Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Industri Perkakas Lokal Menolak Mati, Ayo Bangkitkan!

15 Mei 2024   11:14 Diperbarui: 19 Juni 2024   16:16 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Industri Perkakas Lokal Menolak Mati, Ayo Bangkitkan !

Bermacam jenis perkakas impor semakin mendominasi pasar dalam negeri. Kini pangsa pasar perkakas untuk sektor pertanian asal impor saja mencapai 70 persen. Dominasi impor semakin kuat karena harga produk lebih murah dibanding lokal. Perbedaan harga ini terjadi karena produk impor mendapat berbagai insentif dan kemudahan pengadaan bahan baku oleh pemerintahnya. Meskipun kondisinya seperti di atas, namun pelaku industri perkakas lokal yang masih eksis di seluruh Tanah Air perlu dibangkitkan dengan berbagai macam insentif.

Perkakas atau alat untuk kerja pertanian, pertukangan, pengerjaan bangunan dan kelistrikan sangat penting untuk menggenjot produktivitas bangsa. Oleh karena itu, pemerintah harus segera revitalisasi industri perkakas lokal yang jenisnya sangat banyak dan beragam. Usaha pandai besi di pedesaan yang dulu memproduksi aneka peralatan seperti sabit, cangkul, sekop, palu dan lain-lain harus dibangkitkan kembali.

Alat dan mesin pertanian dibutuhkan di setiap kegiatan usaha pertanian dari sektor hulu sampai hilir. Setiap tahun ada kenaikan kebutuhan alat pertanian. Alokasi belanja pemerintah untuk sektor pertanian tahun ini mencapai Rp 5 triliun, 40 persen di antaranya untuk pengadaan alat dan mesin pertanian. Alokasi anggaran sebesar itu direbut importir dan pihak asing.

Pemerintah masih menutup mata terhadap daya saing dan kapabilitas industri perkakas lokal. Mestinya pemerintah membantu permodalan dan aspek teknologi pengusaha lokal. Termasuk penyediaan bahan baku supaya harga produk lokal dapat bersaing. Karena hampir 40 persen biaya produksi tersebut untuk belanja bahan baku.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meninjau proses produksi pengecoran komponen aluminium ( Dok KANTOR STAF PRESIDEN RI via KOMPAS.id)
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meninjau proses produksi pengecoran komponen aluminium ( Dok KANTOR STAF PRESIDEN RI via KOMPAS.id)

Akar masalah terpuruknya daya saing industri perkakas lokal sebenarnya mirip dengan industri manufaktur yang lain. Semua berakar dari ketersediaan logam dasar. Sebenarnya Indonesia memiliki industri logam dasar yang dibangun sejak era Presiden Soekarno, yakni PT Krakatau Steel (KS) di Cilegon. Bahkan mutu logam produksi PT KS beberapa jenis diantaranya lebih bagus dibanding produksi dari Tiongkok.

Sangat ironis produk logam dan perkakas dari Tiongkok merajalela di negeri ini. Apalagi dengan bea masuk impor sebesar 0 persen dan diberlakukannya ACFTA, maka industry dalam negeri banyak yang mengalami kebangkrutan.

Jika tidak diatasi secara radikal, maka keruntuhan massal industri logam dan perkakas lokal segera terjadi. Selama ini strategi industrialisasi di negeri ini lebih mengedepankan industri perakitan yang kandungan lokalnya sangat rendah. Industri logam dasar dan perkakas kurang ditangani secara serius. Industri manufaktur atau pengolahan di Indonesia selama ini dikelompokkan menjadi 9 jenis.

Dua jenis di antaranya adalah industri yang membuat produk dari logam. Yaitu industri logam dasar, serta industry perkakas dan permesinan. Sebagian besar berdaya saing rendah. Selama ini Kementerian Perindustrian belum mampu melakukan pembinaan sehingga efisiensi produksi dan mutu produk industri masih buruk.

Pemerintah Jokowi harus segera mengatasi keruntuhan industry nasional sektor logam dasar dan perkakas. Karena industri tersebut bersifat padat karya dan sebagai basis kewirausahaan masyarakat. Industri logam dasar meliputi besi spons, billet baja, besi beton, batang kawat, aluminium ingot, aluminium extrusion, batang tembaga dan lain-lain.

Selain itu, jenis industri permesinan seperti mesin bubut, bor, frais, traktor, pompa irigasi, mesin gergaji selama ini juga kurang mendapatkan perhatian di bidang permodalan dan teknologi.

Menurut International Standard Industrial Classification (ISIC), industri logam dasar dan permesinan memiliki nilai tambah manufaktur yang tinggi jika diterapkan standardisasi dan peningkatan kapabilitas teknologi. Sayangnya, di negeri ini juga belum banyak dilakukan program standardisasi industri, pengembangan jaringan kalibrasi dan sertifikasi mutu produk industri.

Langkah cepat untuk mengatasi keruntuhan industri logam dasar dan permesinan adalah melalui penerapan standardisasi produk yang sekaligus merupakan technical barrier. Namun regulasi tersebut dapat menjadi bumerang bila industry dalam negeri belum siap, baik dalam hal kemampuan teknologi maupun ketersediaan sumber daya pendukung lainnya.

Standardisasi industri logam dan permesinan merupakan program multidisiplin (engineering, ekonomi, psikologi, manajemen, hukum) dan lintas kementerian/lembaga negara. Prinsip dasar standardisasi adalah proses memformulasikan dan menerapkan suatu aturan untuk mendapatkan keuntungan.

Berbagai eselon terkait seperti Kementerian Perindustrian, Badan Standardisasi Nasional, Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS), LIPI, Sucofindo, ASIMPI, dan entitas industri logam dasar harus segera berkonsolidasi guna menuntaskan prosedur standardisasi produk. Apalagi logam murah dari Tiongkok dengan kualitas di bawah standar bisa leluasa masuk pasar Indonesia. Bahkan logam murah semacam itu juga terserap atau banyak digunakan untuk keperluan megaproyek kelistrikan yakni pembangunan PLTU di berbagai tempat.

Penerapan standardisasi pada industri logam dan permesinan semakin diperlukan dalam era persaingan pasar global. Penerapan standardisasi pada sektor manufaktur merupakan kunci untuk membangun kapabilitas teknologi suatu perusahaan.

Pada prinsipnya kapabilitas teknologi terdiri atas beberapa aspek yaitu kapabilitas operatif, suportif, akuisitif, investasi dan inovatif. Kapabilitas operatif adalah kemampuan untuk mengatur fasilitas untuk mendapatkan produk yang sesuai kualitas dan kuantitasnya. Kapabilitas suportif adalah kemampuan untuk mengelola proyek, akses finansial, marketing, dan fasilitas uji.

Kapabilitas inovatif adalah kemampuan untuk mengadopsi, duplikasi dan meningkatkan teknologi yang ada. Kapabilitas investasi adalah kemampuan untuk menyediakan dukungan finansial. Sedangkan kapabilitas akuisitif yakni berkaitan dengan kemampuan mempelajari dan meniru teknologi lain. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun