Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

KPK: Antara Gajah di Kelopak Mata dan Kuman di Seberang Lautan

8 September 2023   15:31 Diperbarui: 8 September 2023   18:53 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KPK : Antara Gajah di Kelopak Mata dan Kuman di Seberang Lautan

Tiada badai tiada topan, tiba-tiba Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut-ikutan "bermain" politik dengan cara memeriksa bacawapres dari koalisi perubahan Muhaimin Iskandar sebagai saksi terhadap perkara yang sudah sangat lama, yakni 11 tahun yang lampau. Itupun juga perkara korupsi ecek-ecek yang diduga hanya merugikan negara sekitar 1 miliar rupiah. Menurut hemat saya, kok sepertinya KPK ini kurang kerjaan atau tidak mau bekerja keras untuk memberantas korupsi kelas kakap dan korupsi berjamaah yang melibatkan para pejabat terkini.

Sebagai rakyat jelata saya sangat kecewa, komisioner dan penyidik KPK yang digaji oleh rakyat dan diberi fasilitas kerja yang mewah namun kinerjanya sangat minimalis. Sekedar catatan, anggaran KPK tahun 2022 Rp 1,3 triliun dari negara. Dari jumlah itu, terserap anggaran Rp 1,2 triliun. Pada tahun ini mendapatkan Rp 1,035 triliun. 

Jumlah yang cukup besar dan pihak KPK juga mengusulkan agar anggaran ditambah Rp 241,1 miliar. Publik menggugat anggaran sebesar itu tidak sebanding dengan kinerja KPK yang belum menggembirakan. Di Mata rakyat, saat ini terlihat santai banget para penyidik KPK. Beban kerjanya buka-buka arsip berkas perkara puluhan tahun yang lalu, yang bisa dibilang kasus yang sudah basi alias kadaluarsa.

Bacawapres Muhaimin Iskandar di Gedung KPK (KOMPAS.com/Syakirun Ni'am)
Bacawapres Muhaimin Iskandar di Gedung KPK (KOMPAS.com/Syakirun Ni'am)

Melihat kinerja KPK terakhir ini ibarat peribahasa gajah di kelopak mata saja tidak tampak apalagi kuman di seberang lautan. Kasus besar yang terjadi di depan mata saja tidak mampu ditangani, apalagi kasus-kasus yang jauh nun di sana, kasus yang rumit dan butuh nyali yang tinggi.

Saya jadi penasaran dengan sinyalemen petinggi Mabes Polri yang menyatakan bahwa buronan Harun Masiku sejatinya masih ada di dalam negeri alias di depan mata KPK, namun kenapa dia sulit dicokok. Publik menganggap KPK tidak sungguh-sungguh mencari Harun Masiku. Logika akal sehat mengatakan sebenarnya menangkap Harun itu perkara mudah, karena dia punya keluarga, dia masih melakukan transaksi untuk kebutuhan hidupnya, dia masih punya hubungan dengan kelompoknya. Apanya yang susah sih ? Kebangeten !

Publik juga merasa geli melihat KPK yang pernah dikerjain oleh tersangka korupsi Lukas Enembe. Intel Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga kesulitan dan berlarut-larut ketika mencokok Lukas, sehingga mengusik rasa keadilan publik .

Keniscayaan, taktik dan kemampuan intelijen KPK perlu ditingkatkan untuk mencokok koruptor dan dalam upaya penyadapan dan pengintaian sebelum dilakukan operasi tangkap tangan.

Publik juga menunggu hasil nyata terkait penangkapan buronan KPK Ricky Ham Pagawak. Keniscayaan, KPK harus mencari metode kerja dan teknologi yang lebih efektif karena bisa jadi menghadapi kontra intelijen yang lebih canggih. Dilain pihak implementasi penyadapan telpon ( law full intersection ) oleh KPK masih sering terkendala. Pada saat ini KPK telah memiliki peralatan sadap telepon yang cukup memadai untuk target koruptor kategori biasa. Namun, upaya kontra intelijen dari lembaga lain dan koruptor kakap yang melibatkan perusahaan multinasional bahkan kekuatan asing, tentunya hal itu mengalami rintangan yang cukup berarti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun