Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Masalah Standar Mutu Rumah KPR Sebabkan Beralih Kontrak

26 April 2024   10:24 Diperbarui: 27 April 2024   07:11 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi manajemen mutu perumahan (sumber KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN)

Masalah Standar Mutu Rumah KPR Sebabkan Beralih Kontrak

Masalah perumahan semakin komplek. Generasi saat ini semakin kesulitan memiliki rumah sendiri. Bahkan kelas menengah juga semakin tidak berdaya untuk memiliki rumah sendiri di kota tempat dia bekerja. Akhirnya mereka menjatuhkan pilihan dengan cara ngontrak atau mencari kost-kostan yang sesuai dengan kemampuannya. Mereka juga punya rencana untuk membangun rumah masa depan di kampung kelahirannya.

Selain besaran cicilan KPR yang tidak terjangkau lagi, ternyata standar mutu rumah KPR, baik rumah tapak maupun rumah susun ternyata menjadi penyebab masyarakat enggan punya rumah sendiri di kota lalu beralih kepada kontrak atau kos saja. Apalagi suasana dan kondisi bangunan kos-kosan pada saat ini banyak yang nyaman dan lebih ramah lingkungan. Buat apa punya rumah sendiri dengan cara mencicil lewat KPR jika kondisi rumah yang dibeli standar mutunya kurang bagus.

Selain itu lingkungan rumah KPR kebanyakan kurang nyaman, kualitas bangunan rendah sehingga cepat rusak. Belum lagi tata ruang yang sumpek, pengerjaan konstruksi yang asal-asalan dan material rumah yang buruk, semakin menyebabkan masyarakat lebih memilih kontrak rumah saja atau ,mencari kos-kosan yang lebih nyaman dan aman.

Para pekerja di kota saat ini lebih memilih ngontrak atau kos sembari menabung untuk membuat rumah di desa atau kampung halaman yang lebih berkualitas baik.

Perumahan Pekerja yang sedang dibangun di IKN Nusantara(Sumber : Kementerian PUPR Via KOMPAS.com)
Perumahan Pekerja yang sedang dibangun di IKN Nusantara(Sumber : Kementerian PUPR Via KOMPAS.com)

Manajemen Mutu Perumahan

Dikotomi KPR atau ngontrak saat ini kurang relevan lagi untuk dipersoalkan. Generasi saat ini memiliki strategi dan kalkulasi yang berbeda dengan generasi sebelumnya terkait dengan perumahan.

Perkembangan teknologi telah mengubah tata ruang dan pemukiman lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Kebijakan negara yang penting adalah mewujudkan standar mutu bangunan yang baik serta melakukan pengawasan terhadap infrastruktur perumahan, baik rumah tapak maupun rumah susun atau Rusunawa.

Pembangunan Rusunawa yang dimaksudkan sebagai salah satu solusi dalam penyediaan permukiman layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), khususnya di perkotaan membutuhkan social-engineering agar bisa diterima dengan baik oleh rakyat.

Pentingnya menetapkan dan melaksanakan standar serah terima Pembangunan Rusunawa ( PHO) sehingga mutu dan kualitasnya baik. Selama ini keinginan rakyat untuk memperoleh kualitas konstruksi bangunan infrastruktur yang sesuai dengan standar mutu belum terpenuhi. Padahal, sudah ada peraturan yang menyatakan bahwa setiap pembangunan proyek konstruksi perlu uji mutu sesuai dengan SNI.

Berbagai perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pelaksana konstruksi dituntut menerapkan sistem manajemen mutu (SMM) ISO 9001 yang berorientasi fokus pelanggan.

Dalam konteks itu terdapat mata rantai yang harus dipahami dalam menerapkan ISO 9001 bagi proyek konstruksi. Rantai itu terdiri dari pemasok (yang menjadi mitra penyedia jasa konstruksi), organisasi (sebagai penyedia jasa) dan pelanggan (sebagai pengguna jasa konstruksi).

Masing-masing dari mata rantai pasokan itu dapat menerapkan SMM yang sejalan dengan UU No.18/1999 tentang Jasa Konstruksi. Yang bertujuan mewujudkan struktur usaha berdaya saing tinggi dengan hasil produk konstruksi berkualitas internasional.

Kerisauan terhadap kualitas proyek infrastruktur di negeri ini juga dialami oleh lembaga internasional, contohnya Bank Dunia.

Lebih jauh Bank Dunia mengeluh kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) karena banyak bantuan dari Bank Dunia yang dialokasikan untuk proyek infrastruktur yang terkena biaya tinggi alias terlalu mahal.

Selain itu masih disertai dengan kebocoran dan penyimpangan prosedur serta standar teknik. Sehingga menyebabkan bangunan konstruksi yang berkualitas rendah.

Karena itulah pihak Bank Dunia dan lembaga internasional lainnya sangat mendorong terbentuknya Independent Monitoring Unit untuk mengawasi proyek-proyek infrastruktur hingga ke pelosok daerah. Dalam lembaga independen itu para anggotanya diberi pengetahuan tentang audit forensik. Agar mereka bisa mengungkap penyimpangan dari segi kualitas dan spesifikasi teknik.

Sudah saatnya meningkatkan kinerja entitas kontraktor lokal sehingga mampu meraih standardisasi global. Terdapat masalah serius dalam entitas kontraktor di negeri ini yang terkait dengan aspek Quantity Surveyor.

Masalah itu menyebabkan lemahnya estimasi waktu dan biaya proyek. Serta buruknya risk management dan durasi proyek. Entitas kontraktor di negeri ini juga masih lemah dalam menyusun work breakdown structure yang merupakan detail daripada proyek.

Oleh sebab itu perlunya memperdalam kompetensi seperti disyaratkan dalam buku "Guide to the Project Management Body of Knowledge", atau yang lebih populer dengan sebutan Abbreviation PMBOK Guide yang diterbitkan oleh The Project Management Institute. Entitas kontraktor juga dituntut memiliki keandalan dalam hal perhitungan biaya dalam rangka menjamin akurasi harga penawaran dan terciptanya kualitas proyek.

Saat ini kompetensi menghitung biaya proyek dari entitas kontraktor di negeri ini masih lemah. Diperlukan lebih banyak lagi tenaga Quantity Surveyor atau Construction Economists yang memiliki kompetensi dibidang estimate and monitoring construction cost dari tahap awal sampai tahap akhir proyek infrastruktur.

Ilustrasi perumahan rakyat dengan skema KPR ( sumber: beritasatu via rumah123.com )
Ilustrasi perumahan rakyat dengan skema KPR ( sumber: beritasatu via rumah123.com )

Aset Daerah untuk Perumahan Rakyat

Akselerasi pembangunan perumahan rakyat membutuhkan mekanisme koordinasi yang efektif, melalui pemetaan multi kebijakan, perumusan arah kebijakan strategis dan program bersama. Perlu mencari terobosan yang progresif untuk mengatasi kompleksitas masalah dan kendala otonomi daerah. Serta pentingnya membuka ruang dialog, pemetaan ragam masalah dan program social engineering bagi rakyat miskin yang akan mendapatkan fasilitas perumahan.

Sebagai salah satu sektor publik, sektor perumahan rakyat di Indonesia menghadapi masalah yang kompleks. Perlu diperhatikan bahwa strategi menghadapi masalah yang kompleks jauh lebih penting dibanding merumuskan berbagai strategi penanganan berbagai masalah yang dipandang secara parsial.

Perkembangan kebijakan perumahan di Indonesia hendaknya tidak menghasilkan kumpulan aksi yang involutif semata. Sebelum menyusun strategi menghadapi masalah yang kompleks, dan sebelum menentukan arah dan bentuk kebijakan perumahan yang mantap, perlu lebih dulu mengenal karakter (nature) dari sebuah masalah kebijakan yang kompleks.

Keberadaan dan pengelolaan aset milik pemerintah daerah, terutama aset tanah dan properti hingga saat ini dalam kondisi yang menyedihkan karena banyak yang terlantar. Sebaiknya aset daerah tersebut dipakai untuk membangun infrastruktur perumahan rakyat.

Banyak pejabat dan aparat daerah yang kurang peduli dan belum mengelola aset itu secara efektif, efisien dan profit. Akibatnya, tidak sedikit aset daerah yang pindah tangan atau dikelola oleh pihak lain secara asal-asalan. Keberadaan aset daerah pada saat ini menimbulkan ironisme dalam usaha peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Aset daerah yang telah eksis seharusnya dikelola lebih baik sehingga menghasilkan keuntungan optimal. Mestinya Kepala Daerah mulai dari Bupati, Walikota, hingga Gubernur begitu dirinya terpilih dalam Pilkada langsung memahami hakikat dari manajemen aset daerah. Sesuai dengan filosofi "Optimizing the utilization of assets in terms of service benefit and financial return". Yang pada prinsipnya menyatakan bahwa pengelolaan aset membutuhkan minimalisasi biaya kepemilikan (minimize cost of ownership), memaksimalkan ketersediaan aset (maximize asset availability) dan memaksimalkan penggunaan aset (maximize asset utilization).

Rakyat sering menyaksikan aset daerah yang dibiarkan terlantar, diserobot atau disewakan semurah-murahnya kepada pihak lain dengan cara ilegal.

Oleh sebab itu pentingnya tindakan tegas otoritas hukum dan KPK terkait dengan optimalisasi pemanfaatan aset daerah. Dengan cara investigasi secara detail terhadap pemanfaatan aset saat ini (existing use). Apakah terjadi modus yang merugikan negara. Misalnya dengan menilai kembali besarnya sewa, tingkat produksi, harga barang dan parameter lainnya. Juga pentingnya evaluasi perbandingan pendapatan dari aset atau Return on Asset (ROA). (TS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun