Perlu mengkonkritkan sinergi antara pelaku perkeretaapian nasional. Diperlukan skema yang saling menguntungkan untuk mengatasi kondisi gerbong dan prasarana kereta api yang sudah tua. Sehingga bisa dirawat serta dimodifikasi secara benar oleh INKA dan Balai Yasa. Kapabilitas dan SDM INKA dan Balai Yasa KAI yang telah menghabiskan dana investasi yang cukup besar seharusnya mampu memberikan solusi praktis terhadap persoalan teknis perkeretaapian sekarang ini.
Melihat infrastruktur kereta api yang ada di Pulau Jawa dan Sumatera, sangat kentara bahwa KA di negeri ini memang bukan dirancang bangun untuk menghasilkan kecepatan tinggi. Dengan model rekayasa dan rancang bangun jaringan KA bertrak standar hasil peninggalan Belanda dan Jepang seperti itu, sebetulnya langkah revitalisasi KA di Indonesia sebaiknya tidak diprioritaskan pada kelas eksekutif dan bisnis, melainkan pada kenyamanan kelas ekonomi untuk menghubungkan kota kota kecil dengan kota besar.
Merger antara PT KAI-INKA perlu segera dikonkritkan. Hal itu untuk mengatasi situasi disergi industri dalam perspektif problem solving dunia perkereta-apian. Merger adalah jalan terbaik sehingga seluruh kapabilitas INKA bisa diintegrasikan kedalam KAI sebagai unit produksi. Lalu beberapa Balai Yasa kereta api dan depo-depo yang dimiliki oleh PT KAI dapat beroperasi bersama.Â
Dengan adanya merger atau penggabungan problem struktural seperti volume penjualan dan krisis likuiditas yang mendera INKA selama ini dapat diatasi. Lebih dari itu terciptalah kondisi link and match antara pihak operasional dengan pihak industri kereta api.
Ada baiknya kita menengok keberhasilan Japan Railway East yang oleh Fortune Global sering dinobatkan menjadi The World's Largest Corporations. Perlu dicatat bahwa pemerintah Jepang tidak memberikan subsidi pada BUMN tersebut. Kemajuan yang diraih diatas karena tidak adanya dualisme dan overlapping antara pihak operator dengan fabrikasi. Sehingga tiga segmen bisnis non-inti dari Japan Railway East, yang terdiri dari utilisasi stasiun, pusat perbelanjaan dan perkantoran, hingga jasa logistik, perhotelan dan periklanan bisa tumbuh pesat.
Langkah merger antara PT KAI-INKA juga bisa memudahkan Ditjen Perkeretaapian Kemenhub dalam mengurusi dan mengawasi manajemen dan operasional kereta api. Sehingga kondisi prasarana dan sarana bisa disinkronkan antara kebutuhan riil PT KAI dengan program Ditjen Perkeretaapian Kemenhub. Dengan demikian infrastruktur kereta api secara nasional yang meliputi lokomotif, gerbong, KRL, KRD. LRT, MRT bisa berkembang dan berkelanjutan. Hal penting lainnya adalah terwujudnya keterpaduan antara pembenahan prasarana yang dimiliki pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan yang mencakup jalan rel, jembatan, terowongan, sinyal, fasilitas telekomunikasi serta elektrikal dan hak atas jalan selebar 11 m dari rel, bisa sinkron dengan prasarana yang dimiliki PT KAI yang mencakup stasiun, emplasemen, garasi dan bengkel. (TS)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H