Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Hari Merdeka Buang Sampah Sembarangan, Cermin Buruk Penanganan Sampah

20 Agustus 2023   18:37 Diperbarui: 20 Agustus 2023   19:02 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampah berserakan di jalanan Kota Nganjuk setelah perayaan Agustusan ( sumber gambar : tangkapan layar ISN.infoseputarnganjuk )

 Hari Merdeka Buang Sampah Sembarangan, Cermin Buruk Penanganan Sampah

Mentalitas dan budaya terkait dengan penanganan sampah bisa dilihat pada saat acara kerumunan massa. Seperti misalnya kerumunan acara perayaan HUT 78 RI saat acara karnaval, aneka perlombaan, bazar dan hiburan, hampir semua menyebabkan sampah-sampah yang berserakan di sepanjang jalan.

Penulis sangat prihatin melihat kota kelahiran berubah menjadi lautan sampah setiap acara Agustusan berlangsung. Kondisi serupa juga terjadi dalam kerumunan massa acara lainnya. Kabupaten Nganjuk yang selama ini membanggakan dirinya sebagai Kota Adipura karena menjadi langganan penerima penghargaan bergengsi sebagai kota yang bersih, tertib, ramah lingkungan dan aman ternyata kondisinya kurang konsisten.

Perayaan karnaval HUT kemerdekaan kategori pelajar dan umum semuanya menyebabkan jalan-jalan di kota itu berubah menjadi lautan sampah. Para peserta karnaval maupun penonton sepertinya jor-joran membuang sampah sembarangan.

Selama perayaan Agustusan, terlihat di lapangan olah raga, sekolah-sekolah, kantor-kantor dan tempat-tempat publik diwarnai dengan lonjakan volume sampah. Petugas dinas kebersihan bekerja keras namun kewalahan. Mentalitas dan budaya masyarakat dalam penanganan sampah perlu diperbaiki. Sekolah perlu menekankan mentalitas pelajar yang baik dalam hal penanganan sampah.

Bulan Juni 2023 penulis mengunjungi Nganjuk, sempat berkeliling kota sambil bernostalgia menikmati kuliner dan tempat-tempat yang pernah singgah di hati. Terlihat di sekitar Gedung Juang 45 yang dikepung oleh sampah-sampah yang berserakan. Gedung Juang 45 yang mestinya menjadi ikon Kota Nganjuk itu mestinya terjaga kebersihannya dan tidak terlihat kumuh di sekelilingnya. Begitu juga ketika penulis mengunjungi kawasan terminal bus lama yang dekat dengan Stasiun KA Nganjuk, kondisinya amat kotor dan gelap gulita di malam hari. Dan masih beberapa lagi tempat-tempat dengan kondisi serupa, seperti pasar dan tempat wisata.

Penulis merasa sedih, kenapa kondisi kota kelahiran dan tempat penulis dibesarkan oleh ayah dan bunda sekarang seperti itu. Padahal pada waktu dahulu Nganjuk itu sangat bersih, tertib dan asri. Dalam kenangan penulis, menjelang peringatan HUT Kemerdekaan, setiap pagar, tembok dan wuwung genteng rumah di cat putih bersih. Setiap warga hingga desa-desa totalitas menjaga kebersihan dan keindahan. Kenapa budaya seperti itu sekarang mulai pudar ?

Kondisi jalan di Kota Nganjuk setelah acara karnaval ( sumber gambar : tangkapan layar ISN.infoseputarnganjuk)
Kondisi jalan di Kota Nganjuk setelah acara karnaval ( sumber gambar : tangkapan layar ISN.infoseputarnganjuk)

Berharap agar Kota Nganjuk indah dan berseri kembali. Perlu mewujudkan manajemen penanganan sampah kota yang sesuai dengan perkembangan zaman. Penanganan sampah kota secara garis besar bermuara di TPA, meliputi tiga hal, yaitu lokasi, infrastruktur, dan teknologi. Permasalahan lokasi atau yang lazim disebut TPA sampah selalu saja memicu konflik dengan warga setempat atau sekitar lokasi yang merasa dirugikan akibat polusi yang menurunkan kualitas lingkungan hidup mereka. 

Pada umumnya teknologi pengelolaan sampah yang diterapkan oleh pemerintah daerah hingga saat ini masih memprihatinkan. Selain masih primitif, juga banyak sistem dan instalasi pengolahan sampah yang tidak ramah lingkungan dan berpotensi penyelewengan.

Untuk itu perlunya dilakukan audit teknologi dan biaya dalam menangani persoalan sampah. Banyak instalasi pengolahan sampah yang memakan biaya besar tetapi mengalami kesalahan teknis yang serius sehingga unjuk kerjanya tidak sesuai dengan requirement. Anehnya kesalahan itu dibiarkan begitu saja dan instalasi terus dioperasikan. Sudah waktunya pemerintah daerah menerapkan prinsip Sanitary Landfill yang sebenar-benarnya dalam membangun TPA melalui proses tender yang ketat dan fair. 

Dimana Sanitary Landfill adalah suatu sistem pengelolaan sampah yang mengembangkan lahan cekungan dengan syarat tertentu, antara lain jenis dan porositas tanah. Dasar cekungan pada sistem ini dilapisi geotekstil. Yakni lapisan yang menyerupai plastik yang dapat mencegah peresapan lindi ( limbah cair berbahaya ) ke dalam tanah. Diatas lapisan ini dibuat jaringan pipa yang akan mengalirkan lindi ke kolam penampungan. Lindi yang telah melalui instalasi pengolahan baru dapat dibuang ke sungai. Sistem ini juga mensyaratkan sampah diurug dengan tanah setebal 15 cm tiap kali timbunan yang mencapai ketinggian 2 meter.

Beberapa pemerintah daerah selama ini berani mengklaim telah menerapkan sistem sanitary landfill dalam mengelola sampah. Namun pada kenyataannya sistem yang digunakan tak lebih dari sekedar menumpuk sampah. Sangat menyedihkan jika masih ada pemda yang menerapkan sistem sanitary landfill bukan dalam arti yang sebenar-benarnya. Yang dilakukan hanya sekedar menumpuk sampah lalu begitu saja menimbunnya dalam tanah. Sistem Sanitary Landfill yang sejati tentunya harus memenuhi desain teknis tertentu sehingga sampah yang dimaksudkan ke tanah tidak mencemarkan tanah dan air tanah.

Jangan ada lagi pemerintah daerah yang menerapkan sistem open dumping alias model curah yang lebih primitif. Dalam sistem open dumping yang primitif itu sampah hanya ditumpuk bergunung-gunung. Jika sistem ini dilengkapi lapisan dasar kedap air dan saluran untuk lindi masih dianggap lumayan. Jika tidak maka sangat berbahaya karena sampah akan mencemari tanah dan air tanah. Dan pencemar yang sangat berbahaya adalah berupa bakteri e-coli dan logam berat. 

Parahnya lagi sistem open dumping yang digunakan ternyata masih disertai dengan pembakaran sampah. Padahal, pembakaran sampah itu menurut ilmu lingkungan haram hukumnya. Karena pembakaran sampah hanya menghasilkan oksidan berbahaya bagi kesehatan. Apalagi kalau sampah yang dibakar adalah sampah non-organik, seperti plastik, kaca, atau logam. Jika itu dilakukan sama saja dengan memindahkan sampah di permukaan tanah ke udara dalam bentuk oksidan.

Pengelolaan TPA tanpa disertai dengan spesifikasi teknologi yang tepat akan menunda datangnya malapetaka. Selain itu kesalahan perencanaan yang disertai lemahnya pengawasan TPA justru akan menjadi sumber manipulasi dan korupsi yang dapat melahirkan bencana di kemudian hari. Oleh sebab itu kredo pembangunan TPA sebagai sistem pembuangan yang tersentral harus efisien secara ekonomi maupun ekologi. (TS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun