Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Industri Pertahanan, Kenapa Masih Jauh Panggang dari Api?

8 Januari 2024   16:44 Diperbarui: 8 Januari 2024   16:44 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Industri Pertahanan, Kenapa Masih Jauh Panggang dari Api ? 

Debat Capres Ketiga mencuatkan harapan terhadap industri pertahanan dalam negeri agar berperan memenuhi kebutuhan alutsista untuk TNI. Namun harapan para capres dalam debat tersebut tampaknya tidak bisa direalisasikan hingga lima tahun mendatang. Peran industri pertahanan dalam negeri yang tergolong BUMN yang dikelompokkan dalam Defend ID hingga kini masih terjerat dengan krisis manajemen dan keuangan.

Salah urus juga masih mewarnai perusahaan yang termasuk Defend ID. Buktinya, publik dikejutkan dengan berita pada akhir tahun 2023, bahwa karyawan BUMN industri pesawat terbang di Bandung gajinya tertunda dan terpaksa dicicil. Kesulitan menggaji karyawan dan kewajiban lainnya pertanda bahwa industri ini sedang mengalami krisis berkepanjangan.

Dalam debat capres ketiga, topik pembelian pesawat tempur bekas memicu perdebatan sengit. Lalu ada capres yang berpendapat bahwa pengadaan alutsista pesawat bisa diserahkan kepada PT Dirgantara Indonesia. Apakah industri pesawat di Kota Bandung tersebut mampu memenuhi kebutuhan hankam ? Melihat kondisi krisis manajemen dan keuangan yang terus mendera BUMN itu, bisa dibilang tidak mungkin bisa menjadi tulang punggung produsen alutsista. Paling banter industri warisan BJ Habibie tersebut hanya menjadi pendukung kecil-kecilan terhadap perusahaan pesawat raksasa dunia. Selain itu PTDI tidak mampu lagi memperoleh offset (imbal beli ) produksi komponen ketika negara membeli alutsista. Berbeda dengan era Menristek BJ Habibie dahulu yang mampu memperoleh offset produksi beberapa komponen pesawat tempur jenis F-16. Kini hal itu tidak terjadi lagi, Bahkan kerjasama pembuatan pesawat tempur dengan Korea Selatan ternyata juga penuh masalah alias gagal di tengah jalan.

Ilustrasi proyek pembuatan kapal selam (sumber: KOMPAS.id)
Ilustrasi proyek pembuatan kapal selam (sumber: KOMPAS.id)

Merombak Defend ID

Presiden terpilih mendatang harus merombak BUMN Defend ID. Sungguh ironis, kondisi holding Defend ID sering mengajukan permohonan untuk Penyertaan Modal Negara (PMN) hingga triliunan rupiah. Tahun kemarin mengajukan sekitar Rp 3 triliun, untuk empat perusahaan dalam holding diatas. Holding tersebut dahulu pada saat era BJ.Habibie bernama Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS), yang terdiri dari sejumlah BUMN strategis seperti PT PAL, PT DI, Pindad, PT LEN, dan PT Dahana.

Sebagian besar kapasitas holding tersebut sejak dahulu sudah berperan sebagai pendukung industri pertahanan. Sayangnya, proyek-proyek pengadaan yang diberikan oleh Kementerian Pertahanan banyak yang durasi penyerahannya molor alias tidak tepat waktu.

Padahal kebutuhan di lapangan untuk kegiatan operasional pertahanan sudah sangat mendesak. Pada saat kondisi dunia yang sangat dinamis dan terjadi pergolakan atau peperangan serta ketegangan di beberapa kawasan, maka proyek-proyek dari pihak Kemhan durasi penyerahannya harus baik, syukur kalau bisa lebih cepat dari yang ditentukan dalam kontrak.

Pengajuan PMN beberapa kali untuk BUMN yang tergabung dalam Defend ID tentu saja memberatkan anggaran negara. Pengajuan PMN untuk penguatan modal investasi ini untuk meningkatkan kapasitas produksi dan penguasaan teknologi.

Ada empat fasilitas yang dibiayai oleh PMN yang diajukan, yakni untuk pembangunan fasilitas galangan kapal baru dan peningkatan kapasitas oleh PT. PAL Indonesia (Persero) Rp 890 miliar, kemudian untuk pembangunan fasilitas radar nasional oleh PT LEN Industri (Persero) sebesar Rp 347 miliar. Lalu untuk peningkatan kapasitas produksi jenis pesawat N 219, CN 235 dan revitalisasi fasilitas pendukung produksi Rp 900 miliar oleh PT Dirgantara Indonesia (Persero). Dan peningkatan kapasitas produksi munisi kaliber kecil sedang dan besar, modernisasi lini produksi senjata serta medium tank dan ranpur Rp 843 miliar oleh PT Pindad.

Presiden Joko Widodo saat meluncurkan holding Defend ID dahulu menekankan bahwa pembangunan kemandirian industri pertahanan perlu dipercepat. Agar sepenuhnya siap dan mampu menjaga kedaulatan negara.Jokowi saat itu menegaskan upaya mewujudkan kemandirian pertahanan tak bisa dilakukan sendiri. Menurutnya, perlu pengembangan ekosistem agar industri pertahanan nasional di masa depan lebih maju dan berkelas.

Masalah pertahanan maritim pada saat ini sangat mendesak dan berpotensi terjadinya konflik regional hingga internasional. Terkait hal ini peran PT PAL sangat strategis. Sebelumnya pemerintah telah mengucurkan PMN kepada PT PAL Indonesia (Persero). Besaran modal yang diberikan mencapai 1,28 triliun rupiah. BUMN ini pada tahun 2015 juga telah menerima kucuran PMN sebesar 1,5 triliun rupiah.

Keputusan PMN diatas dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) 84/2021 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan PT PAL Indonesia.Kucuran modal diberikan pemerintah untuk memperbaiki struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha perusahaan dalam rangka untuk mendukung pembangunan infrastruktur produksi kapal selam.

PT PAL dituntut mampu melakukan proses produksi menjadi lebih efisien dan mampu meningkatkan kapasitas produksi serta durasi penyerahan produk lebih cepat.

Sebagai catatan, Indonesia memiliki empat perusahaan galangan kapal terkemuka diantaranya, PT Penataran Angkatan Laut (PAL) Indonesia, PT PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (DKB), PT Industri Kapal Indonesia (IKI), dan PT Dok & Perkapalan Surabaya (DPS). Namun yang selama ini paling besar mendapatkan suntikan dana sepanjang masa adalah PT PAL.

Pengucuran PMN dituntut transparan, akuntabel dan bebas korupsi, mengingat selama ini kinerja PT PAL belum menggembirakan. Apalagi Industri galangan kapal adalah industri

yang sarat risiko dan memiliki karakteristik spesifik dan lingkungan bisnis yang komplek. Secara umum, durasi pembuatan kapal di galangan nasional masih lambat sehingga sulit bersaing. Manajemen risiko bisa diatasi jika industri kapal mampu menguasai empat faktor internal, yakni manajemen galangan kapal, teknologi proses, kinerja produk (mutu dan delivery time) dan penawaran harga.

Sedangkan dari sisi eksternal terdapat empat faktor strategis, yaitu : interim supply (mutu dan spesifikasi material), order pembangunan kapal, hambatan global dan kebijakan di sektor maritim. Faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh pada keunggulan kompetitif dan keberlanjutan industri galangan kapal nasional. Keterlambatan penyelesaian pembangunan kapal dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain: kondisi dan syarat-syarat kontrak, kesiapan basic design dan key plan drawing kapal, kejelasan informasi dan spesifikasi kapal, pengadaan material dan peralatan kapal,ketersediaan tenaga kerja, fasilitas dan proses produksi serta dukungan pembiayaan dari sektor perbankan.

Pada prinsipnya proses pembangunan kapal bersifat Make to Order. Dimulai dengan penandatanganan kontrak pembangunan kapal, pemenuhan syarat-syarat kontrak, proses desain, pengadaan material/peralatan kapal, proses fabrikasi dan pembangunan kapal, proses uji coba (dock trial dan sea trial) serta diakhiri dengan proses penyerahan kapal (delivery voyage) di lokasi yang ditentukan.

Dikarenakan adanya persyaratan keselamatan kapal yang harus dipenuhi, maka dalam setiap tahap pembangunan kapal sejak proses desain sampai dengan uji coba kapal harus dilakukan sesuai dengan standar Class yang ditentukan. Untuk memastikan standar Class tersebut dipenuhi, setiap tahapan proses pembangunan kapal selalu dilakukan pemeriksaan dan persetujuan oleh class surveyor.

Program modernisasi kapal selam Indonesia dengan cara kerjasama alih teknologi dan produksi bersama Korea Selatan hasilnya belum optimal. Sehingga hingga kini belum bisa menjadi solusi cepat untuk mengganti kapal selam yang sudah tua. Doktrin pertahanan negara maritim menempatkan kapal selam sebagai alutsista unggulan. Fungsi utama kapal selam adalah intai taktis strategis dan sebagai pemukul awal. Kapal selam juga mampu melaksanakan blokade laut yang sangat efektif.

Alih teknologi kapal selam selama ini dilakukan oleh PT PAL. BUMN ini ditugaskan pemerintah untuk menjadi lead integrator dalam hal program alih teknologi dan pembangunan kapal selam yang bekerja sama dengan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) Korea Selatan. Namun Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pernah kecewa terhadap mega proyek kapal selam diatas. Sekedar catatan UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Dalam pasal 11 disebut, lead integrator pada industri pertahanan adalah BUMN. Khusus untuk TNI AL adalah PT PAL Indonesia.

Komisi I DPR juga pernah mengkritisi joint project kapal selam Chang Bogo Class dengan Korsel. Kerjasama pembuatan kapal selam banyak dipertanyakan oleh publik. Kerja sama yang telah menyedot uang negara dalam jumlah yang cukup besar itu hasilnya belum optimal dan kurang efektif untuk memenuhi kebutuhan pertahanan bawah permukaan laut.

Bahkan produk pertama kapal hasil kerjasama kedua negara itu boleh dikatakan belum mampu memenuhi spesifikasi kapal selam yang dibutuhkan untuk menjaga perairan Nusantara. Pengiriman ratusan insinyur ke Korsel untuk belajar membangun kapal selam kurang efektif karena sebagian besar dari insinyur diatas kini tidak lagi bekerja terkait dengan kapal selam. Padahal ratusan insinyur tersebut merupakan bagian dari kontrak pembelian kapal selam antara Pemerintah RI dan Korea Selatan. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun