Hingga saat ini kawan-kawan pelaut dan pekerja maritim masih prihatin dengan kedudukan hukumnya. Karena Undang-Undang tentang Pelayaran isinya hampir 80 persen hanya berbicara mengenai prosedur perizinan kapal dan beberapa iuran yang harus dibayarkan. Serta prosedur sertifikasi bagi pelaut yang ujungnya adalah masalah biaya yang harus dikeluarkan.Â
Pasal-pasal dalam UU diatas belum banyak berbicara tentang perlindungan dan jaminan keselamatan pelaut serta hak-hak normatifnya. Mestinya perlindungan dan hak-hak normatif pelaut dijabarkan secara lengkap dan jelas.
Meskipun sudah ada PP Nomor 7 tahun 2000 tentang Kepelautan, namun ketentuan tersebut oleh Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) dinilai masih belum lengkap. Selama ini pemerintah juga dinilai kurang konsisten terkait Standard of Training Certification and Watchkeeping for Seafarers ( STCW) yang merupakan konvensi yang berisi tentang persyaratan minimum pendidikan atau pelatihan yang harus dipenuhi oleh ABK untuk bekerja sebagai pelaut. Namun berbagai konvensi diatas masih belum diaplikasikan dengan baik.Â
Selama ini besaran upah bagi pelaut yang bekerja di kapal-kapal samudera atau ocean going berstandar global terjadi kesenjangan yang besar dengan pelaut yang mengoperasikan kapal lokal.
Infrastruktur Kemaritiman dan Zonasi Kapal
Infrastruktur kemaritiman merupakan kunci optimalisasi ekonomi kelautan yang perlu terus dibangun. Salah satu infrastruktur kemaritiman yang mendesak untuk dibenahi terkait dengan wisata bahari.Â
Saat ini wisata bahari menjadi salah satu tumpuan industri pariwisata Indonesia. Namun, pengembangan pesisir dan laut untuk destinasi wisata masih terbatas dan kalah bersaing dari negara lain. Perlu pengembangan infrastruktur, kesiapan sumber daya manusia, dan eksplorasi potensi kelautan.
Pariwisata bahari di Indonesia termasuk dalam salah satu ikon destinasi wisata Indonesia yang mendunia. Keniscayaan sebagai negara yang kaya akan potensi pesisir dan laut, sumber daya alam kelautan tersebut menjadi lahan garapan pariwisata yang menjanjikan. Hingga saat ini, destinasi wisata di Indonesia yang diminati wisatawan mancanegara masih didominasi wisata alam dan budaya. Pada kelompok wisata alam, 45 persen kunjungan wisatawan mancanegara tertuju pada ekowisata dan 35 persen kunjungan pada wisata bahari.
Di kalangan wisatawan Nusantara, wisata bahari termasuk dalam tiga besar tujuan wisata yang paling favorit dikunjungi saat berekreasi. Menurut catatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif disebutkan bahwa nilai ekonomi hanya dari empat kegiatan pariwisata bahari setiap tahun mencapai 1,32 miliar dollar AS atau senilai Rp 18,5 triliun. Keempat jenis wisata itu terdiri dari kegiatan wisata di kapal pesiar (cruise), kapal wisata (yacht), menyelam, dan berselancar.
Wisata bahari selain membutuhkan infrastruktur yang memadai juga membutuhkan strategi untuk melindungi lingkungan laut. Perlu mencegah tragedi lingkungan perairan baik yang berupa pencemaran maupun kecelakaan kapal. Untuk itu perlu antisipasi dengan kebijakan zonasi kapal dan efektivitas pengawasan.