Pertama, mereka menerbitkan dan/atau menggunakan lebih dari satu surat alas hak berupa girik/pipil/kekitir/yasan/letter c/ surat tanah perwatasan/register/surat keterangan tanah/surat pernyataan penguasaan fisik atau nama lain yang sejenis, surat keterangan tidak sengketa, atau surat-surat lainnya yang berhubungan dengan tanah oleh kepala desa/lurah kepada beberapa pihak terhadap satu bidang tanah yang sama.
Kedua, mereka menerbitkan dan/atau menggunakan dokumen yang terindikasi palsu terkait tanah..
Ketiga, mereka melakukan okupasi atau penguasaan tanah tanpa izin di atas tanah milik orang lain (Hak Milik/HGU/HGB/HP/HPL) baik yang sudah berakhir maupun yang masih berlaku haknya.
Keempat, mereka merubah/memindahkan/menghilangkan patok tanda batas tanah.
Kelima, mereka mengajukan permohonan sertifikat pengganti karena hilang, sementara sertifikat tersebut masih ada dan masih dipegang oleh pemiliknya, sehingga mengakibatkan adanya dua sertifikat di atas satu bidang tanah yang sama.
Langkah Kementerian masih lembek dalam menyikat mafia tanah. Langkah baru sebatas menginstruksikan seluruh Kantor Wilayah BPN Provinsi se-Indonesia untuk mempercepat pelaksanaan Program Strategis Nasional (PSN) Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Untuk mengatasi tumpang tindih pemanfaatan tanah, perlu Program Satu Peta yang bisa membuat perencanaan pembangunan lebih akurat karena bukan hanya berdasarkan data, tapi juga berdasarkan peta yang detail.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN ) dalam hal ini Badan Informasi Geospasial (BIG) perlu menyajikan peta dasar untuk daerah dengan skala yang lebih besar untuk mengatasi persoalan pertanahan. Seluruh pemerintah daerah saatnya melakukan inovasi sistem pertanahan. Apalagi jumlah kasus sengketa pertanahan terus terjadi. Selain itu pembangunan infrastruktur oleh pusat dan daerah juga sering terkendala oleh masalah pengadaan tanah.
Melonjaknya kasus sengketa pertanahan dan kendala proses pengadaan tanah selain membutuhkan kewibawaan hukum juga membutuhkan sistem informasi pertanahan yang handal berbasis teknologi spasial dan big data.
Agar semua aspek pertanahan bisa dikelola dengan baik. Dalam era globalisasi, sistem informasi pertanahan juga sangat berguna untuk menentukan pola spasial pusat ekonomi. Pola spasial itu berbasis Geographical Information System (GIS) dengan faktor interoperabilitas yang baik. Sehingga publik mudah mengaksesnya lewat internet.
Beberapa kali pemerintah merevisi peraturan tentang pengadaan tanah untuk pembangunan. Setelah revisi terhadap Perpres No.65/2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum. Masalah tersebut diatasi lewat UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.Salah satu kendala yang signifikan adalah masalah rendahnya kredibilitas sistem informasi pertanahan di daerah. Sistem selama ini masih dibuat asal-asalan.