Dalam melakukan pengendalian pencemaran udara di sebuah perusahaan atau industri, dibutuhkan seorang atau tim Penanggung Jawab Pengendalian Pencemaran Udara (PPPU) yang akan menjalankan tugas dan tanggung jawab mulai dari identifikasi sumber pencemaran udara hingga melakukan tindakan perbaikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) terhadap bahaya dalam pengendalian pencemaran udara. Dalam domain K3 sudah digariskan Sistem Manajemen Lingkungan berdasarkan ISO 14001, Sistem Manajemen Energi berdasarkan ISO 50001.
Kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang menerapkan uji coba kebijakan bekerja dari rumah (WFH) mulai hari ini,Senin (21/8) dan berlaku bagi 50 persen aparatur sipil negara (ASN) mendapat sorotan publik. Efektifitas ASN kerja di rumah sangat diragukan bisa turut mengatasi kemacetan lalu lintas dan pencemaran udara.Â
Pasalnya mereka tetap saja melakukan aktivitas di luar rumah, antar anak sekolah, belanja dipasar,bahkan aji mumpung kesempatan berbisnis. Eksistensi Perda Pengendalian Pencemaran Udara (PPU) di DKI Jakarta kurang memberikan arti dan krisis implementasi. Buktinya fenomena difusi cahaya di langit akibat pekatnya kabut polusi masih sering terlihat. Menjadi sinyal yang memberikan peringatan adanya pencemaran udara yang serius.
Sekarang ini sumber pencemaran udara di beberapa kawasan sulit dikendalikan lagi. Kondisinya semakin parah karena pihak yang melakukan pencemaran udara hanya dikenakan sangsi yang ringan, hanya sangsi administrasi.
Diperlukan pemimpin yang memiliki tangan besi untuk menegakkan Perda PPU tanpa pandang bulu. Perlu komitmen politik yang kuat yang menyangkut hak rakyat untuk menghirup udara bersih. Rakyat juga harus selalu menuntut kepedulian pejabat terhadap penanggulangan pencemaran udara.
Mengatasi masalah pencemaran udara tidak bisa dengan program sepotong-sepotong. Harus ada totalitas, karena ada keterkaitan antara berbagai faktor. Seperti jumlah kendaraan bermotor, senyawa BBM, zona industri, serta sistem bangunan gedung.Pencemaran udara menyebabkan gangguan kesehatan yang sangat serius bagi warga kota. Zat pencemar udara yang timbul dapat digolongkan menjadi zat kimia, fisik dan biologik.
Zat pencemar kimia terbanyak berupa karbon monoksida (CO), oksida sulfur, oksigen nitrogen,hidrokarbon dan partikel lainnya. Produsen karbon monoksida sekitar 80 persennya berasal dari kendaraan bermotor.
Pengaruh CO terhadap kesehatan adalah merusak hemoglobin darah. Akibatnya suplai oksigen pada jaringan sel tubuh bisa berkurang secara drastis. Selain kandungan kimia CO, asap kendaraan itu juga mengandung nitrogen oksida dan hidrokarbon.Â
Kedua zat ini sangat berbahaya bagi manusia. Efek dari kedua zat ini tergantung dari seberapa besar pencemaran udara itu dihirup oleh seseorang.Â
Jika konsentrasi 50 hingga 100 ppm akan menyebabkan peradangan paru-paru. Sedangkan jika mencapai konsentrasi 150 hingga 200 ppm menyebabkan gagal pernafasan yang akan diikuti dengan kematian.
Ironis, hingga kini pihak Pemda DKI Jakarta masih gagal menjalankan perda pengendalian pencemaran udara lewat uji emisi khususnya emisi kendaraan. Kewajiban melakukan uji emisi bagi kendaraan bermotor roda empat dan dua ternyata prosedurnya mudah dimanipulasi. Standar teknis pengujian yang dijalankan sangat longgar. (TS)