Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sumpah Pemuda: Usung Perubahan dan Atasi Kerawanan Generasi Muda

28 Oktober 2023   07:02 Diperbarui: 28 Oktober 2023   08:08 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku itu menggugat iming-iming digitalisasi dan konektivitas internet dengan berbagai tajuk, seperti knowledge sharing, information superhighway, dan lain-lain. Ternyata, iming-iming itu tidak seluruhnya benar. Di Indonesia, hanya sebagian pemuda yang berhasil memetik sisi positifnya. Kebanyakan justru menjadi generasi yang boros, dan suka jalan pintas. Dalam konteks dunia sering diistilahkan sebagai generasi dumbest.

Ilustrasi pembangunan karakter pemuda  (sumber: KOMPAS.com/Slamet Widodo)
Ilustrasi pembangunan karakter pemuda  (sumber: KOMPAS.com/Slamet Widodo)

Quo Vadis Pembangunan Karakter Pemuda

Untuk membanggun karakter pemuda tidak cukup hanya dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Perpres tersebut hanya menjadi utopia. Dalam Perpres dinyatakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat.

Terbukti program PPK tidak efektif dan layu sebelum berkembang. Karena pelaksanaan dilapangan para peserta didik hanya dijejali dengan doktrin-doktrin yang membosankan. Pengalaman pada era orde baru menunjukkan bahwa doktrin yang kaku dalam pendidikan moral Pancasila kurang efektif. Bahkan telah menjadi bumerang karena justru mendangkalkan nilai-nilai Pancasila dan menyempitkan cakrawala kebangsaan dalam mengarungi persaingan global dan menggapai kemajuan.

Mestinya pendidikan karakter mengedepankan proses kreatif dan daya inovatif sesuai dengan perkembangan zaman. Pembentukan karakter pemuda memerlukan presentasi diri mengenai gagasan dan ide-idenya di dalam kelas atau ruang-ruang kreatif publik. Sayangnya ruang kreatif tersebut hingga kini masih langka. Akibatnya generasi muda lebih suka tawuran di jalan, melakukan kegiatan ugal-ugalan bahkan tidak jarang yang melakukan tindak kriminalitas.

Pemerintahan hasil pemilu 2024 mendatang perlu melatih guru dan membentuk supermentor serta memperbanyak ruang-ruang kreatif yang mampu mencetak pemuda menghadapi tantangan zaman.

Sejarah Indonesia sebenarnya banyak berisi contoh karakter yang unggul, kepemimpinan otentik, jiwa ksatria dan kompetensi yang tinggi. Nilai kepahlawanan tidak hanya rela dan berani mati dalam memperjuangkan bangsa. Tetapi juga banyak melahirkan pahlawan yang ahli negosiasi dan diplomasi lewat kemahiran berbahasa asing. Kini hal tersebut sangat penting utamanya untuk urusan perekonomian global yang semakin kompleks dan penuh dengan aspek negosiasi.

Persaingan sengit antar bangsa membutuhkan sosok yang piawai bernegosiasi dan berdiplomasi yang setara dengan peran Haji Agus Salim dan LN Palar waktu era kemerdekaan dahulu. Di Masa depan Indonesia membutuhkan generasi yang piawai negosiasi dan diplomasi ekonomi, khususnya perdagangan dan investasi guna memenangkan persaingan global dan mengatasi kondisi "The Great Disruption" yang sering mewarnai dunia. Juga piawai berbahasa asing seperti para pahlawan bangsa tempo dulu yang hampir semua menguasai beberapa bahasa asing. Bahkan Haji Agus Salim menguasai sembilan bahasa asing.

Para pemuda harus lebih banyak mempelajari dialektika para pahlawan bangsa untuk kemajuan bangsanya. Betapa mengagumkan, para pahlawan bangsa yang sudah berjuang sejak usia belia. Seperti diperlihatkan oleh Dokter KRT Radjiman Wediodiningrat yang pada usia 20 tahun sudah lulus menjadi dokter dari STOVIA Batavia dengan prestasi yang sangat memuaskan.

Tantangan pemerintahan di masa mendatang adalah mencetak pemuda yang santun, cerdas, inspiratif dan berprestasi. Dalam dekade terakhir ini ada kegalauan yang luar biasa dari para pemimpin dunia yang lebih dahulu mengalami kemajuan berkat industrialisasi yang liberal dan kapitalistik. Negara maju seperti Amerika Serikat sekalipun begitu resah terkait dengan kualitas dan daya saing para remajanya.Daya saing suatu bangsa ditentukan oleh sejauh mana para pemuda berkreasi dan berinovasi sesuai dengan tren dunia. Seperti yang tergambar dalam kajian lembaga pendidikan terkemuka di Amerika yakni Harvard Business. Yang menekankan perlu mendorong daya saing pemuda dibidang sistem inovasi dan produksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun