Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mewujudkan Kedaulatan Pangan, Mungkinkah Substitusi Gandum?

29 September 2023   19:54 Diperbarui: 2 Oktober 2023   02:01 1154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gandum varietas DWR 162 yang dapat tumbuh subur di kawasan antara lereng Gunung Merbabu dan lereng Gunung Telomoyo di Desa Salaran dan Wates, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Foto: KOMPAS/EDDY HASBY

Ilustrasi umbi-umbian pengganti gandum (sumber gambar : warufarmland.com)
Ilustrasi umbi-umbian pengganti gandum (sumber gambar : warufarmland.com)

Masalahnya tinggal sejauh mana pemihakan pemerintah dan usaha terus menerus untuk memperbaiki mutu dan kemasan makanan tradisional sehingga lebih adaptif dengan selera pasar. Selama ini industri makanan tradisional secara nyata telah memperkuat ketahanan pangan nasional serta memberikan kontribusi yang berarti bagi ekonomi kerakyatan.

Makanan tradisional juga mewarnai wisata kuliner yang menjadi pesona berbagai daerah. Sayangnya, produsen makanan tradisional masih sarat dengan masalah. Yang paling menonjol adalah kurangnya insentif dan pembinaan sehingga berakibat rentannya perlindungan konsumen. Perhatian pemerintah daerah terhadap produsen makanan tradisional masih sebatas seremonial dan belum ada insentif yang berkelanjutan. Secara harfiah, pengertian makanan tradisional adalah makanan, minuman, dan bahan campuran yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah. Biasanya makanan tradisional diolah dari resep yang sudah dikenal masyarakat lokal dengan bahan-bahan yang juga diperoleh dari sumber lokal. Serta memiliki citarasa yang relatif sesuai dengan selera masyarakat setempat.

Mestinya pemerintah daerah membuat program progresif yang memberikan insentif langsung kepada produsen makanan tradisional sehingga memiliki tatakelola yang baik. Masih banyak yang harus dibenahi terkait usaha pangan tradisional, seperti sistem yang efektif untuk mencegah gangguan keamanan pangan tradisional.

Pemerintah daerah harus segera memfokuskan pada insentif dan faktor keamanan makanan tradisional. Untuk itu pentingnya memperbaiki lembaga dan infrastruktur keamanan pangan hingga ke daerah. Kiprah dan eksistensi Indonesian Institute of Food Safety sebagai organisasi yang kredibel dibidang keamanan pangan harus segera ditingkatkan. Sebaiknya aktivitas lembaga diatas difokuskan kepada penyuluhan mutu dan keamanan pangan untuk industri makanan tradisional. Sehingga berbagai bahaya yang selama ini mengintai seperti bahaya mikrobiologis pada pangan, detoksifikasi aflatoksin pada proses pengolahan makanan, residu pestisida, dan cemaran logam berat yang terkandung pada bahan pangan bisa diatasi dengan baik.

Pemerintah belum optimal membantu produsen pangan tradisional yang notabene adalah UMKM untuk meningkatkan faktor hegienis, kandungan gizi dan pengemasan. Hingga kini informasi tentang komposisi gizi dan khasiat makanan tradisional belum banyak diekspos secara sistematis. Padahal, tidak jarang para wisatawan asing dan domestik yang ingin mengetahui ikwal pembuatan makanan tradisional.

Sangat disayangkan pada saat ini produsen makanan tradisional masih sering terkendala oleh bahan baku seperti tepung singkong. Kita prihatin melihat fakta bahwa negeri ini telah dibanjiri oleh tepung singkong impor. Padahal, menurut Kementerian Pertanian, Indonesia adalah produsen singkong nomor dua terbesar di dunia setelah Brasil. Pemerintah selama ini belum menggiatkan inovasi teknologi pengolah singkong.

Hingga kini usaha penepung singkong di negeri ini kurang berkembang dengan baik. Padahal tepung singkong yang berkualitas selalu mengalami pertambahan permintaan. Akibatnya, negeri ini terpaksa mengimpor tepung singkong atau tapioka dari luar negeri. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun