Anugerah LPDP untuk Guru Penggerak Sejati
Mencetak guru penggerak sejati pemerintah jangan setengah hati. Mesti massive action hingga menjangkau pelosok daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T). Mencetak guru penggerak jangan mengedepankan tetek bengek birokrasi dan tidak perlu prosedur berbelit-belit.Â
Sosok guru penggerak sejati, bukan guru penggerak semu. Perlu diberi anugerah terindah dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).Â
Guru penggerak semu muncul dari proses yang instan bahkan terjadi kolusi birokrasi pendidikan yang hanya mengedepan seleksi formal diatas kertas.
Sedangkan guru penggerak sejati telah mengalami dialektika kehidupan yang hebat dan tangguh dalam mencari solusi untuk lingkungannya.
Keniscayaan, Indonesia membutuhkan banyak guru penggerak yang sejati, bukan guru penggerak instan. Anggaran untuk mengembangkan profesi guru hingga kini masih kurang.Â
Bahkan Bank Dunia pernah merilis laporan berjudul How Indonesia's Subnational Government Spend Their Money on Education. Dalam laporan itu disebutkan 86 persen anggaran pendidikan di daerah hanya untuk gaji guru, bukan pengembangan kualitas pendidikan.
Sebanyak 86 persen dipakai untuk gaji dan tunjangan guru, sementara infrastruktur hanya 5 persen, biaya operasional 3 persen, dan pelatihan guru hanya 1 persen.Â
Dari aspek kualitas, berdasarkan data UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM) masih terdapat 25 persen guru yang belum memenuhi syarat kualifikasi akademik dan hampir setengah lebih belum memiliki sertifikat profesi.Â
Usaha meningkatkan kualitas dan profesionalitas guru merupakan keniscayaan bangsa yang tengah memasuki era industri 4.0. Kebutuhan terhadap guru berkelas dunia untuk meneguhkan industrialisasi nasional perlu terobosan.
Pemerintah mendatang hasil Pemilu 2024 perlu merombak dan menentukan orientasi baru program pengelolaan dana abadi pendidikan.Â
Saatnya pengelolaan dana abadi pendidikan dilakukan secara produktif, terukur, dan lebih efektif dalam mendongkrak kualitas SDM bangsa.Pengelolaan dana abadi pendidikan perlu memberikan alokasi kepada guru penggerak di daerah 3T.
Presiden baru perlu merombak LPDP yang meliputi aspek pengelolaan dan metode seleksi hingga negara yang dituju oleh penerima beasiswa harus lebih variatif.Â
Bukan mengelompok dalam suatu negara yang itu-itu saja. Karena pusat inovasi teknologi dan kemajuan peradaban kini semakin menyebar di muka bumi.
Sekedar catatan bahwa dana pendidikan Indonesia dikelola oleh LPDP, yang penerimaannya berasal dari investasi dana abadi.Sudah ribuan guru mendapatkan beasiswa LPDP.Â
Perombakan program selain untuk memilih negara tujuan beasiswa dan bidang studi, mestinya juga memperluas basis penerima beasiswa. Sehingga para penerima tidak lagi Jakarta sentris, atau berbasis kota-kota besar, tetapi mesti bisa diraih oleh mereka yang ada di pelosok daerah.
Program beasiswa LPDP saatnya memberikan anugerah dan kesempatan emas bagi guru penggerak sejati yang selama ini berkiprah di pelosok daerah tertinggal, terluar dan terdepan.Â
Masyarakat berharap agar program yang merupakan investasi pemerintah di bidang sumber daya manusia bisa lebih efektif dan progresif. Apalagi operasional lembaga tersebut murni dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), bukan dari utang.
Mengingat pendanaan LPDP murni dari jerih payah rakyat Indonesia melalui pajak dan lain-lain, maka program itu semestinya harus mengedepankan asas keadilan.Â
Implikasinya para penerima manfaat program LPDP mestinya tersebar merata untuk seluruh rakyat Indonesia. Kesempatan untuk meraih beasiswa dan pendanaan program LPDP seyogyanya jangan dimonopoli orang kaya yang memiliki dana dan fasilitas.
Saatnya para guru penggerak merasakan langsung Program LPDP. Sejak lembaga ini dibentuk, publik melihat belum adanya rasa keadilan dalam program beasiswa luar negeri.Â
Masyarakat melihat bahwa program diatas elitis dan cenderung berpihak kepada yang kaya dan orang yang tinggal di kota besar. Terlebih mereka punya fasilitas dan uang untuk mendapat Letter of Acceptance (LoA) atau conditional letter dari perguruan tinggi luar negeri.
Tentunya para guru dari desa dan pelosok daerah kesulitan memperoleh LoA. Karena untuk dapatkan itu prosesnya panjang dan membutuhkan dana dan kemampuan bahasa asing yang lebih. Hal ini tentunya memberatkan yang berasal dari daerah dan keluarga tidak mampu.
Semua guru yang berprestasi, khususnya guru penggerak sebaiknya diberi kesempatan tanpa harus ikut tahapan seleksi. Mereka cukup dibantu proses untuk mendapatkan LoA dan meningkatkan kemahiran berbahasa asing.Â
Saatnya LPDP menjadi navigator dan fasilitator yang bisa membuka jalan kemajuan bagi para guru penggerak. Navigator yang mampu mengarahkan para guru penggerak menjadi agen kemajuan bangsanya.
Guru penggerak sejati dari daerah 3T sebaiknya langsung diberi anugerah beasiswa LPDP, baik beasiswa ke luar negeri maupun di dalam negeri. Saat ini mendapat beasiswa LPDP merupakan idaman banyak pemburu beasiswa. Sayangnya guru-guru dari pelosok daerah selama ini banyak yang merasa kesulitan dalam seleksi beasiswa.
Prosedur utama untuk bisa lulus beasiswa adalah mempersiapkan dokumen dengan baik, misalnya sertifikat Toefl/ IELTS, Ijazah, Transkrip nilai/ IPK, Surat rekomendasi/ dosen/tempat kerja, penulisan esai dan LOA.
Penulisan esai merupakan kunci utama untuk lulus seleksi administrasi karena berkaitan dengan portofolio diri atau personal branding kepada pemberi beasiswa.Â
Sehingga sangat penting kemampuan menulis esai. Bagi guru yang selama ini tergabung dalam Kompasiana tentunya sudah banyak yang piawai dalam menulis esai atau artikel.Â
Mengikuti seleksi beasiswa LPDP yang dirasa sulit adalah proses untuk mendapatkan LOA. Yakni surat keterangan penerimaan dari kampus yang dituju. (TS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H