Memaknai Etika Konfusius dan Perang Talenta
Imlek 2024 merupakan tahun Naga Kayu dalam astrologi Cina. Tahun ini dipercayai sarat tantangan bagi sejumlah shio. Meskipun ada beberapa shio yang diyakini akan mendapatkan kebaikan dari energi Naga Kayu, namun perlu berhati-hati menghadapi era yang penuh ketidakpastian.
Kota tempat tinggal saya, yakni Bandung diwarnai dengan nuansa perayaan Imlek beserta kebudayaan Tionghoa. Perayaan Imlek selalu membawa pikiran saya terkait etika konfusius dan keunggulan etnis Cina yang dominan dalam hal perang talenta di muka Bumi.
Dunia terus terperangah terkait kesuksesan Tiongkok dalam mengelola SDM. SDM ala Tiongkok  dilandasi dengan spirit dan nilai-nilai tradisi. Spirit tersebut terkait dengan etika atau ajaran Konfusius yang mana waktu kelahirannya menjadi tahun pertama Tahun Baru Imlek.
Spirit dan etos kerja SDM di Tiongkok itu dilandasi etika dan nilai-nilai Konfusius. Nilai-nilai dan etika Konfusius kini telah menjadi prinsip etnis Cina dan dasar konglomerasi yang sangat ampuh untuk senjata persaingan di era globalisasi.
Negara tetangga yang getol melaksanakan ajaran Konfusianisme adalah Singapura. Lee Kuan Yew pemimpin Singapura yang gemar melakukan social engineering terhadap rakyatnya berhasil merevitalisasi spirit dari Konfusianisme. Yakni dengan mendatangkan beberapa pakar dari seluruh dunia untuk mengejawantahkan spirit Konfusius utamanya kepada generasi mudanya.
Salah satu pakar atau begawan Konfusius yang cukup terkenal adalah Prof. Tu Weiming, seorang guru besar yang mengajar sejarah dan filsafat Cina di Harvard University. Sejak tahun 1982, Prof. Tu diundang Pemerintah Singapura untuk mengajarkan Etika Konfusius bagi murid sekolah menengah, sebagai salah satu pilihan pendidikan moral.
Berharap peringatan tahun baru Imlek 2575 menimbulkan pengaruh positif bagi perekonomian dunia hingga perekonomian lokal yang tersebar di pelosok tanah air. Semua kalangan bisa memetik potensi ekonomi Imlek. Dari pengrajin, produsen makanan, petani hingga pengelola destinasi wisata perlu mempersiapkan diri sebaik-baiknya.
Etnis Tionghoa di Indonesia memperoleh kebebasan merayakan Imlek pada 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Kemudian menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif atau hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya. Baru pada 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai tahun 2003.