Kebiasaan masyarakat di Kota Angin saya lihat tidak berubah bila melintas di bawah Viaduct ( flyover kereta api ). Mereka seolah punya tradisi menghentikan kendaraan jika ada kereta api yang sedang melewati Viaduct di ujung barat gang Patriot.Â
Di gang inilah saya dibesarkan hingga tamat SMA. Bagi saya ruas jalan yang biasa disebut masyarakat Kota Nganjuk dengan sebutan lor sepur itu penuh kenangan dan sarat misteri yang belum terpecahkan.
Kawasan lor sepur diberi nama gang Patriot karena ada warganya yang gugur dalam peristiwa pertempuran Sepuluh November 1945 di Surabaya.
Mungkin karena ada birokrat yang buta sejarah alias kurang menghormati jasa pahlawan bangsa, Gang Patriot diubah namanya menjadi Jalan Seruni, lalu kini diubah lagi menjadi Jalan Diponegoro Gang I.
" Kok aneh ya Pak, kenapa semua berhenti?, bikin macet saja, kenapa tidak diterabas?, wong sepurnya lewat atas," celetuk anak perempuan saya yang sedang menyetir. Dia heran melihat kebiasaan masyarakat yang menghentikan kendaraan.
"Begitulah kebiasaan orang disini," jawab saya untuk Nduk (sebutan untuk anak perempuan).
Selebihnya saya melongo, bukan karena tidak bisa menjawab pertanyaan Nduk secara komprehensif, namun mata ini terpana melihat wanita penjual kembang telon yang berjajar di pinggir jalan di bawah Viaduct yang letaknya di ujung barat gang Patriot.
Saya heran, para penjual kembang yang sudah berlangsung sejak saya masih kecil hingga sekarang masih tetap eksis dengan lapak yang sama dengan masa lalu. Bakul kembang telon merupakan usaha turun temurun yang memiliki segmen pasar di dua alam.
Kembang telon digunakan untuk prosesi nyekar di kuburan. Atau juga untuk kirim sesaji kepada arwah leluhur. Biasanya kembang telon itu dimasukkan dalam mangkuk yang berisi air jernih. Lalu disampingnya ada segelas kopi tubruk. Dalam tradisi di tempat kelahiran saya, kembang telon merupakan kumpulan bunga yang biasanya terdiri tiga macam bunga. Bisa menggunakan bunga Mawar putih, Mawar merah, dan sekuntum bunga Kantil. Bisa juga Mawar, Melati, Kenanga. Atau Mawar, Melati, Kantil. Tergantung musimnya bunga.
Saya minta Nduk berhenti sejenak membeli kembang telon secukupnya untuk nyekar orang tua dan leluhur di pemakaman keluarga sebelum saya melakukan perjalanan dengan KA Turangga menuju Kota Bandung.berangkat dari Stasiun Nganjuk.
Kebetulan ini malam Jumat Legi, kebiasaan banyak orang di kota ini untuk belanja kembang telon. Saya pesan beberapa bungkus, kulihat wajah Mbok bakul kembang tampak serius memilihkan kembang itu. Masih seperti dulu, ada bau wangi kuburan, hanya saja bedanya si Mbok yang ini di mulutnya tidak terlihat susur atau nginang seperti yang kulihat saat saya masih kecil dulu.
Setelah beberapa bungkusan kembang telon saya dapatkan, sebungkus saya taburkan di pondasi Viaduct sebelah timur, lalu sebungkus lagi saya taburkan di pondasi sebelah barat. Nduk di dalam mobil pasti heran melihat tingkah laku bapaknya yang mungkin di benaknya berbau klenik alias mistik.
Setelah tabur bunga, entah kenapa, perasaan saya menjadi lain, ada kesan aneh setelah prosesi itu.
Terbayang dawuhnya Eyang Putri dulu kepada saya ketika bertepatan dengan malam Jumat Legi atau malam tertentu, Eyang selalu menyuruh saya untuk melakukan sawer atau tabur kembang telon yang dicampur dengan uang logam pecahan kecil. Lokasi sawer yang ditentukan oleh Eyang Putri adalah perempatan jalan, sungai dan sekitar Viaduct. Itulah tradisi eyang hingga beliau wafat. Saya masih ingat tentang nilai kearifan, filosofi dan kandungan mistis yang diceritakan eyang terkait tempat-tempat tersebut kenapa mesti disawer.
* * *
Kembali masuk mobil. Nduk disuguhi lagi dengan pemandangan aneh dari pengguna jalan yang berhenti ketika ada KA yang melewati Viaduct. Nduk juga cerita banyak warga kota yang dipenuhi tanda tanya. Hingga masalah tradisi berhenti di Viaduct itu sempat mendapat tanggapan banyak netizen ketika kanal sosial media tentang berbagai aspek kehidupan masyarakat Nganjuk memuat video terkait Viaduct di ujung gang Patriot.
Saya pernah menanggapi hal itu dan ternyata ulasan itu mendapat respon yang cukup banyak.
Banyak kisah yang menarik, lucu dan horor terkait dengan Viaduct warisan kolonial Belanda itu. Dan kini, pemerintah baru bisa membuat satu jalur Viaduct lagi di sebelahnya sebagai realisasi program double track atau jalur ganda KA di Pulau Jawa.
Saat saya masih kecil, area di bawah Viaduct di tepi jalan ada sederet mbok mbok penjual kacang rebus, krupuk pecel kegemaran saya. Juga penjual kembang telon. Dibawah sorot PJU yang temaram, Mbok-Mbok itu sangat tambah menjalani proses bisnis untuk menyambung kehidupannya.
Masih terbayang di mata saya betapa hebatnya etos kerja wanita-wanita di Kota Angin.
Tentang pertanyaan abadi dari segenap masyarakat Nganjuk, utamanya generasi milenial dan Genzi, terkait kenapa setiap ada KA lewat hingga kini pengguna jalan di bawah Viaduct berhenti ?
Dalam kanal sosmed itu saya sampaikan beberapa jawaban. Baik yang bersifat tradisi, mistis, horor maupun aspek teknis dan faktor keselamatan.
Pada era sekarang ini case atau tindakan berhenti tersebut sebenarnya kurang relevan, karena teknologi lokomotif KA sudah tidak memakai bahan bakar kayu atau batubara yang sistemnya memercikkan air hangat/panas. Secara teknis air wedang Sepur Lempung, sebutan lokomotif jaman dulu akan muncrat di sekitar Viaduct. Karena section atau jarak lokasinya yang tidak jauh dari stasiun itu biasa nya sang masinis sedang ngegas atau langsir, sehingga mekanisme lokomotif uap melakukan drain (pembuangan).
Sedangkan faktor spiritual atau mistis, kenapa berhenti di Viaduct saat kereta lewat ?
Tindakan berhenti adalah bentuk penghormatan bagi arwah para korban yang pernah mengalami kecelakaan di Viaduct itu. Yang pasti sudah banyak korban kecelakaan atau orang yang melakukan bunuh diri.
Suatu ketika saat saya masih muda ada orang di atas bak truk yang mengalami pecah batok kepalanya karena terbentur profil baja Viaduct yang membentang. Juga ada kasus ODGJ alias gelandangan psikotis yang tidur di atas Viaduct. Saat KA lewat, tamatlah.
Dan masih banyak lagi kisah-kisah nyata dan kisah yang berbau mistis terkait Viaduct itu. Antara lain kejadian seorang gadis cantik yang bunuh diri di sekitar Viaduct. Saya juga mendapat cerita dari Eyang bahwa pada saat era penjajahan Belanda dan Jepang, di sekitar Viaduct dan Stasiun Nganjuk banyak terjadi peristiwa yang menyayat hati.
* * *
Ketika nglilir, saya baru sadar ternyata ada sosok wanita di sebelahku. Saya tidak tahu sejak kapan wanita itu duduk di kursi KA Turangga yang aku naiki dari kota kelahiranku, Yang saya ingat penumpang laki-laki yang duduk di sebelah tadi sudah turun di Stasiun Tugu Yogyakarta. Sejak itu kursi sebelah kosong melompong hingga mata ini terlelap karena jam sudah lewat tengah malam.
Kulihat wanita itu wajahnya pucat pasi, samar-samar terlihat sebelah matanya diperban. Jaket putihnya tampak kumal dan memiliki terusan penutup kepalanya. Kedua telapak tangannya tampak bersatu menggenggam sesuatu. Tengkuk saya merinding, meskipun masih tertahan oleh rasa kantuk.
Saya benar-benar tidak tahan lagi ingin buang air kecil, ternyata wanita itu mengikuti. Di depan toilet KA dia memandangku tanpa ekspresi.Tiba-tiba kedua telapak tangan wanita itu dibuka lalu dijulurkan ke arahku. Teramat kaget, karena di atas telapak itu terlihat pretelan kembang telon yang saya taburkan di Viaduct gang Patriot tadi. Jantung saya berdebar keras, aroma wangi kembang telon kas kuburan itu menyengat hidung saya.
Saya benar-benar ternganga tanpa daya, melihat wanita itu melompat keluar menembus pintu kereta. Saya melihat lompatannya tepat diatas Sungai Cikapundung yang mengalir di bawah Viaduct KA di jalan Perintis Kemerdekaan Kota Bandung.
Wanita tadi menghilang dalam pekatnya malam. KA Turangga sudah Sampai di Stasiun Hall Bandung sebelum kumandang adzan Subuh.
Viaduct oh Viaduct, perasaanku semakin diliputi misteri dua bangunan Viaduct di kota kelahiranku dan Viaduct yang ada di Kota Kembang. Konstruksi beton dan baja itu semakin hari semakin diselimuti bermacam misteri.
Kota Kembang, 25 Mei 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H