Wujudkan Merger KAI-INKA, Hilangkan Disergi Perkeretaapian
Langkah Menteri BUMN Erick Thohir yang selama ini getol menggabungkan BUMN perlu dilanjutkan dengan mewujudkan merger antara PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI dan PT INKA (Persero). Dengan merger sistem perkeretaapian nasional bisa lebih terintegrasi dan efektif model bisnisnya.Â
Publik melihat selama ini antara KAI dan INKA masih terlihat bertolak belakang. Hubungan kerja dan bisnis keduanya kurang serasi padahal keduanya adalah BUMN. Pengadaan rangkaian KA oleh PT KAI belum didukung secara optimal oleh INKA. Terutama terkait dengan pengadaan rangkaian KA komuter. Penentuan harga proyek pengadaan kereta oleh INKA juga pernah dituding terlalu mahal harganya. Pemerintahan baru hasil Pemilu 2024 perlu secepatnya mewujudkan merger. Apalagi dalam sejarahnya, di masa lalu aset tanah dan properti yang saat ini dipakai oleh INKA adalah aset milik PT KAI yang letaknya tepat di sebelah Stasiun KA Kota Madiun.
Program revitalisasi KA perkotaan dan pembangunan jalur ganda dan jalur baru di luar Pulau Jawa sebaiknya diikuti oleh pembaharuan yang mendasar terhadap BUMN terkait. Yaitu eksistensi PT KAI dan INKA yang sebaiknya digabung atau dimerger. Dengan penggabungan tersebut revitalisasi KA di negeri ini bisa dilakukan lebih efektif tanpa hambatan struktural dan finansial. PT INKA yang dahulu juga merupakan aset PT KAI sebelum diambil alih oleh BPIS akan lebih berarti dalam program revitalisasi nasional KA jika diintegrasikan dengan beberapa balai yasa dan depo-depo milik PT KAI yang kini masih belum optimal alias sering menganggur.
Sejak Menteri BUMN Dahlan Iskan diputuskan bahwa PT Kereta Api Indonesia (KAI) tidak boleh lagi mendatangkan kereta rel listrik (KRL) bekas dari Jepang. Namun ternyata kebutuhan PT KAI tidak bisa dipenuhi oleh PT INKA. Perlu dicatat selama ini kereta bekas Jepang itu statusnya adalah sumbangan alias hibah dari kota-kota metropolitan di Jepang. PT KAI hanya membiayai transportasi kapal dan sedikit modifikasi terkait dengan infrastruktur dan standar yang ada di Indonesia.Meskipun barang bekas, tapi sudah puluhan tahun dioperasikan kereta itu tetap andal melayani penumpang tanpa masalah berarti.
Perlu Sinergi
Pada saat ini sinergi BUMN yang serumpun memang sangat dibutuhkan. Untuk mewujudkan sinergi tersebut problem struktural yang terjadi di kedua BUMN itu harus diatasi terlebih dahulu. Sehingga tidak ada pihak yang menanggung resiko fatal seperti harga beli rangkaian kereta yang kelewat mahal dan teknik perawatan yang kurang kompatibel dengan depo dan balai yasa milik KAI. Profil industri INKA dengan fokus usaha memproduksi lokomotif, gerbong dan pemeliharaan kereta api sudah waktunya dikelola lebih efisien dan kompetitif.
Disergi industri yang pernah terjadi antara PT KAI-INKA tidak hanya dalam hal pembelian gerbong kelas eksekutif saja, tetapi juga telah merambah kepada pengadaan KRL dan infrastruktur yang lain. KAI beranggapan bahwa pengadaan KRL bekas dari luar negeri jauh lebih murah dan feasible, baik secara teknis maupun model pembiayaannya. Wajar kalau KAI berusaha mencari model-model pembiayaan yang meringankan. Apalagi kalau KRL bekas dari luar negeri tersebut bersifat hibah, sehingga PT KAI hanya mengeluarkan biaya angkutannya saja. Tidak terpakainya produk KRL buatan INKA dimasa lalu karena masalah survival KAI untuk mengatasi ledakan penumpang KRD dan KRL.