Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memuliakan Lansia supaya Ikhlas Memeluk Takdirnya

27 April 2024   12:37 Diperbarui: 29 April 2024   00:06 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pekerja lansia (Sumber: KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)

Memuliakan Lansia supaya Ikhlas Memeluk Takdirnya

Menua adalah kodrat makhluk hidup. Manusia, hewan dan tumbuhan secara alamiah memiliki mekanisme kehidupan tersendiri menghadapi penuaan tubuhnya. Sebagai contoh seekor kucing tua menunjukkan perilaku yang lebih banyak tidur, tidak lagi agresif, bahkan cenderung menyendiri berteman sepi.

Menjadi tua atau lanjut usia itu ada ilmunya. Agar kehidupan pribadi lanjut usia (lansia) tidak rumit dirinya membutuhkan ilmu atau pengetahuan praktis. 

Begitupun negara atau pemerintah perlu memahami Gerontologi untuk warga bangsanya. Gerontologi bagi pribadi dan negara sangat penting agar suatu generasi tidak dusta kepada kepada generasi sebelumnya.

Memuliakan lansia sebenarnya adalah tugas negara juga, selain kewajiban anak para lansia itu sendiri. Semua itu demi lansia agar ikhlas memeluk takdirnya. Manajemen ikhlas bagi kaum lansia itu penting. Karena banyak diantara lansia yang kurang ikhlas memeluk takdirnya.

Setiap lansia memiliki takdirnya sendiri. Ada lansia yang teralienasi dengan anak-anaknya sendiri. Ada juga yang harus hidup di panti-panti jompo dengan kondisi yang kurang layak. 

Kondisi lansia di Indonesia semakin mengenaskan. Kondisi demografis negeri ini semakin diwarnai dengan pertambahan kaum lansia yang tidak memiliki tunjangan hari tua. Jumlah lansia yang memiliki tunjangan hari tua yang layak masih sangat sedikit, kurang dari 5 persen populasi lansia yang ada.

Ilustrasi merawat lansia (Sumber: Unsplash via KOMPAS.com)
Ilustrasi merawat lansia (Sumber: Unsplash via KOMPAS.com)

Celakanya lagi negara Indonesia belum memiliki sistem jaminan sosial yang layak untuk mengurusi lansia yang tidak memiliki tunjangan hari tua yang layak atau tidak memiliki uang pensiun yang cukup. Akhirnya banyak lansia yang masih harus bekerja mencari uang hingga akhir hayatnya. Yang lebih mengenaskan lagi sistem ketenagakerjaan di negeri ini juga belum banyak yang memberi kesempatan kerja lansia sesuai dengan kondisi tubuhnya.

Memang ada jenis pekerjaaan yang masih bisa ditangani oleh lansia, namun kondisi pasar kerja di negeri ini masih didominasi dengan kekuatan otot sehingga tidak sesuai dengan batasan fisik para lansia.

Meskipun APBN negeri ini belum mampu memuliakan kehidupan lansia, namun ilmu atau sistem Gerontologi harus menjadi perhatian utama dan mesti segera dirumuskan dengan kondisi yang ada.

Seperti misalnya pemberian makan pagi, siang dan sore kepada lansia secara gratis. Juga susu gratis untuk lansia supaya masalah kesehatan lansia bisa membaik. Pemerintah perlu memperbanyak panti-panti jompo hingga ke desa atau kelurahan.

Presiden terpilih Prabowo Subianto yang notabene juga termasuk sosok lansia perlu memberi perhatian besar kepada lansia secara sistemik berdasarkan ilmu Gerontologi.

Sekedar catatan, Gerontologi (Inggris: Gerontology) berasal dari bahasa Yunani, yaitu: geros yang berarti lanjut usia dan logos yang berarti ilmu. Maka secara etimologis gerontologi dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang orang lanjut usia (lansia).

Kendati terdengar sederhana dan singkat, definisi tersebut memiliki cakupan yang sangat luas karena masalah penuaan dilatarbelakangi oleh berbagai faktor dan aspek serta mempengaruhi banyak bidang dan segi kehidupan.

Para ahli Gerontologi (Gerontologist) yang memiliki latar belakang disiplin ilmu yang beragam bersinergi menangani masalah lansia di negeri ini. Mereka adalah para peneliti dan praktisi di bidang biologi, medis, psikologi, kriminologi, sosiologi, ekonomi, antropologi, hukum, sosial politik dan berbagai disiplin ilmu lainnya.

Para ahli Gerontologi menerapkan ilmu dan segenap pengetahuan yang mereka miliki untuk membantu para lansia menjalani kehidupan yang baik, sejahtera dan bahagia.

Mereka mengadakan pelatihan bagi para lansia; mendidik masyarakat umum untuk turut serta mendorong dan memfasilitasi para lansia tetap aktif dan produktif; Melakukan penyuluhan tentang cara-cara yang baik untuk merawat para lansia; mengadvokasi terciptanya kebijakan publik yang mengakomodir hak-hak para lansia dan terciptanya hukum yang menjamin perlindungan bagi para lansia.

Masih hangat dalam ingatan public pernyataan kontroversial Menteri Keuangan Jepang Taro Aso terkait dengan eksistensi lansia yang menjadi beban berat. Pernyataan Taro Aso yang menyarankan agar warga lansia Jepang untuk segera meninggal daripada menghabiskan uang negara untuk perawatan medis. Waktu itu sang menteri tersebut mengatakan hal itu dalam pertemuan Dewan Reformasi Jaminan Sosial disana yang sedang mengalami masalah pelik.

Tak bisa dipungkiri lagi bahwa penduduk usia tua adalah permasalahan pelik. Sekedar catatan, Jepang merupakan salah satu negara dengan penduduk usia tua yang jumlahnya sangat besar. Hampir seperempat dari total penduduknya berusia di atas 60 tahun. Angka tersebut diperkirakan akan naik hingga 40 persen untuk beberapa tahun kedepan. Pada saat bersamaan, jumlah pekerja muda menyusut drastis. Uniknya, Aso sendiri sudah mencapai 72 tahun. Dan dirinya menyatakan ingin cepat mati tanpa berlama-lama merepotkan keuangan negara.

Hal diatas merupakan indikasi bahwa negara maju sekalipun semakin kewalahan mengurus penduduk usia lanjut. Tampaknya Jepang mengalami kendala serius dalam mengurus lansia, Apalagi dengan Indonesia yang sistem jaminan sosialnya masih amburadul.

Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi budi pekerti, nilai tradisi dan etika, mestinya bangsa kita harus menempatkan penanganan lansia di atas ketentuan ekonomi.

Kita pun mesti mengakui bahwa banyak masalah lansia di negeri ini yang belum tertangani secara layak. Begitu juga dengan skema jaminan sosial bagi lansia yang belum berkeadilan dan masih jauh dari standar dunia. Apapun kondisinya, penduduk lansia di negeri ini membutuhkan penanganan yang lebih baik.

Kini jumlah lansia di Indonesia sekitar 10 persen jumlah penduduk. Setiap tahun, jumlah lansia bertambah rata-rata 500 ribu orang. Dari aspek sebaran, 80 persen lansia berada di pedesaan. Kondisi diatas merupakan masalah krusial karena berdampak terhadap produktivitas dan terdegradasinya ketenagakerjaan sektor pertanian.

Kondisi panti jompo Yayasan Kisah Nyata dan Jeritah Hati di Malang, Jawa Timur, (Sumber :KOMPAS/DAHLIA IRAWATI)
Kondisi panti jompo Yayasan Kisah Nyata dan Jeritah Hati di Malang, Jawa Timur, (Sumber :KOMPAS/DAHLIA IRAWATI)

Pemerintah perlu membuat strategi kependudukan yang bisa mengantisipasi dan memberikan solusi tentang pergeseran struktur penduduk ke arah aging population. Yang patut menjadi perhatian serius adalah fakta yang menyatakan sekitar 70 persen jumlah penduduk lansia tidak masuk dalam sistem pensiun atau jaminan hari tua. Sehingga kondisinya sangat riskan. Mereka itu adalah termasuk keluarga miskin, usianya lebih dari 60 tahun. Melihat kondisi di atas pentingnya transformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) agar bisa efektif mengatasi masalah lansia.

Agar tidak bergelimang dosa dan dusta terhadap kaum lansia, dunia dituntut memperbaiki kualitas kehidupan lansia. Antara lain dengan usaha perbaikan prasarana khususnya hunian bagi lansia.

Di Indonesia, selain skema dan cakupan jaminan sosial yang masih rendah, dukungan prasarana yang diberikan oleh pemerintah kepada penduduk lansia juga masih jauh dari memadai. Hal itu bisa dilihat dari sedikitnya jumlah Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) dibanding dengan jumlah lansia yang membutuhkannya.

Melihat data yang ada di Kementerian Sosial kita ,mesti mengurut dada. Bisa jadi kita akan menangis pilu ketika membayangkan nasib lansia malang itu jika adalah orang tua kita.

Sungguh menyedihkan, jumlah PSTW secara nasional hanya berjumlah 155 buah. Dengan daya tampung hanya kurang dari setengah persen. Dari jumlah PSTW tersebut 55 persen dikelola swasta, sisanya dikelola dan didirikan oleh pemerintah.

Data diatas menunjukkan bahwa belum ada totalitas pemerintah dalam menangani permasalahan lansia. Khususnya bagi lansia yang dalam kondisi terlantar yang notabene merupakan tanggung jawab pemerintah sesuai dengan amanat undang-undang.

Untuk menghadapi bom lansia pemerintah daerah sebaiknya membangun dan mengembangkan PSTW sesuai dengan rasio lansia yang bermasalah. Serta mengembangkan kearifan lokal dan swadaya masyarakat yang terkait pendirian lembaga yang ikut menangani lansia bermasalah.

Fakta sosial menunjukkan semakin berkurang dukungan keluarga terhadap orang tua atau lansia. Masalah lansia terlantar semakin hari semakin meningkat, mengingat jumlah harapan hidup di negeri ini semakin meningkat.

Program pemerintah untuk menangani lansia dengan skema Jaminan Sosial Lanjut Usia (JSLU) hingga kini belum efektif. Dimana program tersebut memberikan bantuan bagi penduduk lansia untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Program JSLU belum optimal dalam pelaksanaannya. Dana JSLU yang berasal dari APBN perlu ditambah. Selama ini pemberian jaminan sosial lanjut usia adalah dana jaminan sosial yang diberikan langsung secara tunai kepada lansia tidak potensial sebesar Rp 300 ribu per orang per bulan. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun