Untuk itu perlunya dilakukan audit teknologi dan biaya dalam menangani persoalan sampah. Banyak instalasi pengolahan sampah yang memakan biaya besar tetapi mengalami kesalahan teknis yang serius sehingga unjuk kerjanya tidak sesuai dengan requirement. Anehnya kesalahan itu dibiarkan begitu saja dan instalasi terus dioperasikan. Sudah waktunya pemerintah daerah menerapkan prinsip Sanitary Landfill yang sebenar-benarnya dalam membangun TPA melalui proses tender yang ketat dan fair.Â
Dimana Sanitary Landfill adalah suatu sistem pengelolaan sampah yang mengembangkan lahan cekungan dengan syarat tertentu, antara lain jenis dan porositas tanah. Dasar cekungan pada sistem ini dilapisi geotekstil. Yakni lapisan yang menyerupai plastik yang dapat mencegah peresapan lindi ( limbah cair berbahaya ) ke dalam tanah. Diatas lapisan ini dibuat jaringan pipa yang akan mengalirkan lindi ke kolam penampungan. Lindi yang telah melalui instalasi pengolahan baru dapat dibuang ke sungai. Sistem ini juga mensyaratkan sampah diurug dengan tanah setebal 15 cm tiap kali timbunan yang mencapai ketinggian 2 meter.
Beberapa pemerintah daerah selama ini berani mengklaim telah menerapkan sistem sanitary landfill dalam mengelola sampah. Namun pada kenyataannya sistem yang digunakan tak lebih dari sekedar menumpuk sampah. Sangat menyedihkan jika masih ada pemda yang menerapkan sistem sanitary landfill bukan dalam arti yang sebenar-benarnya. Yang dilakukan hanya sekedar menumpuk sampah lalu begitu saja menimbunnya dalam tanah. Sistem Sanitary Landfill yang sejati tentunya harus memenuhi desain teknis tertentu sehingga sampah yang dimaksudkan ke tanah tidak mencemarkan tanah dan air tanah.
Jangan ada lagi pemerintah daerah yang menerapkan sistem open dumping alias model curah yang lebih primitif. Dalam sistem open dumping yang primitif itu sampah hanya ditumpuk bergunung-gunung. Jika sistem ini dilengkapi lapisan dasar kedap air dan saluran untuk lindi masih dianggap lumayan. Jika tidak maka sangat berbahaya karena sampah akan mencemari tanah dan air tanah. Dan pencemar yang sangat berbahaya adalah berupa bakteri e-coli dan logam berat.Â
Parahnya lagi sistem open dumping yang digunakan ternyata masih disertai dengan pembakaran sampah. Padahal, pembakaran sampah itu menurut ilmu lingkungan haram hukumnya. Karena pembakaran sampah hanya menghasilkan oksidan berbahaya bagi kesehatan. Apalagi kalau sampah yang dibakar adalah sampah non-organik, seperti plastik, kaca, atau logam. Jika itu dilakukan sama saja dengan memindahkan sampah di permukaan tanah ke udara dalam bentuk oksidan.
Pengelolaan TPA tanpa disertai dengan spesifikasi teknologi yang tepat akan menunda datangnya malapetaka. Selain itu kesalahan perencanaan yang disertai lemahnya pengawasan TPA justru akan menjadi sumber manipulasi dan korupsi yang dapat melahirkan bencana di kemudian hari. Oleh sebab itu kredo pembangunan TPA sebagai sistem pembuangan yang tersentral harus efisien secara ekonomi maupun ekologi. (TS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H