Peringatan Harkonas, Kenapa Masih Banyak Konsumen Naas ?Â
 Peringatan Hari Konsumen Nasional (Harkonas) pada Tanggal 20 April masih diwarnai dengan banyaknya konsumen yang naas alias malang akibat dirugikan langsung atau tidak langsung oleh produsen atau perusahaan. Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang sudah berusia tua masih saja seperti macan ompong. Disrupsi teknologi dan perubahan model bisnis yang berbasis digital menyebabkan UU tersebut saatnya direvisi, agar konsumen benar-benar menjadi raja.
Peringatan Harkonas secara nasional dikoordinasikan oleh Kementerian Perdagangan bertujuan meningkatkan kesadaran akan pentingnya hak dan kewajiban konsumen serta sebagai pendorong meningkatnya daya saing produk yang dihasilkan pelaku usaha dalam negeri. Tahun ini, Hari Konsumen Nasional 2024 mengetengahkan tema "Konsumen Kritis, Cerdas Bertransaksi". Konsumen yang cerdas adalah konsumen yang bertransaksi barang/jasa hanya sesuai dengan kebutuhan bukan keinginan, menggunakan teknologi informasi dengan bijak sehingga dapat percaya diri dan berdaya dalam memperjuangkan hak-haknya.
Bangsa ini membutuhkan undang-undang yang bisa mengatur perdagangan yang sesuai dengan kondisi rakyat yang sebenarnya. Tak bisa dimungkiri dalam hal perdagangan posisi rakyat masih lemah dan sering dikelabui alias ditipu. Eksistensi UU Perdagangan belum mampu sebagai regulasi yang mengatur aktivitas perdagangan secara menyeluruh. Tantangan globalisasi salah satunya adalah menguatkan perdagangan domestik agar tetap mampu bersaing. Kehadiran UU Perdagangan adalah sebuah keniscayaan yang harus bisa memberikan harapan baru bagi kepastian dan hukum dagang di Indonesia. Sesuai dengan pesatnya teknologi digital maka ranah perdagangan memerlukan platform perdagangan yang meliputi hal-hal terkait harga, suplai dan distribusi untuk menghindari adanya asymmetric information yang dapat memicu kartel dan monopoli harga.
Keberadaan Undang-Undang Perdagangan belum bisa memperkuat kewenangan pemerintah dalam pengendalian harga kebutuhan bahan pokok sehingga menciptakan kestabilan penyediaan bahan pokok bagi masyarakat, menyediakan sistem informasi perdagangan yang baik, mampu memberikan insentif untuk melindungi perdagangan domestik secara proporsional, menghilangkan monopoli dan oligopoli yang merugikan rakyat banyak, mendorong perdagangan internasional yang adil, saling menguntungkan dan tidak merugikan kepentingan nasional.
Salah satu isu penting dalam Peringatan Harkonas adalah terkait dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Dalam UU Perdagangan disebutkan bahwa pelaku perdagangan atau penyedia yang tidak memenuhi SNI dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar. Pada era sekarang ini perlunya dorongan kuat penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang disertifikasi oleh kementerian dan lembaga teknis terkait dan diawasi oleh Kementerian Perdagangan sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing dan perlindungan konsumen.
Perlu revitalisasi peran Badan Standardisasi Nasional (BSN). Apalagi BSN pada saat ini sedang gencar-gencarnya menyerukan kepada semua pihak supaya memperhatikan standar mutu produk di tengah serbuan barang impor. Bulan November telah menjadi tradisi global sebagai bulan mutu. Oleh sebab itu pentingnya gerakan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) dikalangan industri nasional, birokrasi pemerintahan, maupun dalam kehidupan masyarakat. Gerakan penerapan SNI lebih berkekuatan hukum jika UU Perdagangan sudah diberlakukan. Betapa pentingnya membudayakan standar mutu mengingat arus produk dan jasa di negeri ini semakin tidak terkendali, khususnya produk impor yang sering bermasalah terkait dengan mutu dan menimbulkan berbagai masalah sampingan lain.
Gerakan penerapan SNI selama ini merupakan implementasi dan tidak lanjut dari peringatan Hari Standar Dunia (World Standard Day). Dalam konteks diatas, berbagai negara di dunia menekankan mutu bagi segala aspek perdagangan produk dan jasa. Dalam era liberalisasi perdagangan dan serbuan barang impor, diperlukan peraturan pelengkap UU Perdagangan terkait dengan mutu dan infrastruktur mutu pendukungnya. Termasuk standar, penilaian kesesuaian, dan metrologi.
Mutu adalah keniscayaan, perlu totalitas melibatkan industri secara luas serta merespon secara konkrit persoalan masyarakat terkait mutu produk. Hal ini searah dengan agenda Badan standar internasional seperti IEC, ISO, dan ITU yang berusaha mewujudkan keselarasan antara sejumlah besar standar nasional dan regional. Hal itu tentunya akan mewujudkan praktik terbaik global, menghilangkan hambatan teknis perdagangan, dan mendorong berbagi kemajuan sosial-ekonomi. Semua agenda di atas bermuara kepada konsumen untuk bisa mendapatkan pilihan yang lebih luas, peningkatan kualitas dan harga yang lebih murah.
Dikalangan pengusaha domestik masalah standardisasi hingga kini masih banyak mengalami masalah. Masih kecil jumlah atau persentase produk nasional yang telah mendapatkan SNI. Langkah Kementerian Perindustrian untuk mendirikan bermacam laboratorium pengujian produk untuk menunjang penerapan SNI juga masih belum optimal.
Mestinya gerakan penerapan SNI dilakukan penuh semangat dan terus menerus. Masalah SNI sebenarnya bukan hal baru dan sudah sangat lama menjadi tekad pemerintah namun tidak pernah terartikulasi dengan baik. Gerakan standardisasi harusnya melibatkan seluas mungkin peran masyarakat. Keswadayaan masyarakat itu diharapkan bisa mengembangkan sistem SNI yang mencakup penyusunan dan revisi pedoman yang berkaitan dengan pembentukan Panitia Teknis, pengembangan SNI, penulisan SNI, adopsi standar internasional, serta Pedoman Standardisasi Nasional lainnya yang terkait. Pengembangan SNI membutuhkan penguatan manajemen, penerapan teknologi informasi dan pembentukan jaringan pakar. Selain itu pentingnya restrukturisasi Panitia Teknis SNI agar masing-masing memiliki lingkup yang jelas, terstruktur, dan tidak tumpang tindih.
Eksistensi UU Perdagangan harus bisa mendongkrak secara signifikan jumlah produk yang berhasil memperoleh SNI. Membendung serbuan produk impor dengan penerapan SNI harusnya bisa efektif. Oleh sebab itu perkembangan SNI yang menyangkut kinerja kelembagaan, SDM, fasilitas laboratorium dan sistem informasi standardisasi di negeri ini harus diperkuat dengan komitmen tertinggi dan penyediaan anggaran lewat APBN/APBD yang cukup.
Dalam hal pemberlakuan SNI wajib, pengadopsian SNI menjadi regulasi teknis dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang memiliki kewenangan meregulasi kegiatan dan peredaran produk di pasar. Perlunya mengatasi kerancuan dan keruwetan yang sering terjadi antara kementerian teknis dan otoritas standardisasi. Untuk itu fungsi BSN harus diperkuat dan diperluas, fungsi BSN sebaiknya tidak sekedar bertanggung jawab dalam proses notifikasi pemberlakuan SNI wajib itu ke WTO. Tentunya hal diatas harus sesuai dengan ketentuan yang diterbitkan oleh ISO (International Organization for Standardization) dan IEC (International Electrotechnical Commission).
Dengan gerakan SNI yang progresif, sistemik dan kontinu, maka masyarakat dan pelaku usaha semakin memahami bahwa SNI merupakan kebutuhan vital yang konkritnya berupa dokumen yang berisikan ketentuan teknis, pedoman dan karakteristik kegiatan dan produk, yang disusun dan disepakati oleh pihak pemangku kepentingan. SNI juga sangat penting untuk menetapkan batasan mutu dan keragaman produk, serta kompatibilitas dan interoperabilitas antar produk untuk meningkatkan efisiensi, transparansi dan meningkatkan kepastian dalam transaksi perdagangan. (TS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H