Perlu komponen tata kelola TI pemilu menurut COBIT 2019. Mengingat perkembangan bisnis dan TI yang begitu dinamis dan cepat berubah, maka kerangka kerja seperti COBIT pun dituntut untuk selalu melakukan evaluasi dan penyesuaian-penyesuaian. Sehingga ISACA mengeluarkan rilis baru dari COBIT. Perubahan yang dilakukan cukup banyak dan signifikan terhadap rilis COBIT sebelumnya.
Perlu merancang SI pemilu yang menerapkan Enterprise Service Bus (ESB) sebagai middleware integrasi berbasis Service Oriented Architecture (SOA). Menurut Juric, ada empat arsitektur integrasi yaitu 1) point-to-point, 2) hub-and-spoke,3) enterprise message bus (JMS) dan 4) ESB / SOA. Arsitektur point-to-point merupakan sekumpulan sistem independen yang dikoneksikan melalui sebuah jaringan.
Arsitektur hub-and-spoke merepresentasikan tahap berikutnya dalam evolusi integrasi sistem, dengan menggunakan hub sentral untuk komunikasi antar jaringan. Dalam arsitektur enterprise message bus, sistem independen diintegrasikan menggunakan sebuah message bus.
Konsep integrasi aplikasi berbasis SOA pada awalnya hadir sebagai solusi terhadap masalah kompleksitas integrasi point-to-point serta integrasi hub-and-spoke tersebut. SOA merupakan arsitektur pengembangan aplikasi perangkat lunak berbasis layanan, maka dalam integrasi layanan layanan akan terjadi ikatan-longgar. Hal ini memungkinkan penggunaan ulang layanan-layanan yang sudah ada dan menghasilkan aplikasi yang dapat dibangun dan diubah secara mudah dan cepat.
Mekanisme Sengketa Pemilu
Pemilu di Indonesia mempunyai persoalan krusial yaitu dalam hal luasnya cakupan pengertian pemilu dan mekanisme penyelesaian sengketa pemilu. Sengketa pemilu yang harus diselesaikan
oleh MK adalah sengketa pemilu legislatif (DPR, DPD, dan DPRD), pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta pemilu Kepala Daerah. Potensi permasalahan pemilu dapat diklasifikasi menjadi tiga kelompok permasalahan, yaitu: masalah pelanggaran administratif pemilu, masalah pelanggaran tindak pidana pemilu,masalah sengketa hasil suara dalam pemilu.
Dari uraian di atas terlihat bahwa, perlu adanya penegasan dalam norma aturan penyelesaian sengketa pemilu mengenai permasalahan apa yang seharusnya merupakan kewenangan MK, dan permasalahan bagaimana mekanisme yang tepat untuk menyelesaikan berbagai jenis sengketa dan pelanggaran yang terjadi dalam kaitannya dengan pemilihan umum.
Permasalahan Pemilu di Indonesia diantaranya meliputi (1) pelanggaran pidana dan administrasi Pemilu; dan (2) perselisihan hasil perolehan suara. Penyelesaian perselisihan hasil pemilu diatur dalam Pasal 24C UUD 1945 dan Pasal 10 UU MK.
Dalam praktiknya, kewenangan dalam menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan umum MK berkembang dari hanya sekedar mengkaji mengenai kuantitatif (baca:angka-angka hasil Pemilu) yang kemudian juga mempermasalahkan kualitatif (baca: terpenuhinya asas-asas konstitusional).