Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Hari Bumi: Menggugat Komitmen Pemerintah Terapkan Cukai Plastik

21 April 2024   21:10 Diperbarui: 22 April 2024   07:16 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lustrasi sampah plastik mencemari pantai.(Sumber SHUTTERSTOCK via KOMPAS.com)

Hari Bumi : Menggugat Komitmen Pemerintah Terapkan Cukai Plastik

Masalah plastik ibaratnya menjadi buah simalakama bagi negeri ini. Volume sampah plastik yang semakin besar tidak mampu diatasi dan semakin merusak lingkungan.

Sampah plastik dan pencemaran plastik terjadi dimana-mana. Konsumsi plastik yang tidak ramah lingkungan semakin menggila dan tidak bisa diatasi oleh pemerintah.

Celakanya penyelundupan sampah plastik dari luar negeri masih terjadi. Regulasi untuk mengendalikan plastik yang tidak ramah lingkungan hanya basa-basi pemerintah dan menimbulkan sinisme pihak pengusaha.

Pemberlakukan cukai plastik yang telah dirancang sejak 2016 tidak kunjung diterapkan hingga saat ini. Pemerintah berjanji penerapan tersebut tidak molor lagi pada tahun 2024 ini. Haruskah janji tinggal janji ? Sementara lingkungan hidup negei ini semakin rusak akibat sampah plastik.

Hari Bumi, yang dirayakan secara global pada tanggal 22 April, memberikan platform penting untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu lingkungan dan mengadvokasi praktik berkelanjutan.

Tema Hari Bumi pada tahun 2024 adalah "Planet vs Plastik," menyoroti komitmen negara di muka bumi ini untuk mengurangi penggunaan plastik secara signifikan untuk menjaga kesehatan ekologi dan manusia.

Hari Bumi 2024 akan fokus pada advokasi pengurangan produksi plastik sebesar 60 persen pada tahun 2040, penghapusan plastik sekali pakai, dan sikap tegas terhadap fast fashion. Tindakan-tindakan ini penting untuk mengurangi meluasnya polusi yang mengancam lingkungan alam dan perkotaan.

Warga bumi diharapkan berpartisipasi dalam Hari Bumi, bentuk partisipasi antara lain menanam pohon, mengurangi konsumsi plastik, berpartisipasi dalam advokasi, membuat pilihan fesyen yang ramah lingkungan, dan kampanye lingkungan.

Komitmen pemerintah untuk mengatasi dampak negative plastik masih rendah. Sungguh ironis, pemerintah selama ini didekte oleh Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) terkait dengan cukai plastik yang pemberlakuannya molor terus.

Pemerintah obral janji lagi bahwa untuk memberlakukan cukai plastik pada 2024. Pasalnya, kebijakan ini dinilai dapat mengganggu iklim usaha industri plastik. 

Adapun, rencana pengenaan cukai plastik telah dirancang pemerintah sejak 2016. Namun, hingga kini rencana tersebut belum terealisasikan, seiring dengan dipangkasnya target penerimaan negara 2023 dari cukai plastik dan MBDK menjadi Rp 0.

lustrasi sampah plastik mencemari pantai.(Sumber SHUTTERSTOCK via KOMPAS.com)
lustrasi sampah plastik mencemari pantai.(Sumber SHUTTERSTOCK via KOMPAS.com)

Padahal Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyetujui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk menerapkan penarikan cukai terhadap produk plastik.

Produk yang kena cukai meliputi kantong plastik hingga minuman berpemanis dalam kemasan plastik atau saset.Meskipun sudah disetujui,pemerintah belum menentukan waktu implementasi serta besaran tarif. Hal itu akan dibahas lebih lanjut dengan pihak DPR.

Antar kementerian terjadi silang pendapat terkait dengan cukai plastik.Sebenarnya sudah cukup lama Kementerian Keuangan mengusulkan kepada Komisi XI DPR tentang besaran tarif cukai terhadap kemasan dan kantong plastik. Besaran tarif cukai yang dikenakan adalah Rp 30.000 per kilogram (kg) atau Rp 200 per lembar dengan catatan per kg terdapat 150 lembar.

Jika tarif cukai kantong plastik ditetapkan Rp 30.000 per kg, maka harga jual kantong plastik setelah kena cukai nantinya menjadi Rp 450-Rp 500 per lembar. Terhadap usulan itu Kementerian Perindustrian dan produsen plastik yang tergabung dalam Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) telah menolak.

Hampir seluruh industri dalam negeri membutuhkan bahan baku plastik. Pengguna terbesarnya adalah industri makanan dan poduk jenis fast moving consumer goods yang mencapai 60 persen dari total kebutuhan plastik nasional. Hingga kini produsen plastik dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan diatas.

Akibatnya para importir berlomba lomba mengimpor plastik dari negara lain. Setiap saat produk plastik impor memperbesar penetrasi ke pasar negeri ini. Konsumsi plastik domestik sejak tahun 2018 tumbuh 5,5 persen. Dari jumlah diatas, 40 persen dipenuhi dari impor. Adapun sebanyak 80 persen impor tersebut berasal dari negara-negara ASEAN dan Tiongkok.

Penerapan cukai plastik merupakan sesuatu yang wajar, apalagi selama ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah mengeluarkan kebijakan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) terhadap 18 sektor industri di Indonesia. Industri pembuatan kemasan plastik menjadi industri paling besar mendapatkan BMDTP.

Industri ini meliputi pembuatan kemasan plastik, plastik lembaran, terpal, karungplastik, botol dan jirigen plastik dan semua perabot rumah tangga yang terbuat dari plastik.

Dari jumlah BMDTP tersebut sebagian besar dibeikan untuk industri plastik dan pembinaanya ada di Dirjen Basis Industri Manufaktur.

Pengalaman di negara lain menyatakan bahwa pemberlakuan cukai plastik tidak menyebabkan dampak negatif terhadap industri dalam negeri karena meningkatkan ongkos produksi dan harga jual produk. Dari aspek lingkungan tujuannya tidak hanya mengurangi plastik, tapi bagaimana sampahnya juga tertangani secara baik.

Perlu digalakkan gerakan Masyarakat untuk membudayakan hidup tanpa keresek atau kantong plastik serta mengawasi secara ketat bagi produsen keresek yang tidak ramah lingkungan. Karena dampak lingkungan yang ditimbulkannya sudah sangat serius.

Catatan sejarah menunjukkan kemasan plastik mulai diperkenalkan pada 1900-an. Plastik dibuat dengan cara polimerisasi yaitu menyusun dan membentuk secara sambung menyambung bahan-bahan dasar plastik yang disebut monomer.

Disamping bahan dasar berupa monomer, di dalam plastik juga terdapat bahan non plastik yang disebut aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat plastik itu sendiri.

Bahan aditif tersebut berupa zat-zat dengan berat molekul rendah, yang dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap sinar ultraviolet, anti lekat, dan masih banyak lagi.

Kemasan atau wadah plastik menyimpan bahaya, yaitu bahaya terjadinya migrasi atau berpindahnya zat-zat monomer dari bahan plastik ke dalam makanan. Migrasi monomer terjadi karena dipengaruhi oleh suhu makanan atau penyimpanan dan proses pengolahannya. Selama ini rakyat tidak sadar bahwa kantong plastik keresek bisa merusak kesehatan.

Kantong plastik keresek berwarna kebanyakan merupakan produk daur ulang yang berbahaya karena riwayat penggunaan tidak diketahui. Bisa jadi bekas tempat pestisida, limbah rumah sakit, limbah logam berat, dan lain-lain.

Indonesia perlu menggalakkan inovasi produk plastik yang biodegradable. Plastik jenis ini umumnya dibuat dari proses fermentasi gula oleh mikroorganisme. 

Seperti diketahui bahwa beberapa jenis mikroorganisme mampu mengolah gula yang diserapnya menjadi plastik yang disimpan di dalam selnya. Karena berasal dari mikroorganisme, plastik ini bisa didegradasi oleh alam. Proses degradasi alami bersifat carbon neutral karena tidak melepas CO2 ke atmosfir.

Contoh dari plastik jenis ini adalah polylactic acid (PLA) dan polyhydroxybutyrate (PHB) yang merupakan jenis plastik biodegradable yang berasal dari fermentasi gula oleh beberapa jenis bakteri seperti Alcagenes eutrophus, Pseudomonas, dan Spirillum.

Jumlah timbunan sampah kantong plastik terus meningkat signifikan dalam 10 tahun terakhir dimana sekitar 9,8 miliar lembar kantong plastik digunakan oleh masyarakat Indonesia setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, hampir 95 persen kantong plastik menjadi sampah. Sementara kantong plastik sulit diurai oleh lingkungan. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun