Angkatan Siber, Jauh Panggang dari Api
Gagasan untuk membuat proyek angkatan siber di negeri ini sudah lama digulirkan. Ironis, bukankah sudah banyak lembaga yang mengurus tentang keamanan siber yang selama ini dibiayai oleh negara.
Tak bisa dipungkiri bahwa kasus kejahatan siber di Indonesia masih marak. Irosnisnya pelaku kejahatan siber yang telah teridentifikasi justru sosok-sosok amatiran, kaum belia yang ada di dalam negeri. Kalau ancamannya seperti itu publik jadi geli. Ngapain sih repot-repot bikin angkatan ke empat alias angkatan siber?
Publik justru menganggap, jangan-jangan proyek angkatan siber hanya untuk memperkuat buzzer partai penguasa. Apalagi sekarang adalah tahun politik yang tentunya akan terjadi perang asimetris di antara pendukung capres 2024.
Publik melihat bahwa proyek angkatan siber ibaratnya jauh panggang dari api. Masih hangat dalam ingatan publik, pernyataan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan bahwa gangguan layanan pada mesin ATM hingga aplikasi Bank Syariah Indonesia (BSI) BSI mobile akibat serangan siber. Namun hingga saat ini yang dimaksud oleh Erick ini masih menjadi enigma dan hilang begitu saja tertiup angin lalu.
Yang tersisa justru gugatan publik terkait dengan kinerja kinerja Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Kenapa lembaga ini belum mampu mengatasi serangan siber dan belum optimal dalam kolaborasi dan inovasi guna menghadapi tantangan keamanan siber di ruang digital yang semakin berkembang.
Mestinya ada Kolaborasi dan inovasi yang harus muncul dari setiap elemen yang terlibat di dalamnya, baik itu pemerintah, korporasi, industri, akademisi, maupun komunitas. Dari itu seharusnya terwujud kolaborasi keamanan siber nasional yang menjadi kunci utama dalam membangun ruang siber yang aman dan kondusif.
Publik mempertanyakan eksistensi industri keamanan siber nasional diwadahi secara digital melalui Cyberhub.id yang resmi diluncurkan sejak Januari 2021. Cyberhub.id mempertemukan semua pihak terkakit dalam membentuk ekosistem keamanan siber di Indonesia.
Publik berharap agar badan siber nasional kinerjanya ditingkatkan sehingga mampu mencegah kerawanan keamanan siber. Peretasan data terhadap lembaga pemerintah dan perusahaan sangat mencemaskan. Perlu meningkatkan jumlah dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang terkait dengan keamanan siber di lingkungan BSSN, Polri, Menkominfo dan perguruan tinggi.
Tidak perlu repot-repot membentuk angkatan buzzer, cukup memperbaiki kinerja lembaga siber yang telah ada. Publik juga sudah paham BSSN itu dibentuk dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 28 Tahun 2021.
BSSN dibentuk dalam rangka mewujudkan keamanan, perlindungan, dan kedaulatan siber nasional serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Eksistensi BSSN perlu lingkup yang konkrit dan jelas terkait dengan bentuk-bentuk ancaman siber. Jangan sampai peran dan tugas badan itu bersifat amorf atau tidak jelas bentuknya sehingga menjadi badan yang cuma menggemukkan birokrasi pemerintahan. Apalagi pada saat ini pihak kepolisian, TNI, dan Kominfo juga memiliki unit kerja serupa sehingga bisa berakibat tumpang tindih dan inefisiensi anggaran negara.
Proses pengkajian BSSN dimulai sejak 2013 oleh Dewan Ketahanan Nasional yang menyiapkan payung hukum dengan membentuk desk keamanan siber nasional. Lalu pada 2014 direvisi dengan pembentukan Desk Ketahanan dan Keamanan Informasi Cyber Nasional (DK2ICN) melalui Surat Keputusan Menkopolhukam Nomor 24 Tahun 2014 tentang DK2ICN.
Selama ini garda terdepan keamanan siber adalah Sub Direktorat Cyber Crime Bareskrim Polri. Namun jumlah personilnya hingga kini masih sangat terbatas. Sistem keamanan siber untuk setiap negara diawasi dan dikoordinasikan oleh Computer Emergency Response Team (CERT) yang berpusat di Amerika Serikat.
Di Indonesia yang selama ini menjadi country coordinator untuk CERT adalah ID-SIRTII (Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure ). Namun selama ini lembaga ini belum mampu menjangkau keseluruhan pertahanan dan keamanan cyber space.
Masih banyak infrastruktur nasional yang rawan sehingga bisa menjadi sasaran empuk serangan siber. Seperti pembangkit tenaga listrik, pengendali lalu lintas udara, pasar keuangan, pengendali lalu lintas jalan raya dan lain-lain.
Untuk mengatasi semua itu dibutuhkan SDM siber yang tangguh tersebar di berbagai lembaga dan tim CERT yang ada di Indonesia. Yang meliputi, pertama pertahanan siber militer yakni Center of Cyber (COC) Kementerian Pertahanan. Kedua, keamanan publik siber pemerintah ( KP-CERT). Ketiga, instansi pemerintah dan badan usaha (I/P/BU-CERT). Keempat, Komunitas dan akademik (K/A-CERT).
Peperangana siber yang sebenarnya adalah perang abadi antara raksasa industri IT global seperti misalnya fenomena perang antara Apple, Microsoft, dan Google.
Peperangan digital tersebut berimbas dalam berbagai bidang dan aplikasi yang tentunya harus diantisipasi sehingga bisa menguntungkan dan memiliki nilai tambah berarti untuk bangsa.
Raksasa yang memasuki medan perang digital saat ini terlibat dalam serangkaian pertempuran untuk menguasai berbagai wilayah di dunia digital. Senjata mereka adalah perangkat keras, perangkat lunak dan iklan. Yang dipertaruhkan adalah reputasi mereka dan masa depan warga dunia.
Terkait dengan peperangan para titan tersebut, BSSN harus mampu mengarahkan dan membentuk ketahanan digital nasional dalam wujud yang detail di lapangan. Seperti misalnya bagaimana menyelamatkan sumber daya konten nasional sehingga tidak lantas mati terjepit ditengah pertempuran raksasa dunia.
Kemenangan dalam perang digital ujung-ujungnya adalah meraup aset yang sangat melimpah. Untuk itu jangan sampai negeri ini membangun jalan tol digital seperti misalnya proyek Palapa Ring dan cabang-cabangnya, namun yang lalu-lalang dan mendominasi justru konten asing. Hal itu karena ketidakberdayaan konten lokal. Atau platform konten lokal menjadi kurang relevan dengan perkembangan zaman.
Kita perlu belajar dari proyek Microsoft yang bertajuk "Trustworthy Computing". Proyek itu untuk mengatasi serangan virus dan malware bagi pengguna Windows dan efek sampingan yang merusak, seperti rekening bank yang dirampok karena bocornya data pribadi.
Eksistensi BSSN juga harus mampu menyesuaikan bangkitnya era platform dengan kondisi faktual di dalam negeri. BSSN harus mampu membentuk ekosistem yang ideal bagi konten lokal. Mengingat platform merupakan ekosistem yang sangat berharga dan berpengaruh pada era sekarang ini.
(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H