Tidak mudah mengembangkan kota teknopolis, dibutuhkan infrastruktur dan investor yang kuat. Selain itu Bandung juga harus berkompetisi dengan kota-kota lain yang terlebih dahulu memiliki kawasan industri yang sudah tertata. Seperti halnya kota Kudus yang sudah melangkah menjadi kota teknopolis berbasis industri perangkat TIK khususnya produk smartphone, televisi, dan perangkat elektronik lainnya.
Langkah Bandung menggapai teknopolis mestinya disertai dengan strategi diferensiasi dan daya dukung pasar yang kokoh. Teknopolis jangan hanya menjadi slogan. Sudah banyak slogan yang menempel di kota Bandung. Seperti Bandung Kota Cerdas (Bandung Smart City).Â
Cetak biru dan konsep Bandung Smart City (BSC) yang merupakan konsep kota berbasis teknologi yang diintegrasikan pada pelayanan publik untuk mencerdaskan warga dan kotanya perlu dipercepat. Banyak masalah krusial di kota Bandung yang yang hingga kini belum terpecahkan. Salah satu masalah krusial yang harus segera diatasi adalah masalah kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas di kota Bandung.
Betapa mahalnya ongkos dari kemacetan kota jika dihitung dengan nilai ekonomi dan sosial. Tak pelak lagi produktivitas kota menjadi berkurang secara signifikan karena termakan oleh kemacetan lalu lintas.Â
Pada jam sibuk kemampuan bergerak kendaraan di kota Bandung hanya sekitar 15 km/jam. Akibatnya, bahan bakar yang digunakan lebih banyak.Â
Selain itu penentuan rute angkutan kota juga belum berdasarkan analisa data spasial dan belum memakai smart traffic system untuk mengelola arus lalu lintas secara real time.
Ketua dan anggota Dewan BSC jangan hanya simbolis, mereka dituntut untuk menyusun sistem inovasi daerah yang relevan dengan perkembangan jaman. Potensi sumber daya manusia dan ragam kebudayaan di Bandung sangat memungkinkan menjadi lahan subur untuk tumbuhnya proses inovasi. Juga bisa merupakan potensi yang sangat besar untuk berbagai produk inovatif.
Kegiatan inovasi di Kota Bandung hendaknya mampu menjadikan produk yang mampu menembus pasar global secara konsisten. Untuk menembus pasar dibutuhkan strategi diferensiasi produk dan tidak perlu berorientasi cost leader.Â
Hal itu sejalan dengan pendapat pakar manajemen industri Michael Porter, yang menyatakan bila suatu produk tidak bisa menjadi cost leader, maka jadilah diferensiator. Dengan demikian, untuk mengelola produk inovatif maka strategi diferensiasi bisa menjadi daya saing yang sulit untuk ditiru oleh produk dari negara lain.