Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Perkawinan Film Nasional dengan Museum

30 Maret 2024   14:29 Diperbarui: 30 Maret 2024   18:21 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menikmati Sensasi Night at The Museum, di Museum Pertempuran 10 November di Surabaya (sumber : Tugujatim.id )

Perkawinan Film Nasional dengan Museum

Hari Film Nasional (HFN) diperingati setiap 30 Maret. Perayaan HFN ke-74 diharapkan meningkatkan kepercayaan diri terhadap kualitas perfilman di Indonesia. Tema yang diangkat untuk HFN 2024 adalah "Beragam Filmnya, Ramai Penontonnya"

Penetapan 30 Maret sebagai peringatan HFN dimaksudkan untuk mengenang hari pertama pengambilan gambar film Darah & Doa atau Long March of Siliwangi yang tata adegannya ditangani sutradara H. Usmar Ismail. Film sejarah perjuangan pasukan Kodam Siliwangi tersebut menjadi dokumen yang berharga.

Dalam rangka HFN 2024, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) juga membuat serangkaian acara untuk memperkuat apresiasi terhadap keberagaman genre film Indonesia dan memperkokoh ekosistem perfilman nasional.

Museum di Indonesia diharapkan bisa menjadi lokasi pembuatan film atau bahkan menjadi tema suatu film, seperti yang dilakukan produsen film Hollywood, Amerika Serikat (AS) di film Night at The Museum, untuk menarik minat kunjungan masyarakat.

Selain itu Museum Pertempuran Sepuluh November 1945 di Surabaya juga berhasil menyelenggarakan program Night at The Museum yang dibuka mulai pukul 16.00-21.00 WIB.

Pengunjung tidak hanya bisa melihat koleksi dalam museum, tapi juga akan disuguhkan sejumlah pertunjukan pentas seni. Pertunjukan musik, drama teatrikal pertempuran, serta nonton bareng (nobar) film dokumenter Soera Ing Baja.

Menikmati Sensasi Night at The Museum, di Museum Pertempuran 10 November di Surabaya (sumber : Tugujatim.id )
Menikmati Sensasi Night at The Museum, di Museum Pertempuran 10 November di Surabaya (sumber : Tugujatim.id )

Perkawinan film nasional dengan museum bisa dalam bentuk menjadikan museum sebagai latar belakang dan obyek sinematografi. Keterlibatan insan perfilman dalam pengelolaan museum di negeri ini bisa meningkatkan daya inovatif dalam hal layout objek atau koleksi museum.

Menurut Dirjen IKP Kementerian Kominfo, Film Night at The Museum terbukti membangkitkan minat masyarakat, khususnya generasi muda dalam mengunjungi museum.

Oleh karena itu, Dirjen Usman Kansong berharap sutradara atau produser film di Indonesia bisa turut membuat film-film berlatar belakang museum, seperti di Museum Satria Mandala, Jakarta.

Museum Satria Mandala, contohnya, dibuat program Night at the Museum supaya orang bisa mengunjungi museum pada malam hari. Mungkin nanti koleksi pesawat di museum bisa bergerak sendiri, koleksi tank juga begitu, seperti di film Night at The Museum. Perlu inovasi untuk mewujudkan hal tersebut.

Selama ini telah dilakukan kolaborasi yang intens antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kemenparekraf dan Perum Perusahaan Film Negara.

Esensi peringatan HFN tidak hanya terkait dengan kondisi produksi film nasional saja. Tetapi juga terkait dengan perkembangan usaha gedung bioskop dan keterkaitan film nasional dengan perkembangan teknologi digital khususnya teknologi kecerdasan buatan (AI).

Perlu partisipasi dan sinergi komponen bangsa untuk memajukan perfilman nasional. Kondisi film nasional kini bisa lepas dari lilitan masalah rumit dan mulai dihargai eksistensinya.

Eksistensi entitas produsen film nasional sebagai industri kreatif memiliki misi yang strategis dan sarana yang tepat untuk mewujudkan revolusi mental bangsa.

Saatnya membenahi rantai nilai sektor industri film nasional yang terdiri dari dua jenis industri utama. Yaitu industri produksi film yang meliputi rumah-rumah produksi dan industri distribusi atau channel distribusi film yang meliputi gedung bioskop, televisi, layar independen maupun melalui perangkat video.

Industri film meliputi aktivitas di rantai nilai yakni kreasi, produksi, dan komersial. Aktivitas pokok kreasi meliputi penulisan skenario, perencanaan produksi film seperti rencana biaya, waktu, lokasi, organisasi dan pemeran.

Aktivitas pokok pada rantai produksi adalah proses syuting di lapangan dan aktivitas post production di laboratorium, sedangkan aktivitas pokok komersial adalah publikasi film.

Perkembangan film nasional idealnya selaras dengan strategi industri kreatif nasional. Industri kreatif bisa berkembang pesat jika berakar kepada keanekaragaman budaya lokal dan warisan benda-benda bersejarah.

Sebenarnya industri kreatif di Indonesia memiliki basis dan tokoh yang luar biasa. Sayangnya, tokoh dan karya-karya kreatifnya sudah banyak yang ditelan zaman karena tidak terkelola dengan baik.

Para kolektor dunia juga tahu, bahwa Indonesia merupakan bangsa yang banyak melahirkan tokoh yang berjiwa seni yang luar biasa bak Ascensia Recta. Yakni kemampuan hebat dan kerja detail untuk menciptakan karya yang indah, eksotik, unggul dan mengandung keagungan seni dan arsitektur yang memorable sepanjang zaman. Sederet maestro seni Indonesia nama dan karyanya telah mendunia.

Sejarah mencatat pada tahun 1920 Soekarno telah membentuk komunitas kreatif yang mampu mengapresiasi karya sinema dengan baik. Soekarno yang kemudian menjadi Presiden Pertama RI itu berperan dalam produksi film pertama bangsa Indonesia yang berjudul Loetoeng Kasaroeng yang dirilis pada 1926.

Saatnya film nasional menjadi ikon promosi seni budaya, destinasi wisata dan keanekaragaman sumber daya alam yang merupakan aset bangsa yang nilainya luar biasa.

Museum yang merupakan wajah dan pranata kehidupan suatu bangsa dari abad ke abad sebaiknya menjadi wahana utama perfilman nasional. Museum bisa mengaktualisasikan nilai-nilai keindonesiaan yang hebat dan memukau untuk dijadikan konten perfilman nasional.

Salah satu museum yang telah bersinergi dengan industri film adalah Museum Bank Mandiri yang telah berhasil mendukung pembuatan Film Rudy Habibie. Sebagian adegan film tersebut tempatnya diambil dari museum tersebut. Sinergi antara museum dengan industri film telah mendatangkan efek sampingan yang sangat menguntungkan kedua belah pihak.

Eksistensi museum di Indonesia yang jumlahnya ribuan perlu dikawinkan dengan produksi film nasional. Saatnya film nasional mampu membangkitkan imajinasi warga bangsa serta membangkitkan etos kerja dan meneguhkan mentalitas warga bangsa. Keniscayaan film nasional mengedepankan peristiwa budaya, potensi indigenous, serta berbagai aspek yang bisa menumbuhkan industri kreatif. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun