Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Industri Pertahanan, Kenapa Masih Jauh Panggang dari Api?

8 Januari 2024   16:44 Diperbarui: 8 Januari 2024   16:44 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kemandirian produksi Alutsista (sumber : KOMPAS.id)

Program modernisasi kapal selam Indonesia dengan cara kerjasama alih teknologi dan produksi bersama Korea Selatan hasilnya belum optimal. Sehingga hingga kini belum bisa menjadi solusi cepat untuk mengganti kapal selam yang sudah tua. Doktrin pertahanan negara maritim menempatkan kapal selam sebagai alutsista unggulan. Fungsi utama kapal selam adalah intai taktis strategis dan sebagai pemukul awal. Kapal selam juga mampu melaksanakan blokade laut yang sangat efektif.

Alih teknologi kapal selam selama ini dilakukan oleh PT PAL. BUMN ini ditugaskan pemerintah untuk menjadi lead integrator dalam hal program alih teknologi dan pembangunan kapal selam yang bekerja sama dengan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) Korea Selatan. Namun Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pernah kecewa terhadap mega proyek kapal selam diatas. Sekedar catatan UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Dalam pasal 11 disebut, lead integrator pada industri pertahanan adalah BUMN. Khusus untuk TNI AL adalah PT PAL Indonesia.

Komisi I DPR juga pernah mengkritisi joint project kapal selam Chang Bogo Class dengan Korsel. Kerjasama pembuatan kapal selam banyak dipertanyakan oleh publik. Kerja sama yang telah menyedot uang negara dalam jumlah yang cukup besar itu hasilnya belum optimal dan kurang efektif untuk memenuhi kebutuhan pertahanan bawah permukaan laut.

Bahkan produk pertama kapal hasil kerjasama kedua negara itu boleh dikatakan belum mampu memenuhi spesifikasi kapal selam yang dibutuhkan untuk menjaga perairan Nusantara. Pengiriman ratusan insinyur ke Korsel untuk belajar membangun kapal selam kurang efektif karena sebagian besar dari insinyur diatas kini tidak lagi bekerja terkait dengan kapal selam. Padahal ratusan insinyur tersebut merupakan bagian dari kontrak pembelian kapal selam antara Pemerintah RI dan Korea Selatan. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun