Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mentalitas Fake Productivity Akibat Kekurangan Guru Produktif

5 Mei 2024   10:50 Diperbarui: 5 Mei 2024   11:01 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi produktivitas pekerja (sumber: KOMPAS.id ) 

Mereka bisa saja berlatar belakang ahli teknik, inovator bahkan juga para startup atau pengusaha rintisan.Mayoritas sekolah kejuruan di Tanah Air, postur tenaga pengajarnya masih didominasi oleh kategori guru normatif-adaptif atau guru umum yang mengajar mata pelajaran seperti Agama, PPKn, Matematika, bahasa Indonesia dan lain-lain. Sedangkan kategori guru produktif yang mengajar anak-anak sesuai dengan bidang keahlian yang dipilih prosentasenya masih kecil dibawah 35 persen.

Untuk mencetak guru produktif yang sesuai dengan perkembangan zaman tidak mudah. Perlu terobosan dan program yang masif di seluruh daerah. Desentralisasi pendidikan dan mengalirnya sebagian besar anggaran pendidikan nasional ke daerah menuntut kepala daerah untuk mencetak guru produktif dalam jumlah yang cukup untuk menggerakan dan mengembangkan potensi daerah masing-masing. Pemerintah daerah jangan kepalang tanggung dalam mencetak guru produktif.

Terobosan mesti segera dilakukan. Antara lain dengan memberikan beasiswa kepada masyarakat yang berprestasi untuk belajar ke luar negeri sesuai dengan kategori dan bidang guru produktif yang diperlukan. Apalagi berbagai bidang teknologi dan produksi belum bisa diajarkan di perguruan tinggi dalam negeri. Atau masih terbatas sekali kapasitasnya, dilain pihak kebutuhan industri yang sangat besar sudah di depan mata.

Keniscayaan, Pemda perlu membuat skema beasiswa ikatan dinas belajar di luar negeri untuk memenuhi kebutuhan guru produktif setiap tahunya. Universitas di negara maju telah melengkapi program studi hingga mencakup bidang yang sesuai dengan perkembangan industri kreatif dan proses produksi yang sesuai dengan revolusi Industri 4.0. 

Sementara kondisi universitas di Tanah Air prodinya masih stagnan. Itulah mengapa Presiden Jokowi dalam kunjungannya ke beberapa perguruan tinggi selalu meminta dibuka prodi baru yang lebih relevan dengan semangat zaman.

Saatnya bagi pemerintah daerah bersinergi dengan para guru produktif untuk merancang sebaik-baiknya link and match antara lembaga pendidikan kejuruan dan sektor industri. 

Dengan langkah itu daerah bisa mengembangkan tenaga kerja serta portofolio kompetensi dan profesi yang cocok bagi warganya. Khususnya portofolio yang berbasis sumber daya lokal.

Pekerja Indonesia sering dipojokkan dengan tudingan bahwa upah yang diterimanya tidak sepadan dengan produktivitas yang masih rendah.Tudingan diatas kurang objektif lantaran tidak menunjukkan secara spesifik jenis atau sektor apa yang diukur. Pasalnya untuk sektor tertentu, seperti sektor pertambangan dan otomotif, produktivitas buruh cukup tinggi, bisa melampaui negara maju sekalipun.

Merujuk hasil survei Japan External Trade Organization ( JETRO ) yang dirilis pada 2021, terhadap 13.458 perusahaan di ASEAN ( termasuk 614 perusahaan di Indonesia ), produktivitas entitas industri atau pabrik di Indonesia berada di posisi 7 di bawah Philippines, Singapore, Thailand, Vietnam, Laos dan Malaysia. Data dari Asian Productivity Organization ( APO ) tahun 2020, di ASEAN Indonesia berada di urutan ke 5 di bawah Singapore, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand.

Sayang sekali, pada saat saat produktivitas mesti ditingkatkan, namun dalam pasal UU Cipta Kerja,kini Perppu Cipta Kerja justru menghapus eksistensi Upah Sektoral. Padahal sistem upah tersebut bisa mendorong persaingan sehat antar pekerja yang pada waktunya mampu mendongkrak indeks produktivitas. Mestinya upah sektoral jangan dihilangkan karena bisa memicu produktivitas yang tinggi dan para pekerja termotivasi untuk terus meningkatkan kompetensinya. Produktivitas itu mesti diukur secara detail per sektor atau jenis pekerjaan. Setelah itu juga diukur per daerah.

Terdapat beberapa ukuran dan metode untuk menunjukkan perhitungan produktivitas. Salah satunya Metode Marvin E. Mundel yang menggunakan pendekatan metode perhitungan angka indeks produktivitas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun