Pesawat Tempur Rongsokan dan Ekonomi Pertahanan dalam Genggaman Broker
Debat Capres Ketiga terkait dengan masalah pertahanan negara sangat menarik untuk disimak. Debat ketiga topiknya tidak perlu dianggap berat. Sebenarnya sih topik yang biasa-biasa saja. Hanya media massa mainstream saja yang terlalu melihat topik ini angker dan sangat elitis.Â
Setiap warga negara memiliki hak bela negara, perlu mendapatkan pencerahan terhadap masalah pertahanan dan keamanan. Karena masalah bela negara terkini bukan melulu dar der dor, justru bela negara yang esensial tak ada hubungannya dengan alutsista tentara. Perang sudah berubah menjadi perang asimetris. Peperangan itu sudah sampai di meja makan kita, di ruang tamu di dalam dompet warga negara, hingga di ranjang pengantin.
Keniscayaan, bela negara untuk generasi muda perlu dirombak. Kurikulum atau konten tentang bela negara bagi pelajar dan mahasiswa ditransformasikan sesuai dengan tantangan zaman.
Konten bela negara jangan sekedar baris-berbaris atau gerak badan ala militer. Perlu konten yang lebih aktual. Perlu muatan yang lebih bersifat global. Bukan seperti konten untuk Hansip di kantor Kelurahan.
Untuk menikmati debat capres ketiga dan untuk meramaikan artikel topik pilihan di Republik KOMPASIANA saya sempatkan diri untuk membuka koleksi buku saya tentang pertahanan. Salah satu buku yang cukup relevan untuk nobar debat pilpres adalah buku Ekonomi Pertahanan karya Purnomo Yusgiantoro yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama. Buku ini patut dijadikan referensi utama terkait dengan acara debat Pilpres 2024.
Menjelang debat ketiga, masalah pesawat tempur rongsokan dan gugatan efektivitas dan transparansi anggaran hankam menjadi sorotan luas. Istilah pesawat rongsokan menurut saya sangat tepat, lebih pas ketimbang pesawat bekas. Kenapa ? karena pesawat terbang itu jika kondisinya sudah lama di grounded, sudah berdebu bahkan bisa jadi sudah terserang korosi disana-sini, bagaikan benda rongsokan alias besi tua.
Sebagai orang yang pernah bekerja di industri pesawat terbang saya pernah mendapat pelajaran jika pesawat grounded atau tidak terbang dalam waktu yang sangat lama, maka sistem dan konstruksinya bisa mengalami kerusakan berantai.Â
Kondisi setiap part baik konstruksi, mesin, sistem hingga avioniknya perlu diperiksa atau diganti yang baru. Hal ini tentunya sangat membutuhkan waktu dan anggaran yang sangat banyak. Atau bisa jadi pesawat tempur itu tidak bisa diterbangkan lagi dan hanya menjadi pajangan di hanggar skadron.
Masih hangat dalam ingatan publik ketika saat itu Menteri Pertahanan era Presiden SBY yakni Purnomo Yusgiantoro menolak hibah atau pemberian cuma-cuma pesawat tempur. Penolakan pak Poer itu sangat tepat dari berbagai aspek. Ironisnya pesawat tempur itu kini justru akan dibeli dengan harga yang sangat tinggi. "Edan tenan !," respon saya ketika melihat masalah tersebut.