demikian, diharapkan akan mampu menjadi daya ungkit untuk memperkuat dan mengefektifkan tugas-tugas yang diemban oleh Kementerian dan/atau Lembaga serta Pemerintah Daerah dalam mewujudkan Kawasan Perbatasan sebagai Beranda Depan NKRI.

Pada tahun 2023, total kumulatif dana untuk pembangunan kawasan perbatasan mencapai Rp7,7 triliun yang terdiri atas berbagai kegiatan. Kegiatan tersebut fokus pada pembangunan perbatasan negara baik dari segi penegasan batas negara, lintas batas negara, pengelolaan potensi daerah, serta pembangunan infrastruktur.

Masalah-masalah yang masih terjadi di wilayah perbatasan di antaranya: infrastruktur pelayanan publik yang masih terbatas, rendahnya kualitas sumber daya manusia, sebaran penduduk yang tidak merata, ketergantungan masyarakat di perbatasan terhadap fasilitas publik dan kegiatan ekonomi di negara tetangga, dan sengketa tapal batas.

Jika dikelompokkan berdasarkan isu, permasalahan-permasalah perbatasan di Indonesia ini terdiri dari: isu batas teritorial yang belum disepakati di beberapa tapal batas dengan negara tetangga; isu keamanan dan kedaulatan nasional, seperti kejahatan lintas batas dan terorganisir, seperti penyelundupan, perdagangan ilegal dan garis batas yang kabur; isu lingkungan. 

Misalnya kerusakan ekologi dan eksploitasi sumber daya yang berlebihan, baik bersifat legal maupun ilegal; isu kemiskinan, keterbelakangan, serta keterbatasan sarana dan prasarana ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang dialami warga Indonesia di perbatasan; isu koordinasi dan implementasi kebijakan yang tidak sesuai akibat jarak antara pemerintah daerah dan lokal yang berjauhan; isu kependudukan dan perubahan sosial, di antaranya migrasi lintas batas yang bersifat legal maupun ilegal; dan isu patriotisme dan ketahanan nasional, seperti penduduk perbatasan yang merasa dianaktirikan pemerintah.

Dalam konteks penjagaan terhadap garis perbatasan dan pulau-pulau terluar dibutuhkan personel infanteri yang tangguh dan peralatan canggih. Personel pasukan infanteri diatas mesti dilengkapi alat navigasi dan komunikasi digital, perangkat komunikasi taktis untuk suara dan data serta persenjataan canggih yang termonitor secara baik dengan sistem Geographical Information System.

Pasukan infanteri penjaga perbatasan yang ideal adalah bersifat integrated fighting system individual. Yang dilengkapi dengan GPS dan pedometer dead recording system sebagai tracking pergerakan prajurit di lapangan.

Dengan perangkat yang demikian maka wilayah perbatasan dan pulau terluar bisa diamankan dengan baik.

(TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun