Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengelola SDA Perlu Keberanian Sikat Mafia Tanah

21 Januari 2024   15:07 Diperbarui: 21 Januari 2024   15:07 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, mereka menerbitkan dan/atau menggunakan lebih dari satu surat alas hak berupa girik/pipil/kekitir/yasan/letter c/ surat tanah perwatasan/register/surat keterangan tanah/surat pernyataan penguasaan fisik atau nama lain yang sejenis, surat keterangan tidak sengketa, atau surat-surat lainnya yang berhubungan dengan tanah oleh kepala desa/lurah kepada beberapa pihak terhadap satu bidang tanah yang sama.

Kedua, mereka menerbitkan dan/atau menggunakan dokumen yang terindikasi palsu terkait tanah..

Ketiga, mereka melakukan okupasi atau penguasaan tanah tanpa izin di atas tanah milik orang lain (Hak Milik/HGU/HGB/HP/HPL) baik yang sudah berakhir maupun yang masih berlaku haknya.

Keempat, mereka merubah/memindahkan/menghilangkan patok tanda batas tanah.

Kelima, mereka mengajukan permohonan sertifikat pengganti karena hilang, sementara sertifikat tersebut masih ada dan masih dipegang oleh pemiliknya, sehingga mengakibatkan adanya dua sertifikat di atas satu bidang tanah yang sama.

Langkah Kementerian masih lembek dalam menyikat mafia tanah. Langkah baru sebatas menginstruksikan seluruh Kantor Wilayah BPN Provinsi se-Indonesia untuk mempercepat pelaksanaan Program Strategis Nasional (PSN) Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Untuk mengatasi tumpang tindih pemanfaatan tanah, perlu Program Satu Peta yang bisa membuat perencanaan pembangunan lebih akurat karena bukan hanya berdasarkan data, tapi juga berdasarkan peta yang detail.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN ) dalam hal ini Badan Informasi Geospasial (BIG) perlu menyajikan peta dasar untuk daerah dengan skala yang lebih besar untuk mengatasi persoalan pertanahan. Seluruh pemerintah daerah saatnya melakukan inovasi sistem pertanahan. Apalagi jumlah kasus sengketa pertanahan terus terjadi. Selain itu pembangunan infrastruktur oleh pusat dan daerah juga sering terkendala oleh masalah pengadaan tanah.

Melonjaknya kasus sengketa pertanahan dan kendala proses pengadaan tanah selain membutuhkan kewibawaan hukum juga membutuhkan sistem informasi pertanahan yang handal berbasis teknologi spasial dan big data.

Agar semua aspek pertanahan bisa dikelola dengan baik. Dalam era globalisasi, sistem informasi pertanahan juga sangat berguna untuk menentukan pola spasial pusat ekonomi. Pola spasial itu berbasis Geographical Information System (GIS) dengan faktor interoperabilitas yang baik. Sehingga publik mudah mengaksesnya lewat internet.

Beberapa kali pemerintah merevisi peraturan tentang pengadaan tanah untuk pembangunan. Setelah revisi terhadap Perpres No.65/2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum. Masalah tersebut diatasi lewat UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.Salah satu kendala yang signifikan adalah masalah rendahnya kredibilitas sistem informasi pertanahan di daerah. Sistem selama ini masih dibuat asal-asalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun