PKK Memberi Makna Peringatan Hari Pangan Sedunia
Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Sepenggal bait lagu Koes Plus itu menyadarkan segenap para Kader PKK bahwa tanah surga itu harus dihijaukan dan dilestarikan dengan berbagai tanaman, terutama tanaman pangan hortikultura.
Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) yang diperingati setiap tanggal 16 Oktober sebaiknya menjadi makna momentum untuk menata produksi pangan nasional dengan berbagai terobosan yang berbasis kepada rakyat bawah. Peringatan itu dimulai sejak Food and Agriculture Organization (FAO) menetapkan World Food Day melalui Resolusi PBB No. 1/1979 di Roma Italia. Sejak 1981 disepakati oleh seluruh negara anggota FAO untuk memperingati HPS dengan berbagai aksi nyata terkait dengan masalah pangan.
Terobosan diatas juga untuk mengatasi kesenjangan produktivitas. Dimana produktivitas pertanian di negara maju dengan negara berkembang ( termasuk Indonesia ) sangat timpang. Sistem atau pola pertanian yang ada di dunia ini dapat dibagi menjadi dua pola yang berbeda yaitu; pertama, pola pertanian di negara-negara maju yang memiliki tingkat efisiensi tinggi, dengan kapasitas produksi dan rasio output per tenaga kerja yang juga tinggi.Â
Kedua, pola pertanian yang tidak atau kurang berkembang yang terjadi di negara-negara berkembang. Tingkat produktivitasnya sangat rendah sehingga hasil yang diperoleh acapkali tidak dapat memenuhi kebutuhan para petaninya sendiri. Sehingga antara negara maju dan negara berkembang muncul suatu kesenjangan yang disebut sebagai kesenjangan produktivitas. Hingga dua dasawarsa terakhir, kesenjangan produktivitas itu hingga mencapai 50 dibanding 1.
Untuk mengantisipasi krisis pangan ada faktor penting yang tidak boleh diabaikan, yakni budaya dan usaha pemuliaan benih tanaman. Sayangnya, budaya dan usaha itu kini semakin tergilas oleh kebijakan impor benih tanaman pangan dari luar negeri. Usaha pemuliaan dan produksi benih mestinya harus ditingkatkan, lalu dibagikan kepada rakyat luas. Apalagi hingga saat ini masih banyak lahan kritis dan terbengkalai serta pekarangan rumah rakyat di Pulau Jawa ,Madura, Bali dan pulau-pulau yang berpenduduk padat yang belum tergarap secara baik. Pekarangan rakyat mestinya bisa menjadi lumbung pangan yang luar biasa jika kondisinya berkecukupan benih dan sarana pendukung lainnya.
Sebagai negara agraris seharusnya Indonesia memiliki kemajuan dalam rekayasa perbenihan. Kemajuan itu ditandai dengan kemampuan pemerintah menyediakan secara gratis benih unggul apa saja kepada rakyat luas. Atau setidak-tidaknya dengan harga yang murah. Dengan langkah itu maka program ketahanan pangan keluarga akan terwujud. Sayangnya hingga kini masalah benih belum menjadi prioritas. Pemerintah masih hobi impor benih dan impor pangan. Karena impor itu merupakan sumber dana politik dari waktu ke waktu.
Pemerintahan baru hasil Pemilu 2024 nanti perlu menggalakkan program optimalisasi atau pemanfaatan lahan pekarangan untuk meningkatkan gizi serta memperkuat ketahanan pangan keluarga lewat program PKK. Masih banyak pekarangan rumah rakyat yang dibiarkan kosong karena kesulitan mendapatkan benih tanaman pangan. Dengan tersedianya aneka benih yang dibagikan secara gratis kepada masyarakat luas maka setiap jengkal pekarangan rumah menjadi produktif. (TS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H