Surat suara yang sudah didistribusikan atau sudah dicoblos oleh WNI di Taipei bakal dinyatakan tidak sah karena dilakukan sebelum waktunya. Publik banyak yang khawatir, jangan-jangan sebenarnya masih banyak kasus yang mirip dengan Taipei. Mestinya Bawaslu sigap dan bergerak cepat melakukan investigasi.
Sistem logistik pemilu jelas menjadi persoalan bagi Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) yang mana kepada pemilih baru boleh dilakukan pada 2 Januari hingga 11 Januari 2024. Jadwal itu sudah diatur dalam PKPU No. 25 tahun 2023. Mestinya sistem pemungutan suara di luar negeri dengan sistem pemilu elektronik. Voting bisa dilakukan lewat smartphone masing-masing pemilih atau dengan sistem e Voting terbatas.
Tingkat Kepercayaan Teknologi Pemilu
Pemilu 2024 menjadikan petugas KPPS sebagai ujung tombak demokrasi sekaligus objek penderita pada saat penghitungan suara. Membuka kertas suara satu persatu repotnya bukan main, karena mesti di "jembreng" atau dibuka lebar-lebar lalu dipelototi dimana lubang coblosan.
Penyelenggaraan Pemilu 2024 masih primitif karena kertas suara ukuran besar dicoblos. Pemilu yang lalu pernah naik kelas dalam hal sistem pemungutan suara yakni dicontreng. Kemudian formulir rekapitulasi dibuat dengan ukuran kertas yang proporsional dengan mesin scanner.
KPU perlu menyempurnakan prosedur dan menyiapkan perangkat teknologi informasi Pemilu untuk meningkatkan kredibilitas penghitungan suara. Mulai dari adanya proteksi hologram dalam formulir penghitungan suara C1 di TPS, adanya proses scanning atau pemindaian C1 di setiap TPS serta memberikan kesempatan bagi publik untuk mengambil gambar tabulasi hasil penghitungan suara di TPS.
Hingga kini publik dan para politisi masih ada yang menaruh kecurigaan dan kurang percaya terhadap teknologi pemilu yang diterapkan di negeri ini. Karena teknologi pemilu, khususnya sistem informasi Pemilu yang disodorkan KPU selama ini kurang kredibel dan belum melalui uji penerimaan publik. Juga belum diterapkan IT audit hingga level penyelenggara pemilu terendah.
Kecurigaan publik terhadap teknologi pemilu saat ini merupakan hal yang wajar. Masih hangat dalam ingatan kita, bahwa data hasil pemilu yang lalu ditampilkan dari Tabulasi Nasional Pemilu (TNP) tertatih-tatih, sempat secara tiba-tiba jumlah suara yang masuk langsung melonjak puluhan juta. Namun, beberapa kali sistem juga sempat reset ke posisi ekstrim bahkan sempat terhenti beberapa jam.
Pengalaman buruk pemilu yang lalu, proses tabulasi yang berlangsung selama 5 hari, data yang ditayangkan di tabulasi KPU hanya mencapai angka yang minim. Saat itu KPU mengakui bahwa penyebabnya adalah sistem Intelligent Character Recognition (ICR) sebagai biang kerok kegagalan tabulasi online.
Kegagalan sistem input data suara Pemilu dengan mesin pemindai berbasis ICR tidak boleh terulang kembali. Apalagi pada saat ini adalah pemilu serentak yang tentunya banyak formulir yang mesti dikirimkan.
Langkah KPU yang menerapkan sistem pemindai untuk mengelola hasil pemungutan suara di setiap TPS sebaiknya teknologinya dipersiapkan secara matang. Juga dilakukan audit teknologi serta uji publik terhadap sistem tersebut.