Selama ini masyarakat hanya waspada terhadap bahaya primer dari letusan gunung berapi seperti lava dan juga awan panas. Namun, saat erupsinya selesai, kita menganggap bahwa kondisinya sudah aman. Padahal bahaya-bahaya sekunder masih mengintai dan membuat kita lengah.
Indonesia terdapat banyak gunung berapi. Sayangnya terdapat kesalahan yang fatal yakni masih kurangnya bangunan Sabo dam dan konstruksi jaring baja yang dipasang di aliran sungai atau tempat-tempat yang diperkirakan menjadi lintasan utama debris yang berupa material lumpur, pasir, kerikil, sampah hingga batu-batu besar.
Sabo Dam dan jaring baja fleksibel berfungsi menahan debris dalam area khusus sehingga tidak terus menggelinding menerjang pemukiman dan bangunan utilitas.
Niat dan kemampuan pemerintah pusat dan daerah untuk membangun Sabo Dan masih sangat rendah. Istilah Sabo berasal dari bahasa Jepang, "sa" yang berarti pasir dan "bo" yang berarti pengendalian.
Teknologi sabo ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada 1970 sejak kedatangan seorang tenaga ahli di bidang teknik sabo dari Jepang, Mr. Tomoaki Yokota. Saat itu teknologi sabo menjadi salah satu alternatif terbaik untuk menanggulangi bencana alam akibat erosi, aliran sedimen dan proses sedimentasi di Indonesia.
Mitigasi banjir bandang dengan cara membangun Sabo Dan perlu disesuaikan dengan karakter sungai dan kontur tanah. Selama ini pembangunan Sabo Dam yang merupakan bangunan sipil basah tersebut sangat repot dan terhalang dengan masalah non teknis karena letak proyek kebanyakan posisinya di pelosok yang sulit terjangkau angkutan.
Selain itu proyek Sabo Dam membutuhkan durasi yang cukup lama. Selain itu mutu dan kekuatan konstruksi belum sempurna, sehingga pada saat terjadi banjir bandang Sabo Dam tidak kuat menahan hantaman debris.
Untuk mengatasi hal itu kini ada teknologi atau sistem Sabo Dam modular. Dimana modul-modul beton penyusunnya diproduksi di pabrik beton sehingga memiliki kekuatan yang lebih bagus. Modul-modul tersebut tinggal diangkut dan disusun di lokasi DAS sudah terpilih.
Jika DAS letaknya benar-benar tidak memungkinkan dibangun Sabo Dam, sebagai alternatif bisa dibangun jaring baja yang fleksibel. Kawasan yang kondisi tutupan lahan dan hutan telah rusak berat perlu melakukan usaha mitigasi dengan jaring baja tersebut atau istilah tekniknya konstruksi flexible ring net di beberapa titik.
Konstruksi tersebut terdiri dari serangkaian gelang baja yang berdiameter antara 20 hingga 30 cm yang digabung menjadi sebuah jaring. Rangkaian gelang tersebut tersebut akan membentuk suatu jaring yang fleksibel dan akan sanggup menahan material sedang hingga besar yang terbawa aliran banjir bandang.